Thursday 17 June 2010

Kemunculan Teori Alternatif HI

SOAL :
1. Mengapa muncul berbagai alternatif persfektif terhadap realisme dan liberalisme dalam studi HI?
2. Sekarang ini muncul berbagai gerakan seperti gerakan anti perang, gerakan anti-neolib, gerakan feminisme, gerakan linkungan hidup, gerakan terorisme, gerakan gay dan lesbian, gerakan anti-rasisme dan gerakan-gerakan sejenisnya yang kegiatan mereka seringkali lintas negara. Bisakah persfektif realisme menjelaskan munculnya gerakan-gerakan di atas? Jelaskan jawaban anda!
3. Jelaskan mengapa gerakan-gerakan di pertanyaan nomor 2 muncul dan apa tujuannya, dengan menggunakan satu persfektif alternatif yang telah anda pelajari. Gunakan satu contoh kasus saja.

By : Triono Akhmad Munib


JAWABAN :

1.
Kemunculan teori alternatif hubungan internasional saat ini seperti: teori kritis, konstruktivisme, feminisme, posmodernisme, world system, dll bukanlah tanpa sebab. Itu semua muncul karena teori hubungan internasional realisme dan liberalisme bisa dikatakan kurang bisa menjawab dan meramalkan kondisi hubungan internasional saat ini
Seperti apa yang dikatakan Jack Donnelley dalam tulisannya yang berjudul Realism dalam buku Theories of International Relations menyatakan bahwa realisme bukan merupakan teori preskriptif, atau teori yang memberikan petunjuk. Selain itu, realisme juga teori yang fokusnya terlalu sempit. Jackson dan Sorensen menambahkan bahwa realisme gagal menangkap perluasan politik internasional. Realisme hanya menjelaskan masalah politik internasional melalui aspek historis. Para scholar hanya melihat berdasarkan pengalaman yang pernah terjadi, seperti Thucydides yang mengangkat teori realisme klasik berdasarkan fakta persaingan state pada masa Yunani kuno. Sedangkan ketidakmampuan realis dalam memprediksikan apa yang akan terjadi dalam politik internasional semakin nyata terlihat manakala tidak dapat menjelaskan dan menangkap adanya aktor penting lain yang bukan negara. Misalnya saja transnasional company (TNC) dan Lembaga Swadaya Masyarakat atau NGO. Padahal pada saat ini NGOs dan TNCs memiliki peran penting dalam mempengaruhi aktor negara untuk membuat kebijakan sesuai dengan kepentingan mereka. Kurang terbukanya realisme terhadap perubahan konstelasi politik internasional ini menyebabkan kurang “luwes”nya teori realisme jika diterapkan pada kondisi dunia saat ini.
Kemudian perlu juga dikritik bahwa argumen realis yang menyatakan bahwa anarki adalah suatu yang alamiah dan takdir atau terlihat seperti seseuatu yang biasa. Menurut pandangan posmodernisme yang apa yang dikatakan oleh Der Derrian tentang pembacaan ganda (double reading). Ternyata di sini, konsep anarki itu diciptakan oleh aktor hubungan internasional untuk maksu dan tujuan tertentu.

Kemudian liberalisme pun juga bisa dikatakan gagal dalam menganalisa hubungan internasional. Salah satu contoh dari produk liberal adalah perdagangan bebas (free trade). Ternyata, free trade pun tidak membawa kemakmuran seperti apa yang diyakini para kaum liberalis bahwa perdagangan bebas akan membawa kemakmuran. Salah satu bukti nyata adalah perdagangan bebas membuat krisis pangan.
Krisis pangan yang terjadi belakangan ini adalah bentuk nyata kegagalan model pembangunan pertanian yang berlandaskan perdagangan bebas pertanian dan pangan. Krisis ini adalah buah dari hasil rekayasa kebijakan pangan dan pertanian dari bank-bank multilateral seperti IMF, Bank Dunia, ADB, IFC dll yang didukung oleh negara maju baik melalui Program Penyesuaian Struktural (Structural Adjusment Programs/SAP), organisasi perdagangan dunia atau WTO dan berbagai kesepakatan perdagangan bebas (Free Trade Agreement/FTA) secara bilateral maupun regional dengan negara lain seperti dengan Jepang melalui IJEPA, ASEAN dll. Produsen pangan (petani kecil, perempuan, nelayan tradisional dan masyarakat adat) telah kehilangan pengetahuan dan pengalamannya dalam memproduksi, konsumsi dan distribusi pangan secara berkelanjutan karena negara telah kehilangan kedaulatan untuk melindungi, memenuhi dan menghormati hak warga negaranya atas pangan.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kemunculan teori-teori alternative HI merupakan jawaban dari kegagalan teori HI klasik (realis dan liberalis) untuk merumuskan perkembangan dunia internasional saat ini sehingga muncul teori-teori alternatif HI yang mencoba untuk membuka pikiran manusia atas sistem yang terlihat mapan saat ini.

