Sunday, 7 February 2010

Upaya NATO Pasca Peristiwa "Nine Eleven"

By : Triono Akhmad Munib

BAB 1
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang Masalah
Kejahatan transnasional ataupun kejahatan global saat ini marak terjadi di dunia internasional, baik dalam bentuk cyber crime maupun terorisme. Kejahatan seperti terorisme sudah tentu membuat berbagai negara-negara khawatir, khususnya negara-negara Barat.
Pelaku teror tidak segan-segan ketika melakukan aksinya. sebagai contoh peristiwa 11 September 2001 yang terjadi di Amerika Serikat (AS). Serangan tersebut menelan banyak korban jiwa. Dari peristiwa tersebut hampir seluruh negara-negara khususnya Barat mulai meningkatkan pertahanannya.
North Atlantic Treaty Organization (NATO) yakni sebuah organisasi internasional yang bergerak dalam pertahanan militer negara-negara yang berada di wilayah Atlantik Utara, setelah peristiwa 11 Septembar 2001 langsung mendeklarasikan diri untuk melawan terorisme. Hal ini wajar karena kebanyakan target-target dari serangan terorisme ialah negara-negara Barat.
NATO pun mempunyai program-program yang digunakan untuk mempertahankan diri dari serangan terorisme. Program-program tersebut yakni :
1.Missil
2.Cyber defence
3.Pencegahan dari serangan senjata nuklir, biologi dan kimia
4.Konsep pembentukan pertahanan militer
5.Operasi militer ke negara-negara basis terorisme
6.Pertukaran intelejen
7.Kerja sama dengan organisasi internasional lainnya dalam menghadapi terorisme

1.2Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah di atas, penulis mempunyai rumusan masalah sebagai berikut:
“Bagaimanakah respon NATO dalam menghadapi kejahatan terorisme setelah terjadi peristiwa serangan 11 September 2001 di Amerika Serikat dilhat dari sektor keamanan dan kerjasama antar negara anggota NATO?

1.3Tujuan Penulian
Tujuan penulisan dari makalah dengan judul “NATO dan Peristiwa Terorisme 11 Septe,ber 2001“ ialah untuk mengetahui respon NATO dalam menghadapi kejahatan terorisme setelah terjadi peristiwa teror 11 September 2001 di Amerika Serikat, dilihat dari sektor keamanan dan kerja sama antar anggota NATO


BAB 2
NATO dan TERORISME 11 SEPTEMBER 2001


2.1 Sejarah dan Seluk Beluk NATO
North Atlantic Treaty Organization (NATO) atau Pakta Pertahanan Atlantik Utara adalah sebuah aliansi militer yang beranggotakan negara-negara di daerah Amerika Utara dan Eropa. NATO didirikan di Washington DC pada tanggal 4 April 1949. Ada 12 negara yang menandatangani piagam pendirian NATO, yaitu Perancis, Luxemburg, Belanda, Inggris, Kanada, Denmark, Eslandia, Italia, Norwegia, Portugis, Amerika Serikat, dan Belgia. Tujuan didirikannya NATO adalah untuk menjaga perdamaian dan keamanan bagi para negara anggotanya dalam bidang politik, militer, dan pertahanan dalam menghadapi ancaman. Inti dari piagam NATO adalah kesepakatan dari negara-negara penanda tangan tersebut untuk membentuk pertahanan bersama. Pasal terpenting dari piagam pendirian NATO adalah “Serangan bersenjata terhadap satu atau lebih dari mereka di Eropa atau Amerika Utara akan dianggap sebagai serangan terhadap mereka semua”
Pada awalnya, NATO didirikan untuk mencegah serangan oleh Uni Soviet di negara-negara non-komunis Eropa Barat. Organisasi NATO mempunyai cabang sipil dan militer. Cabang sipil adalah Dewan Atlantik Utara yang bertindak sebagai otoritas tertinggi di NATO. Dewan terdiri dari para kepala pemerintahan anggota NATO atau perwakilannya. Seorang Sekretaris Dewan berperan sebagai Kepala Umum Dewan. Cabang militer NATO meliputi : Sekutu Komando Atlantik, Sekutu Komandan Channel, dan Sekutu Komando Eropa. Sekutu Komando Eropa merupakan jantung NATO, di mana Amerika Serikat selalu menjadi komandannya
Anggota NATO pada awalnya hanya beranggotakan 12 negara. Namun sekarang NATO beranggotakan 28 negara. Tahun 1952, Yunani dan Turki bergabung dengan NATO. Jerman Barat begabung dengan NATO pada tahun 1955. Kemudian tahun 1982 Spanyol mulai bergabung, sedangkan pada tahun 1990 Jerman menjadi angota NATO (menggantikan Jerman Barat), setelah Jerman Barat dan Jerman Timur bersatu
Panglima Tertinggi Sekutu Eropa (SACEUR) yang pertama adalah Jenderal Dwight D. Eisenhower, seorang Jenderal Angakatan Darat Amerika Serikat yang dilantik oleh Dewan Atlantik Utara pada tanggal 19 Desember 1950. Sekretaris Jenderal NATO saat ini adalah Jaap de Hoop Scheffer, mantan Menteri Luar Negeri Belanda. Berikut 28 negara anggota NATO, diantaranya :
1. Albania 15. Latvia
2. Amerika Serikat 16. Lithuania
3. Belanda 17. Luxemburg
4. Belgia 18. Norwegia
5. Bulgaria 19. Perancis
6. Denmark 20. Polandia
7. Eslandia 21. Portugal
8. Estonia 22. Republik Ceko
9. Hongaria 23. Romania
10.Inggris 24. Slovakia
11.Italia 25. Slovenia
12.Jerman 26. Spanyol
13.Kanada 27. Turki
14.Kroasia 28. Yunani

