Sunday 31 October 2010

Hilangnya Kontrol Negara Oleh Aktor Transnasional

By : Triono Akhmad Munib

Kondisi hubungan internasional yang berubah secara siginifikan pasca Perang Dingin menjadi sebuah titik dasar bangkitnya aktor-aktor transnasionalisme dewasa ini. Aktor negara yang tidak lagi menjadi sebuah the single actor menjadi menarik untuk dikaji yang membentuk sebuah diskurus ilmu baru dalam hubungan internasional yaitu transnasionalisme. Transnasionalisme diartikan sebagai proses “di mana hubungan internasional yang dilaksanakan oleh pemerintah telah disertai oleh hubungan indibidu-individu, kelompok-kelompok dan masyarakat-masyarakat swasta yang dapat memiliki konsekuensi-konsekuensi penting bagi berlangsungnya berbagai peristiwa” (Rosenau 1980:1).
Masih berkutat pada pengertian tentang transnasionalisme di atas bahwa hubungan internasional yang tidak lagi di dominasi oleh negara melainkan adanya aktor non-negara seperti: Multinational Corporations (MNCs), kelompok kepentingan, kelompok bisnis, dan bisa indvidu membuat studi hubungan internasional saat ini menjadi berwarna. Sesuai dengan apa yang diungkapkan kaum pluralis bahwa hubungan transnasional di antar rakyat dari negara-negara yang berbeda membantu menciptakan bentuk baru masyarakat manusia yang hadir sepanjang atau bahkan dalam persaingan dengan negara-bangsa. Dengan dunia yang semakin pluralis yang bercirikan dengan jaringan transnasional individu dan kelompok akan menjadi lebih damai. Dalam beberapa hal, dunia pluralis semakin tidak stabil, sebab tatanan lama yang dibanggun berdasarkan kekuasaan negara telah hancur. Munculnya aktor transnasionalisme di atas memberikan dampak atas hilangnya sebuah kontrol dan kemampuan negara dalam menghadapi aktor transnasionalisme itu sendiri.
Berkaitan dengan lepasnya kontrol negara aktor transnasional seringkali melemahkan bargaining position suatu negara. Multinational Corporations (MNCs) sering kali lebih kuat dibandingkan bergaining position dari suatu negara. Sebagai contoh yang terjadi di Indonesia pada tahun 1960-an di mana pihak asing melakukan intervensi terhadap pembuatan UU Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia yang sebelumnya membatasi ruang gerak MNCs. Sebelumnya pihak asing hanya boleh memiliki saham sampai dengan 5% sehingga hal ini menyebabkan ketidakleluasaan pihak asing untuk menguasai Indonesia. Pihak asing tidak puas dengan hanya dengan mendapatkan 5% dari saham di Indonesia, melalui intervensi dalam perubahan UU Penanaman Modal Asing (PMA) tahun 1968, pihak asing boleh memiliki saham sampai dengan 49%. Seiring berjalannya waktu pihak asing semakin bebas menguasai Indonesia karena pihak asing boleh memiliki saham sampai dengan 95%. Contoh kasus di atas menunjukkan bahwa negara tidak lagi memiliki power untuk menentukan kehendaknya sendiri. MNCs yang notabene sebagai aktor transnasional datang menanamkan investasinya dalam bentuk Foreign Direct Investment (FDI). Kuatnya lobi dengan dibungkus oleh perbaikan kesejahteraan (penyerapan tenaga kerja) oleh MNCs membuat sebuah negara, khusunya negara berkembang meng-‘iya’ kan saja apa yang diinginkan MNCs. Dalam hal UU PMA yang seharusnya Indonesia yang merupakan aktor state memiliki porsi yang lebih tinggi ternyata status ‘state’ tersebut pun juga tidak menjamin kuatnya power dalam hal bargaining position. Pemerintah Indonesia yang semestinya berhak mengontrol dan memanajemen segala bentuk investasi dengan regulasi-regulasi yang diciptakan ternyata menjadi powerless ketika dihadapkan dengan kuatnya lobi aktor transnasional dalam bentuk MNCs di atas.