2.
Menurut saya, prespektif realis jelas tidak bisa menjawab munculnya gerakan-gerakan di atas. Di sini, saya ambil satu contoh gerakan, yaitu gerakan lingkungan hidup. Berangkat dari asumsi realis yang menyebutkan bahwa aktor dalam hubungan internasional hanya negara. Tetapi gerakan lingkungan hidup tersebut menunjukkan bahwa aktor dalam hubungan internasional sebenarnya tidak hanya negara. Aktor tersebut bisa berupa non-stae actor seperti: MNCs (Multinational Coorporations), TNCs (Transnational Coorporations), NGO (Non-government Organization), individu, dll. Gerakan lingkungan hidup merupakan aktor NGO yang bisa mempengaruhi negara dan hubungan internasional saat ini
Gerakan lingkungan hidup yang muncul dan berkembang pada dekade 70-an dan 80-an mendapat dukungan publik yang belum pernah sedemikian kuatnya selama abad ini. Alasan pertama adalah bahwa kelompok-kelompok kepentingan yang bermunculan di sekitar masalah lingkungan adalah kelompok yang sangat mengedepankan kepentingan masyarakat umum, dan sama sekali tidak menonjolkan pamrih individu atau kelompok tertentu. Mereka tidak terikat sama kelompok kekuasaan sehingga benar-benar indenpenden.
Gerakan lingkungan hidup ini mengkritik modernitas dengan proyek industrialisasi telah menimbulkan permasalahan baru dalam kalangan umat manusia dan mengkritik kemapanan sistem yang dibuat oleh realis yang tampak seolah-olah alamiah. Gerakan ini muncul akibat terlalu dominannya peran negara sehingga membuat suara rakyat tidak pernah didengar oleh pemerintah. Gerakan ini, secara tidak langsung akan menjadi suatu aktor tersendiri selain negara di duina internasional. Green Movement merupakan suatu gerakan yang bisa dikatakan sudah menglobal saat ini seiring dengan perubahan iklim bumi yang semakin ke arah kehancuran. Gerakan ini secara tidak langsung akan mempengaruhi negara jika mereka ingin membuat suatu kebijakan, terutama kebijakan tentang industrialisasi yang akan dijalankan. Saat ini, pasca Konferensi Iklim di Copenhagen, negara dituntut untuk menjalankan industri dengan berbasis save the earth. Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa saat ini negara tidak menjadi aktor utama yang bisa mempengaruhi dunia seperti apa yang dikatakan kaum realis. Tetapi gerakan lingkungan hidup tersebut yang notabene aktod NGO bahkan bisa mempengaruhi negara dan dunia

3.
Kemunculan gerakan-gerakan di atas dewasa ini bukanlah tanpa sebab. Itu semua terjadi karena adanya penolakan terhadap sistem dunia yang tercipta saat ini. Di mana, seolah-olah sistem tersebut terlihat ‘mapan’, objektif dan alamiah. Di sini, saya mengambil contoh gerakan anti-perang, yang lebih khususnya yaitu gerakan anti-perang terhadap Afghanistan dan tuntutan akan penarikan militer AS dari Afghanistan
Seperti apa yang dikatakan kaum realis bahwa secara alamiah dunia ini anarki. Di sini, saya berangkat dari pemikiran posmodernisme bahwa kita perlu melihat kembali secara ontologis. Apa benar dunia ini memang secara alamiah anarki atau pada dasarnya manusia adalah jahat. Sesuai dengan apa yang dikonsepkan oleh Der Derrian (1989 : 6) bahwa diperlukan adanya pembacaan ganda (double reading) yang berarti :

“Seseorang dalam menerima suatu wacana, suatu teks yang telah
diproduksi oleh pemilik kepentingan untuk tujuan tertentu harus
membandingkan wacana yang satu dengan wacana lain dalam
pembentukan intepretasi terhadap dunia sosial”

