Sunday 30 October 2011

Permainan Modern vs Permainan Tradisional (Case : Komunitas Tanoker Ledokombo Kab. Jember - Peluang, Tantangan, dan Strategi)

oleh : Triono Akmad Munib, Gangsar Parikesit, Boby Ibipurwo
dipresentasikan dalam acara "Youth Power, Take Action Build Nation" Univ. Gadjah Mada Yogyakarta, 21-23 Oktober 2011

Globalisasi
Belakangan ini globalisasi menjadi sebuah istilah hangat yang selalu diperbincangkan oleh para penstudi hubungan internasional serta berbagai lapisan masyarakat terutama mereka yang menjadi pelaku dan “korban” globalisasi. Walaupun sering diperbincangkan, seringkali mereka tidak mengetahui secara jelas mengenai makna sebenarnya dari globalisasi. Berbagai usaha dilakukan oleh para ahli dari berbagai macam latar belakang untuk merumuskan jawaban dari pertanyaan, “apa sebenarnya globalisasi itu?”. Bermacam-macam definisi dihasilkan dari sudut pandang keilmuan yang berbeda satu sama lain.
Salah satu definisi yang paling mudah dipahami dan paling sering dipakai untuk menjelaskan apa sebenarnya globalisasi itu adalah definisi globalisasi yang diberikan oleh Jan Art Scholte. Scholte[1] memdefinisikan proses globalisasi menjadi lima proses. Pertama, globalisasi merupakan fenomena internationalization yang diartikan sebagai meningkatnya hubungan lintas batas antar negara. Kedua, globalisasi Scholte maknai sebagai liberalization yaitu penghapusan hambatan baik tarif maupun non-tarif dalam aliran barang dan jasa untuk membentuk suatu perekonomian yang terintegrasi. Ketiga, globalisasi dimaknai sebagai universalization yang berarti menyebarnya berbagai nilai, serta pemikiran manusia sehingga menjadi hak milik secara universal. Konsep keempat untuk mendefinisikan globalisasi identik dengan fenomena westernization, yang diartikan sebagai peniruan berbagai budaya dan system barat yang lazim dianggap sebagai yang terbaik. Konsep terakhir yang berkaitan erat dengan definisi globalisasi menurut scholte adalah konsep deterritorialization yaitu munculnya berbagai entitas suprateritorial di atas negara.
Definisi dari Scholte yang cukup memiliki kaitan dengan bahasan dalam karya tulis ini adalah konsep universalization dan westernization. Kedua konsep ini berpandangan bahwa suatu nilai, norma serta kebudayaan dari negara-negara maju yang didominasi Eropa serta Amerika Utara atau lebih sering kita sebut sebagai barat, adalah lebih baik daripada budaya, nilai serta norma yang dimiliki bangsa timur. Bukan menjadi rahasia bahwa Barat membentuk sebuah persepsi bersama di dunia internasional bahwa sesuatu yang mereka hasilkan akan lebih baik daripada yang dihasilkan dari bangsa-bangsa timur. Hal inilah yang kemudian menjadi penyebab tergerusnya berbagai nilai, norma serta hasil kebudayaan bangsa timur yang kemudian tidak laku dijual di mata bangsanya sendiri.
Semakin berkembangnya teknologi informasi (TI) serta dinamika komunikasi yang semakin modern telah membuat berbagai nilai serta norma sosial di suatu masyarakat menjadi suatu hal yang universal dan dimiliki bersama. Tetapi, kenyataannya norma serta nilai tersebut merupakan sesuatu yang dikuasai oleh negara-negara dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi tinggi. Sehingga mayoritas nilai serta norma yang tersebar secara global adalah hasil dari kebudayaan negara-negara maju (barat).

Permainan Modern Produk Globalisasi
Di abad ke-21 sekarang ini kita hampir tidak bisa mengindari pengaruh globalisasi dan modernisasi, bahkan entitas negara pun sulit membendung derasnya arus globalisasi. Mau tidak mau, suka tidak suka, terpaksa atau pun secara sukarela manusia dituntut untuk bisa beradaptasi dengan perkembangan zaman. Era globalisasi dan modernisasi menuntut kita untuk bertindak cepat, mudah, efektif, hingga instan. Globalisasi mendidik kita untuk mencapai tujuan (hasil) sesempurna mungkin, bahkan dengan menghalalkan segala cara. Oleh sebab itu manusia modern cenderung individualistik.
Pengaruh globalisasi ini sudah menjalari manusia modern sejak usia balita mulai hingga dewasa mulai dari hal terkecil seperti mainan anak-anak sampai hal yang terbesar seperti perubahan gaya hidup (life style). Dalam hal ini, usia anak-anak adalah usia bermain, istilahnya tiada hari tanpa bermain bagi anak-anak. Berbeda dengan 10 atau 15 tahun yang lalu, Jjika dahulu anak-anak bermain hanya dengan bermodal batu, tongkat, dan karet gelang, namun dewasa ini anak-anak sudah dihadapkan dengan hal-hal yang berbau digital, modern dan canggih.
Di era yang serba modern saat ini hampir tidak ada mainan yang gratis. Ingin mobil-mobilan, boneka-bonekaan, game online, PS, game watch, X-Box dan lain sebagainya semuanya harus membeli. Anak-anak di dunia ini telah menjadi korban dari globalisasi permainan modern. Globalisasi selalu dikaitkan dengan modernsiasi, tidak kuno, tidak ketinggalan jaman, dsb. Sehingga implementasinya, anak akan dicap ‘ndeso’ atau ‘katrok’ jika tidak mencoba atau mengganti permainan-permainan tradisionalnya dengan mainan produk globalisasi tersebut.
Masyarakat dunia saat ini telah menjadi one global village. Artinya, bahwa masyarakat di dunia hidup dalam satu planet, satu pola hidup, dan satu selera. Globalisasi telah membuat masyarakat bisa menikmati apapun di dunia ini tanpa harus pergi ke negara pembuatnya. Apalagi, semakin gencarnya negara-negara mempromosikan free trade atau perdagangan bebas yang berdampak cukup besar terhadap arus barang yang masuk ke Indonesia. Misalnya, kita saat ini bisa menikmati KFC tanpa harus ke AS, menggunakan handphone Samsung, LG tanpa harus ke Korea Selatan, memakai produk laptop Acer tanpa harus ke Taiwan, dan sebagainya. Hal ini pun juga terjadi pada bidang permainan anak-anak. Baik di kota maupun di desa saat ini semakin menjamur bisnis rental PS, warnet dan game online.
Permainan modern produk globalisasi tersebut membawa dampak yang cukup signifikan bagi anak-anak dewasa ini. Sub bab berikutnya akan dibahas mengenai dampak permainan modern bagi anak-anak.