2.2 Terorisme 11 September 2001

Tentu kita masih ingat dengan tragedi memilukan yang pernah menimpa Amerika Serikat (AS) pada tanggal 11 September 2001. Di mana pada saat itu di dua kota yakni New York dan Washington DC mendapat serangan teror dari kelompok yang tidak bertanggungjawab.
Sebuah pesawat menabrakkan diri ke menara kembar World Trade Center (WTC) New York, sehingga ke dua gedung itu terbakar, runtuh dan rata dengan tanah. Korban tewasnya pun menembus hingga angka 3000.
Sontak kejadian ini membuat pemerintah AS geram. Tidak lama setelah kejadian itu pemerintah AS menggalakkan kebijakan untuk melawan semua bentuk terorisme.
Terorisme didefinisikan sebagai “kekerasan bermotif politik yang ditujukan kepada masyarakat biasa (non combatant) dan dirancang untuk menciptakan ketakutan pada target sasaran” (politicaly motivated violance directed against non-combatants and designed to instill fear in a target audience). Motivasi di balik segala tindakan terorisme adalah untuk melakukan perlawanan terhadap otoritas mapan.
Kekerasan adalah unsur utama stategi teroris karena hal ini dilihat sebagai cara efektif untuk menyebarkan panik dan ketakutan di tengah-tengah masyarakat sipil dan target sasaran yang lebih luas
Dengan cepat pihak pihak intejlen AS mengetahui siapa dalang dalam peristiwa berdarah ini. Jaringan Al-Qaeda lah yang diduga sebagai pihak yang harus bertanggung jawab atas tragedi ini. Al-Qaeda memiliki kapasitas untuk menjalankan aksi teror di seluruh dunia disebabkan kelompok ini mengembangkan jaringan kerja manusia dan organisasi dengan orientasi ideologi yang sama
Radikalisme dan ekstremisme religius sedang berada di atas dan sekarang, terutama di negara Islam, di mana ada pengertian secara bersama yang dipegang secara luas, bahwa sistem politik dan ekonomi dunia di dominasi oleh Barat sekuler dan bekerja berlawanan dengan kepentingan dunia Islam . Pemahaman umum menyatakan bahwa terorisme tidak punya hubungan sama sekali dengan agama sebab semua agama mengajarkan pada kebaikan, semua agam tidak mengajarkan kepada kekerasan
Namun untuk memberantas kejahatan terorisme, pihak-pihak yang terkait seperti pemerintah dan badan inteljen harus sangat berhati-hati. Karena terorisme ini selalu berlindung pada topeng agama. Di mana, jika menyangkut salah satu ideologi (agama), maka sangat mudah untuk tejadi benturan
Sehari setelah peristiwa di atas, tanggal 12 September 2001 NATO dan ke 24 negara anggotanya mendeklarasikan diri untuk ikut perang melawan terorisme.