Kondisi anarki ternyata bukan benar-benar suatu yang alamiah. Dengan melakukan pembacaan ganda, ternyata anarki telah diciptakan sedemikian rupa untuk tujuan tertentu sehingga anarki tampak secara alamiah. Misalnya ketika dunia sedang memusatkan perhatian pada peristiwa penabrakan gedung WTC 11 September 2001, kerangka pikir posmodernisme dapat mendekonstruksi apa kepentingan AS dalam menempatkan label ‘terorisme’ pada pihak-pihak tertentu sehingga kemungkinan perang dan terbawa oleh konstruksi perang seperti pada era Perang Dunia dan Perang Dingin akan dapat dihindarkan.
Menarik untuk diamati bahwa wacana tentang terorisme tidak bisa dilepaskan dari awal mula kampanye perang melawan terorisme oleh Amerika Serikat. Serangan 11 September 2001 menjadi tonggak penting bagi pemerintahan sayap kanan konservatif George W Bush untuk mengabsahkan "perang melawan terorisme", yang ujung-ujungnya adalah pembasmian terhadap aktivitas-aktivitas bersenjata kelompok Al-Qaeda dan teman-temannya, termasuk negara-negara yang dianggap mensponsori terorisme, yaitu Irak di bawah pemerintahan Saddam Hussein dan Afghanistan di bawah pemerintahan Talib.
Kita perlu melakukan pembacaan berulang lagi di sini. Ternyata, Kampanye "perang melawan terorisme" oleh Amerika Serikat adalah produk ideologi sayap kanan. Harap dicatat bahwa dalam selubung ideologi, sebagaimana ditemukan oleh Karl Manheim, selalu ada ketidakpercayaan dan ketakutan terhadap pihak lain
Kampanye itu masih dibubuhi dengan atribut yang efektif: terorisme internasional sebagai ancaman global. Sebetulnya, sulit untuk menjustifikasi terminologi teorisme internasional sebagai ancaman global. Sebab, data-data , bahkan data dari Departemen Pertahanan AS sendiri menunjukkan bahwa insiden-insiden teror pada skala domestik sebenarnya jauh lebih banyak dibandingkan insiden teror berskala internasional. Lalu, mengapa terorisme internasional menjadi ancaman? Jawaban cukup jujur sebenarnya sudah diberikan oleh Kementerian Luar Negeri AS dalam laporannya, "Karena, terorisme internasional membawa dampak langsung terhadap Amerika Serikat." (Laporan Kementerian Luar Negeri AS, Review of Terrorism).
Lima tahun setelah perang melawan terorisme dikumandangkan, kampanye itu kini makin kuat menjadi "perang global melawan terorisme". Namun, lima tahun sejak saat itu, jawaban atas pertanyaan mendasar masih tetap belum tersedia secara memuaskan. Pertanyaan mengenai siapakah dan apakah terorisme itu, masih tetap menjadi sesuatu hal yang kabur. Invasi AS ke Afghanistan semakin tidak menyurutkan gerakan terorisme. Terorisme malah semakin bermuculan
Kembali kepada teori posmodernisme tentang pembacaan ganda. Isu terorisme tersbut merupakan suatu formulasi wacana. Secara teoritik, formulasi wacana itu disebut sebagai political discourse (diskursus politik). Diskursus dalam pengertian ini adalah sistem "praktik-praktik bermakna dan praktik-praktik pemaknaan" yang membentuk identitas subjek dan objek.
Diskursus selalu mencakup tiga elemen penting. Yakni, konstruksi antagonisme, dikotomi antara "pihak dalam" (insiders) dan "pihak luar" (outsiders), serta logika nodal points. Nodal points ini berfungsi untuk strukturisasi elemen-elemen ke dalam sistem makna. Nodal points menjadi signifiers (penanda) utama atau points reference (de capiton menurut Lacan) yang menyatukan sistem makna atau "rantai signifikasi". Sebagai contoh, dalam wacana komunis di Eropa Timur, kata kebebasan, negara, dan demokrasi mendapat makna baru di sekitar kata "komunisme''. Dalam hal ini, komunisme berfungsi sebagai nodal point.
Begitu pula halnya dalam fenomena terorisme. Kata "terorisme" dan "perang melawan terorisme" menjadi nodal point atau titik awal referensi bagi makna kekerasan, pengeboman, radikalisme dan Islam. Diskursus politik terorisme kini makin jelas membentuk identitas subjek-objek, yakni Amerika Serikat dan sekutu sebagai subjek melawan Al Qaedah dan sekutunya sebagai objek.
Di sini, terorisme internasional saya katakan sebagai konstruksi ideologis semata. Ideologi sesungguhnya adalah proses signifikasi. Ideologi menjadi penting karena siapa saja yang mampu mengendalikan proses signifikasi itu memiliki kekuasaan untuk mendefinisikan realitas. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan mengapa muncul gerakan anti-perang terhadap Afghanistan dan tuntutan akan penarikan militer AS dari Afghanistan. Itu semua karena “terorisme” merupakan buah kepentingan AS semata

Wednesday 9 June 2010

Deskripsi Metode Dengan Tema Terkait

By : Triono Akhmad Munib

I.TOPIK
Topik atau judul yang saya akan angkat adalah sebagai berikut :
Upaya NATO (North Atlantic Treaty Organization) dalam Memberantas Terorisme Dunia Pasca Peristiwa Penabarakan Gedung WTC 11 September 2001