Dampak Permainan Modern Bagi Anak
Berbeda jauh dengan permainan anak-anak zaman dahulu yang sarat dengan nilai kejujuran, kebersamaan, kekompakan, kerjasama, keuletan dan olah fisik. Permainan modern saat ini membuat anak-anak mengalami kekurangan komunikasi dengan teman sebayanya atau lebih condong ke sifat individualistik. Mereka memainkan permainan tersebut sendirian tanpa teman.
Bersosialisasi tentunya perlu dalam proses perkembangan anak. Faktanya memang, permainan modern bisa dinikmati sendiri, sehingga anak kurang bersosialisasi dan melakukan komunikasi dengan orang-orang disekitarnya. Hal ini dapat memberikan dampak negatif pada perkembangan anak.
Suatu contoh, akses online game melalui internet sudah mewabah di setiap daerah di Indonesia tak mengenal di desa maupun di kota, apalagi sekarang ini banyak sekali teknologi-teknologi yang memberikan kemudahan akses internet, seperti maraknya modem USB. Hal ini membuat anak-anak remaja, mulai bangku sekolah dasar, menengah pertama sampai mahasiswa, betah duduk berjam-jam bermain online game baik pagi, sore, maupun malam hari. Di kota-kota metropolitan saat ini, sering kita jumpai warung internet (warnet) yang memberikan pelayanan 24 jam.
Melalui media internet, mereka dapat mengakses online game untuk mencari lawan tanding dengan reward tertentu (poin diperjualbelikan) atau chatting dengan temannya di dunia maya tanpa dapat kita ketahui bagaimana perilaku dan sifat temannya. Tidak ada sebuah proses komunikasi dan sosialiasi secara langsung atau face to face dalam hal ini. Sebagian anak-anak dan remaja sampai kecanduan dan berakibat negatif kepada kehidupan sosial dan pelajarannya di sekolah, karena mereka tidak bisa menahan diri untuk bermain dan sebagian besar waktunya digunakan di warnet untuk bermain online game.
Beberapa dampak buruk yang berbahaya bagi anak-anak dan remaja yang kecanduan game online, diantaranya :
1. Pemborosan, karena harus membayar sewa online game maupun rental PS.
2. Anak menjadi malas belajar, karena pikirannya terfokus pada game.
3. Merusah kesehatan mata, karena terlalu lama di depan monitor komputer/televisi.
4. Anak menjadi individualistik.
5. Terjadi perkelahian antar pemain jika bersaing dan akumulasi emosi negatif apabila kalah didalam bermain, bahkan sampai terjadi pembunuhan seperti apa yang terjadi di Perancis pada November 2009 silam.
Julien Barreaux, 20, told police he wanted to see his rival player "wiped out" after his character in the game Counter-Strike died in a virtual knife fight.[2]
Atau seperti yang terjadi di Bandung tahun 2005, seorang mahasiswa Universitas Maranatha tewas ditikam temannya sendiri akibat kalah bermain PS.
Krisna Cahyadi (19), mahasiswa ekonomi angkatan 2004 Universitas Maranatha, ditemukan sudah menjadi mayat di tempat kosnya, di lantai 3 kamar C-20 Tulip Home Jln. Babakanjeruk IV No. 30 Kota Bandung, Kamis (1/12) sekira pukul 13.30 WIB. Dalam pemeriksaan awal, tersangka mengaku menghabisi nyawa korban karena kalah judi bola dan bermain Play Station dengan korban.[3]
Terpengaruh dengan kekerasan dalam game. Seperti perisitiwa yang terjadi di Wellington Amerika Serikat, seorang anak tega membunuh ibu kandungnya setelah bermain Halo 3
Daniel Petric, the Wellington teenager who claimed to be addicted to video games, was sentenced to at least 23 years in prison Tuesday for killing his mother and shooting his father after they forbade him from playing the game Halo 3.[4]

Beberapa kasus kriminal akibat permainan PS maupun online game di atas membawa kita pada sebuah kesimpulan bahwa dampak permainan modern sangat menakutkan. Permainan modern bisa mengubah mental, moral, bahkan kejiwaan anak-anak. Harus ada sebuah pewaspadaan terhadap pemilihan permainan anak-anak. Dan pastinya kita semua tidak ingin anak-anak Indonesia mengalami hal-hal seperti di atas.