Saturday 23 October 2010

Coca-Cola, Israel, dan Amerika : Sebuah Tinjauan Transnasionalisme

By : Triono Akhmad Munib

Kita mungkin sudah tak asing lagi mendengar kata-kata Israel, Palestina, Jalur Gaza, dan Yahudi. Itulah sedikit kata-kata yang sering muncul dalam surat kabar, internet jika terdapat berita konflik di Timur Tengah. Konflik Israel-Palestina memang sudah berlangsung lama dan sudah tak bisa dihitung lagi berapa jumlah korban yang berjatuhan baik penduduk sipil maupun militer antara kedua negara. Tapi di sini, kita tidak akan membahas sejarah terbentunknya negara Israel yang berimplikasi kepada mengapa konflik itu bisa terjadi namun akan dibahas tentang dari mana dana Israel untuk membiayai persenjataannya sehingga bisa terus eksis melancarkan serangan ke warga-warga Palestina.
Seperti yang diketahui bahwa Israel dan Amerika Serikat (AS) adalah saudara kandung. "Kejahatan" mereka terhadap bangsa Palestina atau Libanon, tak lepas dari dukungan beberapa perusahaan raksasa yang kini kita ikut membelinya yang salah satunya adalah perusahaan minuman ringan, Coca Cola Company. Sesuai dengan konsep transnasionalisme bahwa proses di mana “hubungan internasional yang dilaksanakan oleh pemerintah telah disertai oleh hubungan indibidu-individu, kelompok-kelompok dan masyarakat-masyarakat swasta yang dapat memiliki konsekuensi-konsekuensi penting bagi berlangsu,ngnya berbagai peristiwa” (Rosenau 1980:1). Terlihat bahwa hubungan antar negara, yaitu AS-Israel telah melibatkan perusahaan yang notabene sebagai aktor no-state di dalamnya. Sekedar catatan, Coca-cola sudah berperan aktif untuk mendanai kejahatan zionisme Yahudi secara konsisten sejak tahun 1966 .

Manipulasi Amerika
Dalam hal ini Amerika yang selalu berkedok bahwa alasan mereka ingin dan turut membantu serangan Israel ke Palestina dalam hal ini Jalur Gaza yang merupakan titik utama konflik guna membantu Israel mendapatkan “tanahnya” kembali sesuai dengan doktrin tanah perjanjian merupakan sebuah manipulasi dan akal-akalan AS semata. Amerika telah membohongi dunia internasional. Di sini ada sebuah tekanan dari dalam negeri AS sendiri terkait masalah globalisasi dan ekspansi pasar global. Dalam hal ini, Coca Cola yang terus membantu mendanai Israel meminta sebuah timbal balik, yaitu dengan Israel bisa menguasai tanah Palestina maka akan semakin mudah bagi Coca Cola meluaskan pasarnya di sana. Produk Coca Cola dan Fanta banyak di Palestina . Terdapat sebuah kisah Nabil, seorang warga Qalqiya, bersama dengan ibu, istri, dan anak-anaknya pada suatu hari membeli sepetak tanah untuk dibangun sebuah vila yang indah. Ketika ia membelinya, tanah itu menghadap ke hamparan bukit dan lembah, terdiri atas berbagai tumbuhan dan pepohonan. Setiap sore hari di musim panas, anak-anak akan bermain di taman yang luas itu. Kemudian Israel merampas sebagian besar tanahnya dan hanya menyisakan 10 meter dari gerbang depan untuk dibangun tembok setinggi delapan meter dengan tebal tiga meter dari ujung kanan hingga ujung kiri, mengelilingi bekas tanah Nabil untuk pembangunan .
Kembali kepada konsep transnasionalisme bahwa keakraban Israel dan AS tidak bisa dipandang semata-mata hubungan antar dua negara yang masing-masing memiliki alasan rasional. Namun, aktor non-state yang dalam fenomena di atas adalah perusahaan Coca Cola milik AS turut campur di dalamnya yang juga turut mempengaruhi hubungan keduanya. Terlebih AS sangat rapi dalam membungkus manipulasi yang dibuatnya. Mungkin bisa dikaitkan dengan peribahasa “sambil menyelam minum air”. Sambil AS terus mendanai dan membantu Israel yang katanya untuk mendapatkan haknya atas tanah perjanjian saat itu pun semakin dikuasainya tanah Palestina dengan terus memasukkan dan mengekspansi MNCs-nya. Dalam negeri AS pasar sudah tidak bisa di perluas lagi lalu kemanakah barang ini akan dijual?. Negara lain adalah jawabannya yang salah satunya adalah tanah Palestina. Ada hubungan kerjasama di mana Kamar Dagang Amerika-Zionis Israel (AICC) akan mencari peluang bisnis di Amerika Serikat untuk mendanai proyek-proyek di zionis Israel atas nama negara zionis Israel. Sebagai contoh, imigrasi dibayar untuk memindahkan orang-orang Yahudi dari sebuah negara ke zionis Israel.
Selain itu, masih sederet perusahaan raksasa yang jelas-jelas banyak memberi andil pada Israel. Termasuk diantaranya Starbuck Coffee dan McDonald. McDonald mempunyai 30,000 restoran di 121 buah negara serata dunia. CEO Mc Donald, Jack M. Greenberg, adalah anggota Dewan Perdagangan dan Industri Amerika-Israel. McDonald Corporation adalah perusahaan yang ikut menyumbang besar ekonomi dan diplomatik Israel . Ada pula Nestle, yang produknya banyak dipakai di Indonesia. Nestle pernah menerima Anugerah Jubilee dari Perdana Menteri Netanyahu. Selain Nestle, pada tahun 1998, Roger S. Fineon, wakil perusahaan Johnson & Johnson, menerima anugerah serupa Jubilee dariPerdana Menteri Israel Netanyahu .