II.METODE
Metode yang akan digunakan untuk meneliti judul di atas adalah dengan menggunakan metode :
1.Metode deskriptif, yaitu metode secara mendalam memberikan gambaran terhadap kondisi realitasnya. Upaya memberikan gambaran realitas secara akurat
2.Metode analisis, yaitu suatu metode dengan serangkaian tindakan dan pemikiran untuk menelaah suatu hal secara mendalam
3.Metode klasifikasi, menggambarkan menggambarkan adanya pengelompokan objek kajian teratur untuk memudahkan pencarian adanya hubungan timbal balik

III.DESKRIPSI
Judul atau topik yang saya diambil di atas akan dijabarkan melalui tiga metode, yaitu : metode desktriptif, analisis, dan terakhir klasifikasi. Berikut penjelasan bagiamana mengkaitkan judul yang diambil dengan metode yang digunakan
1.Metode deskriptif
Dengan menggunakan metode deskriptif akan dijabarkan secara detail tentang :
•Seperti apa sebenarnya NATO
North Atlantic Treaty Organization (NATO) atau Pakta Pertahanan Atlantik Utara adalah sebuah aliansi militer yang beranggotakan negara-negara di daerah Amerika Utara dan Eropa. NATO didirikan di Washington DC pada tanggal 4 April 1949. Ada 12 negara yang menandatangani piagam pendirian NATO, yaitu Perancis, Luxemburg, Belanda, Inggris, Kanada, Denmark, Eslandia, Italia, Norwegia, Portugis, Amerika Serikat, dan Belgia
•Oranisasi dalam bidang apa NATO
Tujuan didirikannya NATO adalah untuk menjaga perdamaian dan keamanan bagi para negara anggotanya dalam bidang politik, militer, dan pertahanan dalam menghadapi ancaman. Inti dari piagam NATO adalah kesepakatan dari negara-negara penanda tangan tersebut untuk membentuk pertahanan bersama
•Siapa negara anggota NATO
Anggota NATO pada awalnya hanya beranggotakan 12 negara. Namun sekarang NATO beranggotakan 28 negara. Tahun 1952, Yunani dan Turki bergabung dengan NATO. Jerman Barat begabung dengan NATO pada tahun 1955. Kemudian tahun 1982 Spanyol mulai bergabung, sedangkan pada tahun 1990 Jerman menjadi angota NATO (menggantikan Jerman Barat), setelah Jerman Barat dan Jerman Timur bersatu
Panglima Tertinggi Sekutu Eropa (SACEUR) yang pertama adalah Jenderal Dwight D. Eisenhower, seorang Jenderal Angakatan Darat Amerika Serikat yang dilantik oleh Dewan Atlantik Utara pada tanggal 19 Desember 1950. Sekretaris Jenderal NATO saat ini adalah Jaap de Hoop Scheffer, mantan Menteri Luar Negeri Belanda. Berikut 28 negara anggota NATO, diantaranya :
1. Albania 15. Latvia
2. Amerika Serikat 16. Lithuania
3. Belanda 17. Luxemburg
4. Belgia 18. Norwegia
5. Bulgaria 19. Perancis
6. Denmark 20. Polandia
7. Eslandia 21. Portugal
8. Estonia 22. Republik Ceko
9. Hongaria 23. Romania
10. Inggris 24. Slovakia
11. Italia 25. Slovenia
12. Jerman 26. Spanyol
13. Kanada 27. Turki
14. Kroasia 28. Yunani
•Bagaimana Peristiwa Penabrakan Gedung WTC 11 September 2001
Serangan 11 September 2001 ialah empat serangan terorisme yang terjadi pada tanggal 11 September 2001 atau biasanya dikenal Peristiwa 9/11. Mereka mengambil empat pesawat dan menabrakkan ketiganya ke bangunan di Amerika Serikat. Sebenarnya targetnya ada empat bangunan, namun pada kasus terakhir, para teroris gagal. Sekitar 3.000 orang tewas dalam serangan terorisme ini. Berikut adalah kronologi penabrakannya :
1.American Airlines Penerbangan 11, yang menabrak menara World Trade Center utara
2.United Airlines Penerbangan 175, yang menabrak menara World Trade Center selatan
3.American Airlines Penerbangan 77, yang menabrak The Pentagon.
4.United Airlines Penerbangan 93, yang menabrak ke tanah.
Para teroris itu ingin menabrakkan pesawat ke U.S. Capitol Building atau Gedung Putih. Penumpang di pesawat itu mencoba mengambil alih pesawat, dan para teroris menabrakkan pesawat cepat saat pesawat jatuh. Tiap orang dari keempat pesawat tewas, termasuk seluruh penabraknya. Ribuan jiwa di World Trade Center dan Pentagon juga tewas, dan kedua menara World Trade Center jatuh dan hancur. Inilah serangan terbesar oleh orang non-Amerika pada AS sejak 1814.