Pelestarian permainan tradisional dalam hal ini, dipandang sebagai sebuah upaya counter globalisasi permainan modern. Sebuah permainan akan sangat besar pengaruhnya terhadap pembinaan budaya anak-anak dalam masyarakat. Artinya bahwa anak-anak lebih bisa menerima dengan cepat suatu pengetahuan melalui permainan. Sebab dalam permainan anak terkandung nilai-nilai pendidikan yang tidak secara langsung terlihat nyata, tetapi terlindung dalam sebuah simbol. Nilai-nilai tersebut memiliki banyak dimensi , antara lain rasa kebersamaan, kejujuran, kedisiplinan, sopan-santun dan aspek-aspek kepribadian yang lain atau bahkan mengandung nilai kekerasan.

PERAN KOMUNITAS TANOKER LEDOKOMBO KABUPATEN JEMBER DALAM MELESTARIKAN PERMAINAN TRADISIONAL(Peluang, Tantangan, dan Strategi)
Sekilas Kecamatan Ledokombo Kab. Jember

Kecamatan Ledokombo merupakan salah satu dari sekian Kecamatam di Kabupaten Jember, Jawa Timur. Kecamatan ini berpenduduk sekitar 56.000 jiwa.[5] Mata pencaharian masyarakatnya pada umumnya buruh tani. Sisanya berjuang di sektor informal (pedagang kecil) disamping menjadi buruh perusahaan, pegawai negeri/swasta. Dalam dua dasa warsa terakhir semakin banyak penduduk pergi untuk mencari nafkah keluar Ledokombo, baik didalam negeri (terbanyak ke Bali) maupun keluar negeri (TKI/TKW) ke Timur Tengah, Malaysia, Singapura, Taiwan dan Hongkong. Kabupaten Jember adalah salah satu sending area para migrant workers di Jatim (Jatim dan NTB merupakan dua daerah sending area TKW/TKI papan atas di Indonesia).[6]
Di Ledokombo, banyak masalah sosial yang muncul. Hal ini merupakan dampak sosial dari banyaknya orang tua yang mencari kerja diluar Ledokombo. Beberapa seperti anak-putus sekolah, pengangguran (terutama kaum muda), kekerasan terhadap anak, dampak migrasi (dalam dan luar negeri) seperti eksploitasi dan kekerasan di tempat kerja, berbagai penyakit sosial dari luar Ledokombo seperti kecanduan narkoba.[7] Akhir-akhir ini juga ditemukan kasus HIV/AIDS (bahkan telah menginfeksi anak-anak). Hal-hal seperti di atas dapat mengakibatkan lost generation.
Selain itu, Ledokombo merupakan salah satu wilayah yang terkena dampak dari globalisasi permainan modern. Hal Ini tampak dengan semakin menjamurnya bisnis warnet dan rental PS di sana.[8] Hal ini membuat khawatir orang tua anak-anak Ledokombo. Anak-anak suka sering keluar tanpa pamit ke rental PS dan juga sering lupa waktu belajar dan mengaji.[9] Pulang sekolah anak-anak langsung menyerbu rental PS maupun warnet game online.[10] Yang cukup menyedihkan, kebanyakan orang tua mereka bekerja menjadi TKI atau TKW sehingga pengawasan kepada anak sangat kurang.

Peluang, Tantangan, dan Strategi
Sebuah tempat dimana pertemuan berbagai kalangan dari berbagai latar belakang (golongan, ras, etnis, bangsa dan kelompok budaya) dikelola untuk mempertahankan nilai-nilai budaya luhur saling menguatkan demi menciptakan perdamaian, keadilan, dan kesejahteraan khususnya untuk anak-anak, generasi penerus bangsa, harapan dunia, dimanapun mereka berada. “Bersahabat, bergembira, belajar, berkarya”.[11]