BAB 3
LANGKAH NATO DALAM MENGHADAPI TERORISME 11 SEPTEMBER 20


3.1 Sektor Militer
3.1.1 Missil

Rencana pembangunan sistem pertahanan misil AS di Polandia dan Ceko meliputi penempatan alat penangkal rudal, yaitu 10 rudal pencegat (interceptor missiles) di Polandia dan sebuah stasiun radar (tracking radar site) di Republik Ceko. AS menyatakan bahwa ballistic missile proliferation “meningkatnya ancaman terhadap kekuatan, wilayah, dan penduduk sekutu-sekutu AS” (an increasing threat to allied forces, territory and populations). Hal tersebut juga merupakan langkah untuk memperluas sistem pertahanan NATO pada negara-negara yang tidak terjangkau oleh AS. Menteri Luar Negeri Republik Ceko, Karel Schwartzenberg, mengumumkan bahwa negosiasi dengan AS berjalan sukses dan kesepakatan tersebut akan ditandatangani pada awal bulan Mei.
Dalam pernyataan tersebut, pemerintah Ceko menyatakan bahwa perjanjian tersebut merupakan langkah penting dalam usaha mereka untuk melindungi bangsanya sebagaimana dicerminkan dalam pernyataan berikut: “This agreement is an important step in our efforts to protect our nations and our NATO allies from the growing threat posed by the proliferation of ballistic missiles and weapons of mass destruction” . Menanggapi keberatan Rusia atas rencana tersebut, PM Republik Ceko Mirek Topolanek menyatakan, pembangunan sistem pertahanan itu justru berguna untuk menguji semangat bela negara masyarakat Eropa. Menurutnya, kecurigaan Rusia terhadap AS terlalu berlebihan karena pembangunan sistem pertahanan antirudal tersebut sama sekali bukan ancaman bagi Rusia. Dari sudut pandang militer, menurut Ceko, Rusia sama sekali tidak terancam. Sebuah jajak pendapat umum menunjukkan bahwa hampir dua pertiga rakyat Ceko menentang penempatan sistem radar AS di negara tersebut.
3.1.2 Cyber Defence
Merupakan usaha NATO dalam memerangi teroris melalui dunia maya setelah serangan teroris 11 september. Dengan cara melindungi sistem informasi dan komunikasi yang bisa menimbulkan perpecahan melalui akses ilegal dan serangan teroris dalam dunia maya.
NATO sudah mempunyai sistem pertahanan bagi jaringan komputernya sejak tahun 2002. Pertahanan melalui jaringan komputer ini, sangat penting bagi jalannya semua operasi dan misi organisasi.
Cyber defence NATO berusaha mengidentifikasi kemungkinan serangan di seluruh dunia, khususnya negara anggota NATO, sebelum serangan itu terjadi. Namun langkah ini ibarat mencari jarum dalam tumpukan jerami , karena serangan terhadap sistem komputer dan internet dapat terjadi dimana saja dan kapan saja . hal ini memaksa NATO memperluas usaha antisipasi hingga mencakup kepentingan masyarakat umum. Karena para teroris tentu tahu bahwa kebutuhan negara seperti gas, air, listrik, pertahanan dan sistem keuangan diatur melalui jaringan komputer dan internet. Untuk mengantisipasi serangan lewat dunia maya, NATO mendirikan badan kusus yang berpusat di Estonia yang disebut cyber defence centre of excellence.seperti halnya dalam bidang militer, badan ini juga memberikan pendidikan dan pelatihan di berbagai tingkat, bukan hanya untuk spesialis bidang teknologi komunikasi dan administrator keamanan melainkan juga untuk semua anggota militer. Kini daftar negara yang bergabung dangan badan ini semakin panjang. Mereka bersama-sama mengembangkan strategi untuk mencegah, mendeteksi dan memerangi serangan di dunia maya