2.Metode analisis
Langkah berikutnya adalah menganalisa data, materi, dan bahan-bahan yang terkumpul dan akan dianalisa data-data tersebut. Di sini, saya akan mempertanyakan :
•Mengapa NATO ikut terlibat pada program pemberantasan terorisme
Pasal terpenting dari piagam pendirian NATO adalah “Serangan bersenjata terhadap satu atau lebih dari mereka di Eropa atau Amerika Utara akan dianggap sebagai serangan terhadap mereka semua” .
Dari komitmen di atas, maka NATO yang juga beranggotakan Amerika Serikat mau tidak mau harus ikut pula dalam program tersebut. Karena serangan tersebut tidak hanya menjadi ancaman bagi AS semata melainkan juga seluruh anggota-anggota NATO
•Siapa sebenarnya dalang dibalik program pemberantasan terorisme tesebut
Kebijakan pemberantasan teroris bukanlah kebijakan yang dikeluarkan oleh Presiden AS saat itu, George W. Bush dalam pidatonya sejam setelah terjadi persistiwa tersebut. Jadi, yang berkepentingan di sini, sebenarnya adalah AS

3.Metode klasifikasi
Setelah melakukan analisa, selanjutya akan diklasifikasikan atau dikelompokkan dalam bidang apa saja upaya NATO dalam mensukseskan program pemberantasan terorisme. Terdapat dua sektor yang diupayakan NATO, yaitu :
1.Sektor Militer
•Pembangunan Missil
Rencana pembangunan sistem pertahanan misil AS di Polandia dan Ceko meliputi penempatan alat penangkal rudal, yaitu 10 rudal pencegat (interceptor missiles) di Polandia dan sebuah stasiun radar (tracking radar site) di Republik Ceko. AS menyatakan bahwa ballistic missile proliferation “meningkatnya ancaman terhadap kekuatan, wilayah, dan penduduk sekutu-sekutu AS” (an increasing threat to allied forces, territory and populations).
• Penerapan Cyber Defence
Merupakan usaha NATO dalam memerangi teroris melalui dunia maya setelah serangan teroris 11 september. Dengan cara melindungi sistem informasi dan komunikasi yang bisa menimbulkan perpecahan melalui akses ilegal dan serangan teroris dalam dunia maya.
Cyber defence NATO berusaha mengidentifikasi kemungkinan serangan di seluruh dunia, khususnya negara anggota NATO, sebelum serangan itu terjadi. Namun langkah ini ibarat mencari jarum dalam tumpukan jerami , karena serangan terhadap sistem komputer dan internet dapat terjadi dimana saja dan kapan saja . hal ini memaksa NATO memperluas usaha antisipasi hingga mencakup kepentingan masyarakat umum. Karena para teroris tentu tahu bahwa kebutuhan negara seperti gas, air, listrik, pertahanan dan sistem keuangan diatur melalui jaringan komputer dan internet. Untuk mengantisipasi serangan lewat dunia maya, NATO mendirikan badan kusus yang berpusat di Estonia yang disebut cyber defence centre of excellence.seperti halnya dalam bidang militer, badan ini juga memberikan pendidikan dan pelatihan di berbagai tingkat, bukan hanya untuk spesialis bidang teknologi komunikasi dan administrator keamanan melainkan juga untuk semua anggota militer. Kini daftar negara yang bergabung dangan badan ini semakin panjang. Mereka bersama-sama mengembangkan strategi untuk mencegah, mendeteksi dan memerangi serangan di dunia maya
•Batalyon Pertahanan NATO Dari Serangan Senjata Kimia, Biologi, Radiologi dan Nuklir
Merupakan badan NATO yang secara khusus dilatih dan diperlengkapi untuk menghadapi serangan senjata kimia, biologi, radiologi dan nuklir terhadap pasukan NATO atau populasi.
Dibentuk tahun 2003 oleh Tim Penilaian serangan Senjata kimia, biologi, radiologi dan nuklir (CBRN), dan mulai beroperasi pada tahun 2004. Dasar pembentukannya adalah Pertemuan Praha 2002. Pertemuan ini menghasilkan 2 kesepakatan sebagai dasar terbentuknya Batalyon Pertahanan NATO dari serangan senjata Kimia, Biologi, Radiologi dan Nuklir, yaitu:
1.Pembentukan prototipe laboratorium analisa penyebaran senjata kimia, biologi, radiologi dan nuklir.
2.Pembentukan Tim respon dari serangan senjata nuklir, biologis dan kimia.
Pada intinya batalyon ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pertahanan aliansi terhadap senjata pemusnah massal.
•Operasi Militer Ke Negara Basis Teroris
Negara-negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) pekan ini akan memulai Konferensi Tingkat Tinggi mereka, yang akan membahas wewenang pasukan reaksi cepat NATO untuk menyerang sarang teroris di suatu negara kendati tanpa persetujuan negara yang bersangkutan.
Laporan koran terbitan Inggris, The Guardian, baru-baru ini mengutip beberapa sumber di Inggris yang menyebutkan, pasukan reaksi cepat NATO yang baru akan menyerang sarang teroris di wilayah manapun di dunia ini dengan atau tanpa izin negara yang bersangkutan.
2.Kerjasama NATO Dengan Organisasi Internasional
•NATO dan United Nations (PBB)
Di sini NATO mengikat sebuah komitmen bersama dengan PBB melalui Security Council (Dewan Keamanan) yang di mana memiliki peran penting dalam perdamaian dunia untuk perang melawan terorisme di muka bumi. Kerjasama tersebut menghasilkan sebuah lembaga yang diberi nama “Counter Terrorism” yang berperan aktif dalam menangani masalah terorisme dunia
•NATO dan The Organization for Security and Co-operation In Europe (OSCE)
NATO menggandeng The Organization for Security and Co-operation In Europe (OSCE) untuk ikut serta perang melawan terorisme dunia. NATO dengan Amerika Serikat sebagai negara yang terkena serangan teroris mencoba mencari dukungan dan negara-negara Eropa melalui Organisasi Keamanan Eropa dengan membentuk “Pasukan Reaksi Cepat” untuk turut membantu memberantas terorisme dari sarangnya.
• NATO dan The Organization for The Prohibition of Chemical Weapons
NATO dan negara-negara anggota terkait dengan senjata biologis bekerja sama dengan The Organization for The Prohibition of Chemical untuk melarangan menggunakan bahan-bahan kimia, biologi, dan bahan beradiasi tinggi (termasuk nuklir) seperti yang dipakai para terorisme akhir-akhir untuk menyerang penduduk sipil. Kerjasama ini dikemas dalam The Science for Peace and Security Programme (SPS). NATO dan negara-negara anggota mempromosikan untuk menghentikan pembuatan senjata menggunakan bahan kimia, biologi, dan beradiasi tinggi.