Komunitas Tanoker (kepompong dalam bahasa Madura) resmi dibentuk pada tanggal 10 Desember 2009. Dengan semboyan “bersahabat, bergembira, belajar, berkarya”, Tanoker saat ini tumbuh dan terus berkembang menjadi tempat belajar permainan tradisional egrang
Awalnya Tanoker dibentuk sebagai sebuah bentuk keprihatinan terhadap anak-anak yang ditinggalkan oleh orang tuanya yang bekerja di luar Ledokombo bahkan ke luar negeri untuk menjadi TKW atau TKI. Ternyata dari ide luhur tersebut ditambah dengan tanggapan positif serta dukungan masyarakat Ledokombo, Tanoker berubah menjadi sebuah komunitas dengan efek yang lebih luas lagi. Tanoker berkembang menjadi sebuah media filter globalisasi permainan modern. Di sisi lain Tanoker juga menjadi salah satu alternatif tempat bermain anak-anak. Globalisasi memang sulit untuk dibendung, namun setidaknya bisa disaring untuk diambil nilai-nilai positifnya.
Berkaitan dengan globalisasi, pendiri komunitas Tanoker tidak pernah berpikir bahwa globalisasi merupakan suatu hal yang selalu negatif. Dalam pandangannya budaya barat dan modern yang dibawa globalisasi dapat menjadi sebuah peluang untuk memperkaya budaya lokal, sinkretisme antara budaya lokal dan global lebih tepatnya. Komunitas ini (Tanoker) berupaya untuk mengambil sisi positif dari globalisasi itu sendiri untuk memperkaya kreativitas permainan tradisional egrang. Misalnya, dengan memadukan gerakan-gerakan modern dance ke dalam egrang, memasukkan aliran musik hip-hop, R n B ke dalam unsur alat-alat musik tradisional.
Globalisasi dinilai bukan merupakan sebuah universalisme atau westernisasi, namun globalisasi dapat mengenalkan hal-hal baru. Di mana, dahulu sebelum ada globalisasi batas-batas negara sangat rigid dan perkembangan IPTEK belum mampu menjangkaunya. Namun dengan adanya globalisasi ini diharapkan akan tumbuh multikulturalisme. Di mana melalui globalisasi ini banyak juga warga asing yang tertarik untuk belajar egrang. Di sisi lain anak-anak dalam komunitas Tanoker juga diajari bahasa asing, dikenalkan kebudayaannya sehingga tak jarang gerakan-gerakan dalam permainan egrang mereka juga dipadukan dengan gerakan-gerakan modern dance.[12]
Selain itu, dengan adanya globalisasi yang berdampak pada pesatnya perkembangan teknologi informasi (TI) turut memberikan peluang bagi Komunitas Tanoker untuk berkembang. Kemajuan teknologi informasi menjadi peluang Komunitas Tanoker untuk memperkenalkan permainan tradisional egrang Ledokombo pada dunia, baik secara nasional ataupun internasional. Tersedianya fasilitas internet menjadi pemicu hal tersebut. Di Youtube dengan mudah kita dapat men-download video anak-anak Tanoker sedang bermain egrang, selain itu komunitas ini juga memiliki official website yaitu, www. tanoker.org dan akun facebook, yaitu Tanoker Ledokombo
Dengan adanya website ini, Komunitas Tanoker mempunyai akses yang lebih besar untuk melestarikan budaya luhur dengan memberikan informasi kepada masyarakat dalam negeri maupun luar negeri akan makna dan nilai-nilai yang terkandung dalam permainan egrang tersebut. Hasilnya pun cukup berhasil dengan mendatangkan wisatawan asing untuk belajar egrang.[13] (baca Tempo edisi Sabtu 23 Juli 2011)
Komunitas Tanoker berupaya untuk mengajarkan nilai-nilai kehidupan melalui permainan tradisional egrang. Hal yang menjadi tantangan di sini adalah ketertarikan anak-anak kepada PS maupun game online lebih besar karena dari segi audio maupun visual mereka memang lebih bagus dan menarik daripada sebuah egrang yang hanya terbuat dari bambu.
Ini semua bukan hanya perkara permainan yang secara tampilan menarik atau tidak. Ketika kita mampu mengemas permainan-permainan tradisional ini dengan menarik, niscaya anak-anak kecil masih meminatinya. Tidaklah erlalu khawatir dengan permainan tradisional yang akan hilang ditelan kemajuan zaman dan teknologi. Egrang masih bisa survive.[14]
Accsesable merupakan keunggulan permainan tradisional egrang ini dibandingkan dengan permainan modern. Selain itu permainan tradisional yang dikemas menarik melalui berbagai macam perlombaan sangat bermanfaat bagi perkembangan psikologis anak.
Komunitas ini cukup memberikan dampak bagi anak-anak di sana, dari yang sebelumnya suka bermain PS atau game online. Semenjak ada komunitas ini anak-anak menjadi tertarik bermain egrang.
Dahulu anak-anak sering bermain PS sepulang sekolah, mengaji. Orang tua kesulitan mencari anaknya, saat mereka pulang sekolah tapi tak kunjung sampai rumah. Sekitar 30% anak di sini sudah mulai berkurang pergi ke rental PS. Dan jika orang tua melihat anaknya tidak rumah, mereka langsung menuju markas Tanoker dan anak-anak pasti di sana bermain egrang.[15]
Permainan egrang ini memiliki nilai filosofis yang positif. Seperti yang tertuang pada bait lagu di bawah ini.

Versi bahasa Madura :
Ker-tanoker lagguna nyapa kaadha’
Ker-tanoker lagguna nyapa e songay
Ker-tanoker lagguna nyapa e lorong
Ker-tanoker lagguna nyapa e langgar

Versi bahasa Indonesia :
Bila tak bertegur sapa, besok menyapa duluan
Boleh bertengkar besok menyapa di sendang
Boleh bertengkar besok menyapa di jalan
Boleh bertengkar besok menyapa di langgar

Bait-bait sederhana yang terdapat pada syair “ker-tanoker” mengajak setiap pribadi untuk menunjukkan kematangan pribadi, baik kematangan psikis maupun fisik. Dengan memiliki kematangan kepribadian, maka perbedaan pendapat, perbedaan persepsi, perbedaan keinginan, karakter maupun watak bukan berarti membuka lebar jalan pertentangan atau pertikaian, malah sebaliknya akan membuka pintu kerukunan dan perdamaian. Sebagaimana dikatakan bahwa perbedaan itu adalah suatu rahmat. Nilai etika dan moralitas tinggi inilah yang mesti dijadikan bahan renungan panjang setiap pribadi untuk membangun masyarakat komunal yang rukun, guyub dan ber-keadilan.
Di dalam Tanoker mendidik anak-anak untuk saling bekerja sama, saling menghargai, menjaga kebersihan lingkungan dan menerapkan asas-asas demokrasi.[16]
Dari penjelasan di atas, menujukkan kepada kita bahwa seyogyanya globalisasi bukan untuk dihindari, tetapi untuk dihadapi dengan menyaring nilai-nilai positifnya. Di sinilah dibutuhkan peran kita semua, khususnya para pemuda untuk melihat globalisasi secara bijaksana.
Tanoker merupakan sebuah usaha daripada anak-anak, pemuda, dan remaja di Kecamatan Ledokombo Kabupaten Jember untuk memberikan alternatif permainan anak-anak dengan mencoba menghidupkan kembali permainan tradisional egrang yang sarat nilai filosofis kehidupan didalamnya.