Penghargaan Untuk Perusahaan Terbaik Pendukung Zionis
Banyak disebutkan bahwa Coca-Cola mendukung negara zionis Israel, tapi belum banyak orang yang mengungkapkannya secara terbuka. Coca Cola mendapatkan penghargaan dari AICC (kongsi dagang AS-Israel) atas sumbangsihnya kepada zionis Israel. Coca-Cola mensponsori pelatihan dan pendidikan bagi para pekerja mengenai ideologi Zionisme. Semua itu ada di situs-situs web, di laporan-laporan penelitian. Juga, Coca-Cola telah membangun sebuah pabrik di Qiryat, di atas tanah Palestina. Dan dikatakan bahwa Coca-Cola membangun pabrik itu bekerjasama dengan Israel dalam upaya mempekerjakan para pemukim miskin .
Setelah dijelaskan sebuah fenomena di atas, ditekankan kembali bahwa hubungan internasional saat ini tidak bisa dipandang sebagai sebuah hubungan state to state yang tidak ada aktor lain selain itu. Melainkan hubungan antar negara juga sedikit banyak dipengaruhi oleh aktor non-state, individu, kelompok kepentingan yang juga turut membuat hubungan internasional dewasa ini menjadi semakin kompleks. Alasan AS membantu Israel untuk mendapatkan haknya atas “tanah perjanjian” merupakan sebuah kebohongan yang ditutupi dan penuh manipuolasi. Perlu dianalisa ulang bahwa ada sebuah aktor non-state berupa perusahaan multinasional akan kebutuhannya berkekspansi secara global

Tuesday 5 October 2010

Globalisasi dan Perubahan Gaya Hidup

By : Triono Akhmad Munib

Peradaban manusia di era ini telah menunjukkan perbuahan yang sangat pesat dan patut diperbincangkan. Hantaman globalisasi saat ini telah menjadi sebuah momok yang terus menghantui dan berkecimpung dalam sendi-sendi kehidupan kita. Bahkan bisa diakatakan kita saat ini tidak bisa lepas dari pengaruh globalisasi, dan parahnya pulan telah merubah gaya hidup kita
Di abad ke-21 yang semakin modern ini, globalisasi menjadi hal yang biasa bagi kita. Globalisasi, berarti proses yang mendunia dan sebuah upaya untuk membentuk sebuah norma dan pola yang universal dan homogen. Tentunya, semua aspek kehidupan merasakan pengaruhnya. Misalnya, di bidang transportasi. Setiap hari kita dapat melihat seluruh jalan raya dipadati oleh berbagai jenis kendaraan bermotor dan berbagai merk. Contohnya mobil. Padahal, sebelum mobil ditemukan, biasanya orang akan berjalan kaki untuk menempuh suatu perjalanan, bahkan yang sangat dalam jarak panjang sekalipun. Selain di bidang transportasi, aspek kehidupan yang terkena dampak globalisasi adalah telekomunikasi. Saat ini handphone adalah alat komunikasi yang sudah dimiliki oleh setiap orang. Handphone yang dulunya merupakan sebuah barang mewah yang hanya bisa dimiliki oleh masyarakat kelas elite. Namun seiring dengan adanya globalisasi dan pembukaan perdagangan beas membuat arus pergeseran handphone menjadi sedemikian cepat hinggan bisa dinikmati oleh kaum ekonomi terendah sekalipun. Selain handphone, yang tak kalah penting adalah internet. Globalisasi seperti mengharuskan kita untuk memiliki komputer yang dilengkapi dengan jaringan internet. Dengan internet kita bisa terhubung dengan masyarakat nan jauh di sana yang melintasi benua bahkan kawasan dunia. Internet seakan membuat jarak dan waktu bukanlah sebuah hambatan yang vital
Di bidang bisnis kuliner, pengaruh globalisasi juga cukup besar. Makanan khas Barat menjadi sangat populer di seluruh dunia. Contohnya Pizza Hut, KFC, CFC, Hoka Hoka Bento, dan sebagainya. Hal ini menyebabkan makanan khas dalam negeri menjadi kurang diminati dan juga industri kuliner dalam negeri mengalami persaingan yang cukup kuat. Yang tak kalah penting, aspek kehidupan yang juga merasakan dampak globalisasi adalah fashion. Jika dianalisa kembali, Indonesia yang identik dengan budaya Timur sudah kehilangan arahnya. Kita telah bangga memakai produk fashion gaya Barat yang di mana di satu sisi bertentangan dengan budaya Ke-Timuran kita yang lebih sopan dan tertutup.
Dari beberapa aspek yang saya coba jelaskan tadi, jelas bahwa globalisasi sangat berpengaruh pada seluruh aspek kehidupan. Setiap orang memang dapat secara langsung merasakan pengaruhnya. Sebagai warga masyarakat yang baik dan objektif, kita harus bisa menghadapi pengaruh globalisasi. Globalisasi akan menjadi ‘milik kita’ dalam arti kita akan bisa eksis dalam kondisi globalisasi ini apabila kita bisa dan pandai dalam menganalisanya. Kita harus bisa mengambil nilai-nilai positif dan membuang nilai-nilai negatifnya. Misalnya, dengan melakukan seleksi budaya asing yang masuk ke dalam negeri kita. Kita harus bisa memilih budaya yang baik, yang tidak bertentangan dan bisa diimplementasikan dengan norma-norma yang ada di negeri kita. Karena budaya dalam negeri adalah ciri khas dan jati diri negeri kita sendiri, yang harus kita jaga.
Jadi ada banyak cara yang bisa kita lakukan untuk menghadapi pengaruh globalisasi yang semakin menghantam peradaban manusia. Kita boleh merasakan pengaruhnya, namun kita harus mengambil dampak positifnya, dan membuang dampak negatifnya.