Can Be Political Science Emulate Natural Science?

By : Triono Akhmad Munib

A.Introduction
Ilmu politik merupakan ilmu yang mempelajari suatu segi khusus dari kehidupan masyarakat yang menyangkut soal kekuasaan. Secara umum ilmu politik ialah ilmu yang mengkaji tentang hubungan kekuasaan, baik sesama warga Negara, antar warga Negara dan Negara, maupun hubungan sesama Negara. Yang menjadi pusat kajiannya adalah upaya untuk memperoleh kekuasaan,usaha mempertahankan kekuasaan, pengunaan kekuasaan tersebut dan juga bagaiman menghambat pengunan kekuasaan.
Ilmu politik mempelajari beberapa aspek, seperti :
1.Ilmu politik dilihat dari aspek kenegaran adalah ilmu yang memperlajari Negara, tujuan Negara, dan lembaga-lembaga Negara serta hubungan Negara dengan warga nwgaranya dan hubungan antar Negara.
2.Ilmu politik dilihat dari aspek kekuasaan adalah ilmu yang mempelajari ilmu kekuasaan dalam masyarakat, yaitu sifat, hakikat, dasar, proses, ruang lingkup, dan hsil dari kekuasaan itu.
3.Ilmu politik dilihat dari aspek kelakuan politik yaitu ilmu yang mempelajari kelakuan politik dalam sistem politik yang meliputi budaya politik, kekuasaan, kepentingan dan kebijakan.
Kembali kepada soal di atas tentang kombinasi metode penelitian kuantitatif dan kualitatif dalam ilmu politik. Memunculkan sebuah pertanyaan bisa/tidak ilmu politik diteliti dengan menggunakan metode kuantitatif layaknya ilmu alam?. Sebelumnya kita harus mengetahui apa itu metode kualitatif dan kuantitatif. Berikut penjelasannya. Metode kualitatif adalah cara penjelasan dengan mengemukakan kualitas dari obyek, berupa statement logika.sedangkan metode kuantitatif adalah penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya. Tujuan penelitian kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model-model matematis, teori-teori dan/atau hipotesis yang berkaitan dengan fenomena alam

B.Analysis
Dalam bagian analisa, di sini saya berdiri pada posisi kualitatif. Menurut saya, sulit membuat atau memasukkan ilmu politik ke dalam metode kuantitatf. Pada dasarnya ilmu politik adalah ilmu sosial yang di mana kondisi sosial sulit untuk dijadikan sesuatu yang obyektif karena kejadian-kejadian sosial sifatnya terus berubah-ubah. Kondisi sosial langsung menyangkut pada individu-individu sebagai objeknya. Untuk lebih jelas di bawah ini terdapat tabel perbedaan metode kualitatif dan kuantitatif