TAKE ACTION, BUILD NATION!

Referensi :
[1]Jan Aart Scholte dalam buku John Baylis dan Steve Smith (eds. 2001), Globalization of World Politics Edisi Kedua, Oxford : Oxford University Press.
[2]http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/europe/france/7771505/Video-game-fanatic-hunts-own-and-stabs-rival-player-who-killed-character-online.html [diakses pada 28 September 2011]
[3]http://m.detik.com/read/2005/12/02/074118/490688/131/mahasiswa-maranatha-tewas-dibunuh [diakses pada 28 September 2011]
[4]http://www.cleveland.com/news/plaindealer/index.ssf?/base/news/1245227634164350.xml&coll [diakes pada 28 September 2011]
[5]Hasil Sensus Penduduk 2010, Data Agregat Per Kecamatan Kabupaten Jember
[6]http://www.migrantcare.net/mod.php?mod=publisher&op=viewcat&cid=5&min=15[diakses pada 02 Oktober 2011]
[7]Hasil Sensus Penduduk 2010, Op. Cit
[8]Hasil observasi penulis di sekitar Kecamatan Ledokombo, tanggal 01 Oktober 2011
[9]Hasil wawancara penulis dengan orang tua anak-anak di sekitar Kecamatan Ledokombo, tanggal 01 Oktober 2011
[10]Op. Cit
[11]Farha Ciciek, pendiri Komunitas Tanoker Ledokombo
[12]Hasil wawancara dengan Ibu Farha Ciciek, pendiri Komunitas Tanoker Ledokombo, tanggal 01 Oktober 2011
[13]http://www.tempo.co/hg/perjalanan/2011/07/23/brk,20110723-347982,id.html [diakses pada 02 Oktober 2011]
[14]Op. Cit
[15]Hasil wawancara dengan Ibu Farha Ciciek, pendiri Komunitas Tanoker, tanggal 01 Oktober 201
[16]Op. Cit

Tuesday 25 October 2011

Mereka Ulang Hubungan AS-Pakistan Pasca Kematian Osama bin Laden

by : Triono Akmad Munib

"Kami berpikir, pasti ada semacam jaringan dukungan untuk Osama dalam pemerintahan Pakistan. Namun, kami tidak tahu siapa atau apa jaringan itu. Kami tidak tahu apakah mungkin ada beberapa orang di dalam pemerintahan atau orang luar pemerintah, dan itulah yang kami harus selidiki dan, yang lebih penting, Pemerintah Pakistan harus selidiki itu".[1]

Paragraf di atas merupakan pernyataan Presiden Amerika Serikat (selanjutnya disingkat AS), Barack Husein Obama pasca terungkapnya persembunyian gembong teroris nomor satu dunia, Osama bin Laden. Osama bin Laden tewas dinyatakan tewas oleh AS setelah dilakukan operasi penggerebekan yang dinamakan ‘Geronimo Operation’ oleh pasukan gabungan militer AS pada tanggal 01 Mei 2011 dini hari di Abbotabad. Abbotabad merupakan sebuah kota pinggiran yang terletak di Pakitsan barat laut. Lokasi kompleks tersebut letaknya hanya 800 meter dari Akademi Militer Pakistan, sebuah pusat pelatihan elite militer Pakistan. Barak-barak di Abbottabad diduga juga digunakan sebagai basis pasukan khusus AS sebelum menyerang kompleks perumahan bin Laden. Menurut sumber militer kepada BBC berbahasa Urdu, operasi dimulai sekitar pukul 22.30 waktu setempat dan berlangsung sekitar 45 menit.[2] Dalam baku tembak yang terjadi, Osama bin Laden tewas oleh timah panas yang menembus kepalanya. Selain Osama, seorang putra Osama dan tiga pengawalnya juga tewas, dan seorang perempuan yang mencoba melindungi Osama.[3]

Pakistan yang secara resmi bernama Republik Islam Pakistan adalah sebuah negara di Asia Selatan. Negara ini memiliki garis pantai sepanjang 1.046 kilometer (650 mil) dengan Laut Arab dan Teluk Oman di bagian selatan, berbatasan dengan negara Afghanistan dan Iran di bagian barat, India di bagian timur dan China di arah timur laut.[4] Tajikistan terletak sangat berdekatan dengan Pakistan, namun dibatasi oleh daratan sempit yang disebut Koridor Wakhan. Pakistan terletak secara strategis di antara daerah-daerah penting di Asia Selatan, Asia Tengah, dan Timur Tengah.

Kerjasama antara AS dan Pakistan dimulai pada 20 Oktober 1947, awal kemerdekaan Pakistan. Kerjasama pada waktu itu menitikberatkan pada bantuan dibidang ekonomi dan militer oleh AS kepada Pakistan.[5] Pakistan juga anggota dari Pakta Baghdad tahun 1955. Pakta Baghdad adalah sebuah perjanjian aliansi yang dirumuskan oleh AS untuk memberikan bantuan ekonomi dan militer kepada Iran, Irak, Pakistan, Turki, dan Inggris pada masa Perang Dingin.[6] Pakta Baghdad menjadi bukti eratnya hubungan AS dan Pakistan, bahkan AS menyebut Pakistan sebagai ‘sekutu setia’ di Asia.