3.1.3 Batalyon Pertahanan NATO Dari Serangan Senjata Kimia, Biologi, Radiologi dan Nuklir
Merupakan badan NATO yang secara khusus dilatih dan diperlengkapi untuk menghadapi serangan senjata kimia, biologi, radiologi dan nuklir terhadap pasukan NATO atau populasi.
Dibentuk tahun 2003 oleh Tim Penilaian serangan Senjata kimia, biologi, radiologi dan nuklir (CBRN), dan mulai beroperasi pada tahun 2004. Dasar pembentukannya adalah Pertemuan Praha 2002. Pertemuan ini menghasilkan 2 kesepakatan sebagai dasar terbentuknya Batalyon Pertahanan NATO dari serangan senjata Kimia, Biologi, Radiologi dan Nuklir, yaitu:
1.Pembentukan prototipe laboratorium analisa penyebaran senjata kimia, biologi, radiologi dan nuklir.
2.Pembentukan Tim respon dari serangan senjata nuklir, biologis dan kimia.
Pada intinya batalyon ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pertahanan Aliansi terhadap senjata pemusnah massal.
Batalyon CBRN juga dapat menjalankan tugas pengamanannya terhadap otoritas sipil, asalkan dengan persetujuan dewan atlantik utara, misalnya yang batalyon ini lakukan dalam pengamanan Olimpiade tahun 2004 di Yunani dan pertemuan Istambul tahun 2004. Batalyon CBRN memiliki kemampuan (tanggung jawabnya) untuk melakukan hal-hal berikut :
1.Operasi Pengintaian;
2.Identifikasi zat berbahaya;
3.Deteksi biologis dan pemantauan operasi;
4.Memberikan saran dan penilaian terhadap komandan NATO;
5.Melakukan operasi dekontaminasi;
Batalyon pertahanan multinasional CBRN berada di bawah kendali operasional dari Panglima Tertinggi Sekutu Eropa (SACEUR-Supreme Allied Commander Europe). Pengendalian operasional dapat didelegasikan kepada perintah bawahan jika diperlukan.
Personelnya merupakan personel yang berdedikasi dalam hal ini dari negara-negara anggota NATO, dimana personel ini akan bertugas selama 6 bulan dimana sebelumnya mendapatkan pelatihan.

3.1.4 Operasi Militer Ke Negara Basis Teroris
Negara-negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) pekan ini akan memulai Konferensi Tingkat Tinggi mereka, yang akan membahas wewenang pasukan reaksi cepat NATO untuk menyerang sarang teroris di suatu negara kendati tanpa persetujuan negara yang bersangkutan.
Laporan koran terbitan Inggris, The Guardian, baru-baru ini mengutip beberapa sumber di Inggris yang menyebutkan, pasukan reaksi cepat NATO yang baru akan menyerang sarang teroris di wilayah manapun di dunia ini dengan atau tanpa izin negara yang bersangkutan.
Pasukan reaksi cepat itu akan "menemukan dan menyerang" organisasi-organisasi teroris seperti Al-Qaeda yang bisa saja tengah membangun markas-markas baru.
Sekarang Al-Qaeda sedang mencoba membuat markas seperti yang mereka miliki di Afghanistan. Ratusan sarang mungkin telah dibangun di satu negara yang tidak dapat mengatasi keadaan seperti itu.
Menurut rencana, NATO akan segera bereaksi terhadap permintaan untuk menggerebek markas atau tempat-tempat yang dicurigai sebagai tempat para teroris menyembunyikan senjata kuman dan kimia mereka. NATO akan melakukan penyerangan walaupun tidak ada permintaan dari pemerintah negara tertentu yang menjadi tempat bersarangnya teroris.
Sebagai upaya untuk mengembuskan nafas baru dalam gabungan negara pakta tersebut, para menteri luar negeri NATO awal tahun ini menyepakati bahwa NATO "harus bisa membentuk pasukan yang akan bergerak kapanpun, di manapun, dalam waktu singkat," untuk menyerang musuh. Di sini AS menginginkan para sekutu Eropa untuk bergabung dengan pasukan reaksi cepat agar satu dan yang lainnya dapat berbagi beban. Negara-negara Eropa akan berada di belakang dan mendukung pembangunan kembali stabilitas di lapangan setelah serangan NATO dilakukan.
Negara-negara yang akan diundang untuk bergabung dengan Pakta tersebut adalah Estonia, Latvia, Lithuania, Romania, Bulgaria, Slovakia, dan Slovenia