No. Asumsi Pertanyaan Kuantitatif Kualitatif
1 Asumsi ontologis Apakah sifat dasar
realitas? Realitas bersifat objektif dan singular, terpisah dari peneliti
Realitas bersifat subjektif dan ganda sebagaimana
terlihat oleh partisipan
dalam studi
2 Asumsi Epistimologis Bagaimana
hubungan antara
peneliti dengan
yang diteliti? Peneliti independen dari
yang diteliti
Peneliti berinteraksi dengan
yang diteliti

3 Asumsi aksiologis Bagaimana
peranan dari nilai?
Bebas nilai dan
menghindarkan bias Sarat nilai dan bias

4 Asumsi retoris Bagaimana
penggunaan bahasa
penelitian
 Formal
 Berdasar definisi
 Impersonal
 Menggunakan bahasa
kuantitatif • Informal
• Mengembangkan
keputusan-keputusan
• Personal
• Menggunakan bahasa
kualitatif
5 Asumsi metodologis Bagaimana dengan
proses penelitian?
Proses deduktif
 Sebab akibat
 Desain statis-kategori membatasi sebelum studi
 Bebas konteks
 Generalisasi mengarah
 pada prediksi, eksplanasi dan pemahaman
 Akurasi dan reliabilitas melalui validitas dan reliabilitas
Proses induktif
• Faktor-faktor dibentuk secara simultan
• Desain berkembang- kategori diidentifikasi selama proses penelitian
• Ikatan konteks
• Pola dan teori dibentuk untuk pemahaman
• Akurasi dan reliabilitas dibentuk melalui verifikasi


Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa metode kualitatif-lah yang bisa digunakan dalam penelitian ilmu politik. Berikut adalah penjelasan dari tabel di atas:
1.Asumsi ontologis
Dalam asumsi ontologis sifat dasar dari realitas ilmu politik adalah sangat subjektif. Karena objek dari ilmu politik adalah langsung menyangkut pada individu. Misalnya : Kebijakan Amerika Serikat (AS) yang memberi label teroris pada Afghanistan merupakan suatu interpretatif yang subjektif sifatnya. Mungkin hanya AS dan sekutu-sekutunya yang setuju dengan asumsi teroris tersebut. Tetapi negara-negara lain tidak demikian, apalagi negara-negara Islam mereka menganggap Afghanistan bukanlah negara yang sarat dengan terorisme
2.Asumsi aksiologis
Untuk bisa bebas dari nilai seperti apa yang diungkapkan kuantitatif, ilmu politik kiranya sulit untuk itu. Karena ilmu politik sarat dengan nilai dan pengalaman subjektif. Misalnya saja teori realisme diciptakan oleh H. J. Morgethau pada kondisi dan waktu tertentu yaitu di mana dunia dalam keadaan perang.
3. Asumsi retoris
Dalam posisi ini, maka ilmu politik diteliti dengan mengembangkan suatu keputusan-keputusan yang di mana kita harus menyusun itu semua. Tidak bisa ilmu politik diteliti dengan menggunakan suatu definisi absolute seperti apa yang dikemukan oleh kuantitatif
4.Asusmsi metodologis
Proses penelitian dalam ilmu politik yangt menyangkut akurasi dan realibilitas dibentuk melalui verifikasi. Di sini, peneliti mengumpulkan segala dokumen-dokumen, pernyataan-pernyataan, statemen-statemen dari kejadian sosial dari tema yang ditelitinya. Dan kemudian mencoba membuat suatu hipotesis dengan melakukan suatu verifikasi data. Misalnya serangan militer Israel ke kapal Mavi Marmara apakah benar bentuk suatu defense karena pihak Israel merasa terancam dengan kedatangan kapal tersebut. Kita perlu mengumpulkan data dan membuat verifikasi. Tidak bisa akurasi ilmu politik dibentuk melalui sebuah validitas dengan memasukkan rumus-rumus untuk mencapai nilai yang benar-benar valid/mutlak
5.Asumsi epistimologis
Jika dalam ilmu alam, posisi peneliti dengan yang diteliti harus independen guna untuk mencapai kesimpulan yang bebas nilai. Maka ilmu politik tidaklah demikian, peneliti dengan yang diteliti haruslah langsung bersinggungan karena objek dari ilmu politik tersebut adalah langsung mengena pada individu

C.Conclusion

Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sulit rasanya ilmu politik yang notabene cabang dari ilmu sosial mencoba mengemulasi atau meniru metodologi ilmu kealaman (natural science) yaitu kuantitatif. Karena ilmu alam bersifat objektif dan bebas dari nilai sedangkan ilmu politik adalah sarat dengan nilai dan sangat subjektif
Suatu teori yang diciptakan oleh ilmu politik dipengaruhi oleh kondisi, ruang dan waktu tertentu. Sehingga membuat teori ilmu politik kadang sulit diterapkan pada suatu kondisi yang berbeda dari sebelumnya. Sangatlah tidak mungkin membuat suatu penelitian ilmu politik yang benar-benar objektif dengan memasukkan rumus-rumus untuk mencapai validitas murni. Ilmu politik dismpulkan melalui verifikasi data. Jadi, menurut pendapat saya sulit untuk ilmu politik untuk bisa meniru metodologi ilmu kealaman

Friday 4 June 2010

Contoh Kasus Hukum Laut Internasional

Rumusan Masalah : Buatlah suatu contoh kasus di bidang hukum laut dan berikan alternatif pemecahan kasus tersebut dengan mengacu pada ketentuan-ketentuan konvensi 1982!