Pada bulan April 1979 hubungan AS dan Pakistan sempat mengalami titik surut. AS menghentikan semua bantuan ekonomi ke Pakistan (dengan pengecualian bantuan makanan, seperti yang dipersyaratkan oleh Amandemen Symington tahun 1977, UU Bantuan Asing AS 1961 ) atas keprihatinan tentang program nuklir Pakistan.[7] Badan Bantuan Luar Negeri AS (U.S. Foreign Assistance Act) menyatakan seperti apa yang termaktub dalam Undang-undang AS bahwa AS tidak akan memberikan bantuan kepada negara-negara yang pemerintahannya melanggar hak asasi manusia, termasuk proyek pembangunan reaktor nuklir yang bisa menjadi ancaman manusia di dunia karena dampak dari ledakan yang diakibatkannya.

Namun, di tahun yang sama, invasi Uni Soviet ke Afghanistan turut membuat AS dan Pakistan mau tidak mau menjalin hubungan kembali terkait kepentingan mereka bersama akan perwujudan stabilitas kawasan Asia Selatan. Baik AS maupun Pakistan tidak ingin negara-negara di Asia Selatan jatuh ke tangan Soviet. Pada tahun 1981, Pakistan dan AS menyepakati program bantuan militer dan ekonomi sebesar 32 miliar US Dollar yang bertujuan membantu Pakistan terhadap ancaman keamanan di kawasan dan pembangunan ekonomi. AS memasok senjata kepada para pejuang anti-Soviet di perbatasan Pakistan-Afghanistan dan Soviet resmi menarik pasukannya dari Afghanistan pada tahun 1988.

Isu nuklir tampaknya menjadi penyebab naik turunnya hubungan AS dengan Pakistan. Keputusan India untuk melakukan uji coba nuklir pada Mei tahun 1998 mendorong Pakistan merencanakan kembali program pembangunan rekator nuklir. Pakistan melihat bahwa keamanan nasionalnya tidak bisa hanya bergantung pada jamian aliansi dengan negara lain. Keputusan Pakistan ini mendorong Pemerintahan AS di bawah Bill Clinton merevisi ulang bantuan-bantuan yang selama ini diberikan kepada Pakistan. Di bawah Amandemen Glenn tentang Nuclear Enrichment and Reprocessing Transfers; Nuclear Detonations[8], AS akan membatasi pemberian kredit, penjualan alat-alat militer, bantuan ekonomi, dan pinjaman kepada pemerintah Pakistan.

Hubungan AS dan Pakistan mengalami titik puncak pasca Persitiwa 11 September 2001, yaitu pengeboman gedung World Trade Center (WTC) di AS. Sebelum serangan 11 September 2001, Pakistan dan Arab Saudi adalah pendukung utama dari Taliban di Afghanistan, sebagai bagian dari strategi politik luar negeri mereka. Dukungan ini sebagai bentuk peghargaan atas bantuan para pejuang Taliban mengusir pendudukan Soviet di Afghanistan pada tahun 1979. Namun, Setelah tragedi 11 September 2001, di bawah tekanan AS, Pakistan yang dipimpin oleh Jenderal Pervez Musharraf pada saat itu, berbalik arah 180 derajat dengan bergabung pada program AS "War on Terror". AS menunduh Taliban melindungi kelompok Al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden. Al-Qaeda dituduh oleh AS sebagai dalang dibalik peristiwa yang menewaskan lebih dari 3000 jiwa.[9] Pakistan menjadi sekutu kunci dalam perang melawan teror karena letaknya yang cukup strategis, yaitu berbatasan langsung dengan Afghanistan di sebelah barat. Pakistan diberi fasilitas oleh AS sejumlah bandara udara militer untuk menyerang Afghanistan yang diduga sarang Taliban, beserta dengan bantuan logistik lainnya.

Sejak tahun 2001, Pakistan telah menangkap lebih dari lima ratus anggota Al-Qaeda dan menyerahkannya kepada AS. Seperti apa yang diungkapkan Musharraf dalam bukunya :
“Kami telah menangkap 689 anggota Al-Qaeda dan menyerahkan 369 ke Amerika Serikat. Kami telah menerima jutaan dolar.”[10]

Sebagai imbalan atas dukungan mereka terhadap program “War on Terror” AS, sanksi yang selama ini diterima Pakistan dicabut. Pakistan menerima kembali bantuan dana militer dari AS sekitar 10 miliar US Dollar sejak tahun 2001. Pada tahun 2003, AS secara resmi menghapuskan utang Pakistan sebesar 1 miliar US Dollar. Pada bulan Juni 2004, AS di bawah Presiden George W. Bush menunjuk Pakistan sebagai sekutu utama non-NATO[11] sehingga implementasinya, Pakistan diberikan akses kemudahan untuk membeli teknologi militer canggih dari AS. Bulan Oktober 2005, Menteri Luar Negeri AS, Condoleezza Rice membuat pernyataan di mana ia bahwa AS akan membantu korban gempa Khasmir dan upaya pembangunan kembali pasca gempa.[12]

Pentingnya geopolitik Pakistan di mata AS menempatkan Pakistan menjadi faktor kunci bagi AS dalam mencapai keberhasilan memberantas terorisme di Afghanisatan. Kedua negara telah berusaha untuk membangun kemitraan strategis sejak Pakistan merdeka. Namun, dalam perjalanannya selalu mengalami pasang surut. Meskipun demikian, baik Pakistan dan AS terus meningkatkan hubungannya untuk berkomitmen memberantas teroris.[13]

Berita kematian Osama bin Laden yang merupakan gembong teroris dunia di Abbotabad, Pakistan sontak menjadi sebuah berita yang mengguncang perpolitikan dunia. Timbul berbagai pertanyaan, bagaimana bisa pemerintah Pakistan selama ini tidak mengetahui keberadaan Osama. Bagaimana bisa pimpinan tertinggi Al-Qaeda tersebut justru malah diketemukan bersembunyi di Pakistan, bukan di Afghanistan. Apakah selama ini pemerintah Pakistan memang sengaja menyembunyikan Osama dari kejaran AS?