3.2 Kerjasama Antar Anggota NATO
3.2.1 Pertukaran Intelejen

Sejak 11 September 2001, NATO meningkatkan konsultasi mengenai terorisme dan isu-isu yang berkaitan dengan terorisme di antara para anggotanya, serta dengan negara-negara non-anggota. Tujuannya adalah berbagi informasi, lebih khusus lagi, Pertukaran Intelejen.
Pada tahun 2002 Prague Summit, meningkatkan pertukaran intelejen diidentifikasi sebagai aspek kunci dari kerjasama antara Sekutu. Hasil dari Pertemuan Praha tersebut adalah Sebuah Ancaman Teroris Intelligence Unit (TTIU-Terroris Threat Intellegence Unit) didirikan di bawah Kantor Keamanan NATO pada akhir tahun 2003, menggantikan sel sementara dibentuk segera setelah serangan 11 September.
TTIU sekarang yang permanen dalam tubuh NATO terdiri dari petugas dari sipil dan intelijen militer dan badan-badan penegak hukum yang menganalisa ancaman teroris umum dan ancaman yang lebih secara khusus ditujukan untuk Organisasi.
Selanjutnya, pada tahun 2004 Istanbul Summit, keputusan diambil untuk meninjau struktur intelijen di Markas Besar NATO. Penghubung intelijen baru sel untuk Sekutu NATO dan mitra untuk pertukaran intelijen yang relevan telah dibuat di BENTUK di Mons, Belgia, dan Penghubung Intelligence Unit (ILU-Intelligence Liaison Unit) beroperasi di markas besar NATO untuk membagi informasi yang dikirim oleh negara-negara non-NATO secara sukarela.
Teknologi untuk intelijen, pengintaian, pengawasan dan target akuisisi (IRSTA), dengan tujuan meningkatkan pengembangan alat untuk peringatan dini dan identifikasi teroris dan kegiatan mereka. Jerman telah memimpin di daerah ini.

3.2.2 Kerjasama NATO Dengan Organisasi Internasional
3.2.2.1 NATO dan United Nations (PBB)

Di sini NATO mengikat sebuah komitmen bersama dengan PBB melalui Security Council (Dewan Keamanan) yang di mana memiliki peran penting dalam perdamaian dunia untuk perang melawan terorisme di muka bumi. Kerjasama tersebut menghasilkan sebuah lembaga yang diberi nama “Counter Terrorism” yang berperan aktif dalam menangani masalah terorisme dunia.

3.2.2.2 NATO dan The Organization for Security and Co-operation In Europe

NATO menggandeng The Organization for Security and Co-operation In Europe (OSCE) untuk ikut serta perang melawan terorisme dunia. NATO dengan Amerika Serikat sebagai negara yang terkena serangan teroris mencoba mencari dukungan dan negara-negara Eropa melalui Organisasi Keamanan Eropa dengan membentuk “Pasukan Reaksi Cepat” untuk turut membantu memberantas terorisme dari sarangnya.

3.2.2.3 NATO dan The Organization for The Prohibition of Chemical Weapons
NATO dan negara-negara anggota terkait dengan senjata biologis bekerja sama dengan The Organization for The Prohibition of Chemical untuk melarangan menggunakan bahan-bahan kimia, biologi, dan bahan beradiasi tinggi (termasuk nuklir) seperti yang dipakai para terorisme akhir-akhir untuk menyerang penduduk sipil. Kerjasama ini dikemas dalam The Science for Peace and Security Programme (SPS). NATO dan negara-negara anggota mempromosikan untuk menghentikan pembuatan senjata menggunakan bahan kimia, biologi, dan beradiasi tinggi

Referensi :
DAFTAR PUSTAKA

NATO Public Diplomacy Division. NATO’s Briefing. Edisi Maret 2005. Tabloid
Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppi, International Relations and World Politics : Security Economy and Indentify,
Suryana Jaka, dkk. 2009. Refleksi Teori Hubungan Internasional Dari Tradisional Ke Kontemporer, Yogyakarta : Graha Ilmu

Websites
http://www.gatra.com/terorisme
http://www.google.com/terorisme_11september
http://irib.ir/world_service/melayuRADIO/kal_sejarah/april/04_april.htm
http://www.members.tripod.com/more_tra/1e_nato_txt.htm
http://www.nato.int
http://norwegia.or.id/policy/security/nato/nato.htm

No comments:

Post a Comment