By : Triono Akhmad Munib

CASE : PEREBUTAN PULAU DOKDO OLEH JEPANG DAN KOREA SELATAN

Dalam menjawab pertanyaan di atas saya mengambil kasus sengketa Pulau Dokdo/Takeshima oleh Korea Selatan dan Jepang. Faktor kedua negara tersebut tetap merebutkan Pulau Dokdo adalah lagi-lagi karena kekayaan alam, di mana Pulau Dokdo banyak mengandung gas alam dan ikan laut

Sengketa pulau tersebut sudah sejak lama terjadi, yaitu dimulai tahun 1905 hingga saat ini. Sejarawan Korea menyebutkan selama ribuan tahun Dokdo adalah wilayah mereka, Jepang merebut penguasaan pulau-pulau itu tahun 1905 selama perang dengan Rusia. Sementara itu, Chon Wok Bak, Sekretaris Jenderal Northeast Asia History Foundation mengatakan, “Dokdo secara geografis, hukum internasional, dan sudut pandang sejarah, tidak diragukan lagi adalah milik Korea

Sedangkan pihak Jepang menangkis tuduhan-tuduhan tersebut dengan argumen-argumen yang tidak jauh dari apa yang dilontarkan Korea di atas. Sengketa tersebut berlangsung hingga saat ini, yang berdampak meluas, antara lain Korea Selatan siap putus hubungan diplomatik dengan Jepang, penarikan duta besar mereka dari Jepang maupun Korea Selatan, dan yang paling membahayakan adalah buku-buku pendidikan di Jepang maupun Korea Selatan yang sama-sama mengklaim pulau Dokdo adalah wilayah teritorialnya

Kembali, ke soal awal, yaitu upaya untuk memberikan solusi dengan mengacu pada Hukum Laut tahun 1982, Konvensi UNCLOS III, yang menghasilkan poin sebagai berikut :
1.Perairan Pedalaman;
2.Laut Teritorial (0 – 12 mil);
3.Jalur Tambahan (12 – 24 mil);
4.ZEE (24 – 200 mil)

Untuk memperjelas kasus ini, terdapat lampiran peta Korea Sealtan dan Jepang, serta Pulau Dokdo. Di dalam peta dapat dilihat bahwa jarak Pulau Dokdo dengan batas terluar Korea Selatan maupun Jepang sangatlah dekat, oleh karena itulah kedua negara tersebut tetap bersengketa

Dapat dilihat bahwa jarak Pulau Dokdo dengan garis batas terluar Korea Selatan adalah 133,6 mil dan dengan garis batas terluar Jepang adalah 152,2 mil. Sesuai dengan Hukum Laut 1982 di atas, yaitu batas ZEE sampai dengan 200 mil, Pulau Dokdo sangat memenuhi kriteria ZEE bagi Korea Selatan maupun Jepang

Memang sangatlah sulit menentukan milik siapa Pulau tersebut karena masalah jarak. Lalu, bagaimana solusinya?

Alternatif Solusi
Di sini, saya akan menekankan Hukum Laut 1982. Hendaknya kita ingat, bahwa walaupun daerah ZEE, tapi status ZEE menurut Hukum Laut 1982 adalah “Laut Lepas”. Sehingga bagi negara pantai yang berdampimgan tidak mempunyai kedudukan yang sama dengan kedaulatan territorial, tetapi hak-hak berdaulat untuk tujuan-tujuan eksplorasi, eksploitasi, pelestarian dan pengelolaan sumber-sumber kekayaan alam ZEE

Sesuai dengan kasus Pulau Dokdo di atas. Pulau Dokdo adalah daerah ZEE, sehingga kedua negara tersebut, Jepang maupun Korea Selatan hendaknya tidak mempermasalahkan pulau yang hanya berukuran 190 m2. Dengan mengacu pada Hukum Laut 1982, solusinya adalah :
1.Sebagai kawasan ZEE, kekayaan Pulau Dokdo dapat dinikmati oleh Jepang maupun Korea Selatan;
2.Tidak boleh ada klaim kepemilikian Pulau Dokdo oleh kedua negara, karena sesuai dengan Hukum Laut 1982 bahwa ZEE adalah laut lepas;
3.Tidak diperkenankan mendirikan aliansi militer oleh kedua negara, dikhawatirkan memancing pengkhianatan