Berita kematian Osama tersebut turut mempengaruhi hubungan AS dan Pakistan. Pakistan yang selama ini dikenal sebagai ‘sekutu utama’ dan garda depan perang melawan teror bersama AS justru kecolongan. Dengan diketemukannya persembunyian Osama di Pakistan membuat AS merasa dikhianati. Akankah AS terus memberikan bantuan kepada Pakistan? Bagaimana hubungan AS dan Pakistan pasca kematian Osama kelak? Akankah Pakistan tetap menjadi sekutu utama AS di Asia Selatan? Dan akankah AS terus menggerojok bantuannya ke Pakistan? Tampaknya baik AS maupun Pakistan harus mereka ulang hubungan keduanya. Namun, satu hal yang pasti Pakistan masih memilih posisi yang penting bagi AS untuk menciptakan stabilitas keamanan di Asia Selatan.

Referensi
[1]Obama dalam sebuah wawancara dengan CBS News, Minggu (8/5/2011), sebagaimana dikutip CNN dan The Telegraph.
[2]http://internasional.kompas.com/read/2011/05/02/1627040/Inilah.Kronologi.Serangan.terhadap.Osama [diakses pada 26 September 2011]
[3]http://www.wartaberita.net/2011/05/kronologi-kematian-osama-bin-laden.html [diakses pada 26 September 2011]
[4]Daerah Kashmir merupakan daerah yang disengketakan baik oleh Pakistan maupun India. Pemerintah Pakistan menganggap bagian Kashmir India sebagai daerah jajahan India.
[5]“U.S.-Pakistan relations: An unhappy alliance". Los Angeles Times. May 7, 2011.
[6]http://www.globalsecurity.org/military/world/int/cento.htm [diakses pada 27 September 2011]
[7]http://www.state.gov/r/pa/ei/bgn/3453.htm#relations [diakses pada 27 September 2011]
[8]http://www.irmep.org/ila/nukes/glenn/default.asp [diakses pada 27 September 2011]
[9]http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2011/09/110911_911silence.shtml [diakses pada 27 September 2011]
[10]Pernyataan Presiden Pakistan Pervez Musharraf atas dukungannya terhadap program ‘War on Terror’ AS
[11]"US and Pakistan, Not Allies But Enemies". Theworldreporter.com, 02 November 2010
[12]"Rice : U.S. will support Pakistan – Oct 12, 2005". CNN.com. Retrieved May 20, 2010.
[13]Mark C. Toner, Deputy Department Spokesman, Daily Press Briefing, Washington DC. http://www.state.gov/r/pa/prs/dpb/2011/07/169177.htm#PAKISTAN. July 27, 2011

Sunday 9 October 2011

Memikir Ulang Konsep Integrasi Regional

By : Triono Akmad Munib

Berakhirnya Perang Dingin (Cold War), menjadi sebuah pintu bagi dinamika hubungan internasional. Mengapa menjadi sebuah pintu? Bak keran air, pasca Perang Dingin merupakan era di mana geliat perpolitikan dunia menjadi beragam dan kompleks dari segi pola hubungan, isu-isu yang berkembang serta aktor/pelaku didalamnya. Hal terpenting adalah kandasnya fragmentasi dunia menjadi dua kutub (bipolar) sebelumnya, yaitu Blok Barat (liberal) dan Blok Timur (komunis). Dunia menjadi multipolar dengan tidak berpusat pada kedua kekuatan di atas. Berakhirnya Perang Dingin menuntut negara-negara di kawasan untuk memikul tanggung jawab yang jauh lebih besar soal keamanan dan kemakmuran negaranya. Runtuhnya bipolaritas kekuatan dunia membuat negara-negara aliansi sebelumnya baik Uni Soviet maupun aliansi dengan Barat (AS) harus memikirkan masa depan keamanan negaranya yang sudah tidak bergantung pada mereka berdua.

Desentralisasi sistem internasional membuat Negara-negara yang menjadi motor dalam blok Barat maupun blok Timur mempunyai keinginan yang sama untuk memperluas regionalisme. AS dengan ‘open regionalism’-nya dan Rusia yang mengusung visi ‘common European home’. Namun, kemuculan regionalisme yang semakin intensif bukan hanya dikarenakan upaya dari kedua negara teresbut, melainkan sebuah kesadaran identitas regional negara-negara untuk mau membentuk sebuah kerjasama regional guna meningkatkan perekonomian maupun keamanan negaranya.


The Depth of Integration
Dalam studi hubungan internasional, terdapat sebuah konsep derajat kedalaman integrasi kerjasama regional atau lebih sering dikenal dengan the depth of integration. Kupchan mendefinisikan the depth of intergration sebagai ‘sejauh mana negara mengidentifikasikan dirinya ke dalam kerjasama regional’.[1]

Derajat kedalam integrasi regional itu sendiri terbagi menjadi 5 kedalaman, antara lain :
a. Free trade area
b. Costum union
c. Common market
d. Economic union
e. Monetary union


Dari kelima derajat kedalaman tersebut yang paling mempunyai kedalaman yang sangat jauh adalah monetary union. Maksudnya, ketika kerajasama regional tersebut mentransformasikan dirinya dengan berubah menjadi monetary union, implementasinya adalah negara-negara anggota harus menyerahkan sebagian kedaulatannya kepada organisasi tersebut. Kerjasama regional yang telah mencapai derajat monetary union adalah organisasi supranasional, sebuah organisasi tertinggi di atas negara-negara anggota, seperti PBB.