Friday 1 October 2010

Suksesi Kepemimpinan dan Masa Depan Korut

By : Triono Akhmad Munib

Sepekan ini media internasional baik elektronik maupun cetak ramai memberitakan proses suksesi kepempimpinan Kim Jong Il kepada pemimpin berikutnya yang gembar-gembor akan diberikan kepada Kim Jong Un, anak lelaki Jong Il. Tetapi bisa dikatakan media massa tersebut membuat sebuah prediski semata karena memang sulit untuk mencari data dan fakta tentang bagaimana proses suksesi yang sebenarnya terjadi di sana. Itu tak lepas dari sistem pemerintahan Korea Utara (Korut) sendiri yang komunis dan sangat menjaga serta berhati-hati atas informasi atas negaranya atau bahkan mengisolasi dirinya terhadap pergaulan dunia. Ada yang menyebutkan suksesi ini dipercepat karena kondisi kesehatan Jong Il yang terus memburuk bahkan ada media yang menyebut sudah meninggal.
Terlepas dari pemberitaan media. Proses suksesi kepemimpinan ini merupakan sebuah era baru dalam menatap masa depan Korut, yang pastinya bisa terus melanggengkan sistem komunis itu sendiri. Mengganti dan mencari sosok Jong Il tidak semudah membalik telapak tangan. Bahkan Jong Un sendiri pun yang notabene anak laki-lakinya belum tentu bisa menyamai gaya kepemimpinan ayahnya. Akan terus dilakukan penggemblengan kepada para calon pengganti Jong Il agar pada saat memimpin tidak mengubah sistem yang telah diciptakan oleh the founding father Korut yaitu mendiang Kim Il Sung ayah dari Kom Jong Il. Menurut berita yang dilansir Kompas pada tanggal 30 September 2010, dalam rapat besar Korut dalam 30 terakhir memberikan Jong Un pangkat jenderal bintang empat. Dan sehari setelah pemberian pangkat tersebut, dalam rapat lanjutan pada Rabu 29 September 2010 Jong Un diberikan posisi strategis yaitu sebagai Wakil Ketua Komisi Militer Pusat Partai Pekerja Korea. Dari fakta di atas mungkin bisa ditarik sebuah prediksi hipotesis bahwa Jong Un kian berkuasa dan bisa jadi salah satu kandidat kuat pengganti ayahnya, Jong Il.
Namun disamping itu, Jong Un yang usianya masih terlalu muda membuatnya kurang akan pengalaman. Dan juga masalah kepribadiannya, menurut teman sekelas Jong Un saat masih bersekolah di Liebefeld-Steinhoelzi Swiss, Joao Micaelo mengatakan bahwa Jong Un adalah sosok seorang yang tampak seperti siswa lainnya yang suka olahraga, nonton film, komputer, dan tentu saja menggoda cewek (Kompas, 30 September 2010). Jong Un menurut Micaelo seorang penggemar basket dan playstation. Game playstation yang paling disukainya adalah basket. Saat itu Jong Un masih berusia 16 tahun. Jika memang pada akhirnya tampuk kekuasaan jatuh ke tangan Jong Un, maka setidaknya ia harus mengubah dirinya menjadi seorang yang bisa menyerupai ayahnya yang penuh dengan kontroversi. Karena ia akan membawa masa depan Korut, apakah masih bisa dipertahankan sistem komunis tersebut atau bisa-bisa berubah menjadi negara yang liberal