Salah satu dan mungkin satu-satunya kerjasama regional yang mencapai monetary union adalah Uni Eropa. Hal ini, tampak dari adanya mata uang tunggal, yaitu Euro yang dipakai oleh negara-negara anggotanya dalam bertransaksi ekonomi. Uni Eropa adalah bentuk kerjasama regional yang supranasional. Dia lembaga tertinggi di atas negara-negara anggotanya. Beberapa karateristik dari kerjasama yang berderajat monetary union adalah mudahnya masyarakat berlalu lintas ke negara-negara anggota hanya dengan menggunakan satu visa maupun paspor, yaitu Uni Eropa. Interdependensi antar negara anggotanya sangat kuat. Saking kuatnya, keruntuhan ekonomi disalah satu negara anggotanya baru-baru ini (Portugal, Spanyol, dan Yunani) turut memberikan spill over effect kepada negara-negara anggota lainnya. Hal ini disebabkan sistem ekonomi mereka yang terinterdependensi dan terintegarsi sangat kuat sehingga ketika sebuah negara gagal bayar hutang (Yunani) saat jatuh tempo pembayaran akan berimbas pada negara anggota lain yang memberikan pinjaman kepada Yunani.

Namun, bentuk Uni Eropa secara tidak langsung menjadi sebuah contoh yang ingin dicapai kerjasama-kerjasama regional di kawasan lain. Mereka menginginkan tercapainya integrasi yang baik antar negara-negara anggotanya layaknya negara-negara Uni Eropa. Uni Eropa tampak menjadi sebuah telos of development dari setiap kerjasama regional

Suatu contoh, geliat ASEAN (Association of South East Asian Nations) untuk menjadikan kawasan Asia Tenggara layaknya Uni Eropa tampak dari kesepakatan-kesepakatan yang dibuat pemimpin negara anggota ASEAN beberapa tahun belakangan. Mulai dari AFTA (ASEAN Free Trade Area), ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area), ASEC (ASEAN Economic Community) hingga proyek besar menuju ASEAN Community di tahun 2015 mendatang.

Dari tahapan-tahapan yang dibuat oleh ASEAN tersebut menunjukkan bahwa ada upaya untuk mengikuti jejak Uni Eropa. Apalagi konsep ASEAN Community 2015. Konsep ini bertujuan menjadikan ASEAN sebagai one regional, one identity. Dalam arti, ASEAN adalah sebuah entitas tunggal. ASEAN dipandang sebagai satu wilayah, sehingga masyarakat bisa dengan bepergian kemanapun di negara anggota ASEAN dengan mudah layakanya Uni Eropa. Jika proyek ini tercapai, kita bisa bayangkan orang-orang Filipina, Malaysia, Vietnam berkeliaran di negara Indonesia. Namun, patut digarisbawahi bahwa ASEAN masih jauh dari derajat monetary union. Hal ini disebabkan ASEAN bukan organisasi supranasional (lihat ASEAN Charter), dan masih belum adanya upaya membuat mata uang tunggal.

Memikir Ulang Konsep Integrasi
Kita hendaknya memikir ulang untuk mencontoh Uni Eropa sebagai arah pembangunan kerjasama regional. Layaknya dua sisi koin mata uang, ada segi positif maupun negatif darinya.
Derajat kerjasama regional yang sangat dalam (monetary union) sepertI Uni Eropa memang baik dari segi kelancaran lalu lintas ekonomi, perpindahan penduduk, maupun aliran barang dan jasa. Namun, di sisi lain kerjasama regional yang terlalu dalam juga memberikan efek yang buruk.

Yunani merupakan pembukaan awal guncangnya perekenomian Eropa. Kita tentu masih ingat krisis yang mendera Yunani lalu. Krisis Yunani merupakan krisis yang sudah terakumulasi. Salah satunya adalah penyelenggaraan olimpiade tahun 2004 di Yunani. Kecanggihan olimpiade 6 tahun lalu, menjadi salah satu penyebab dari sekian banyak penyebab kebangkrutan Yunani. Hutang Yunani menumpuk sekitar 300 milyar euro. Faktor inilah yang akhirnya mau tidak mau mendorong Athena menyetujui bailout sebesar 22.4 miliar Euro. Namun tampaknya masalah tak berhenti sampai disitu. Setelah Yunani ‘sakit’, giliran Irlandia. Irlandia pun mengalami hal yang serupa. Dan lagi-lagi masalah hutang yang melilit negara. Menurut lembaga pemeringkat ekonomi, Standard and Poor's menyatakan biaya asuransi terhadap utang negara Irlandia mencapai rekor tertinggi atau melebihi standar. Biaya untuk mendukung Bank Anglo Irlandia dapat memicu penurunan peringkat utang negara tersebut. Dalam lima tahun ini, Credit Default Swaps (CDS) utang Pemerintah Irlandia naik 519 poin dibanding sebelumnya 488,5 bps, berdasarkan pengamatan CMA. Ini berarti dibutuhkan biaya sebesar 519 ribu euro untuk melindungi 10 juta euro terhadap obligasi Irlandia[2]. Tak berhenti sampai Irlandia, efek pun merembet ke Spanyol dan Protugal. Uni Eropa semakin gamang, banyak analis ekonomi yang melihat Eropa akan hancur.

(baca Menunggu Kehancuran Ekonomi Eropa, http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=3310&type=4)

Mengapa hal di atas bisa terjadi? Jawabannya adalah karena terintegrasinya dan terinterdependensinya ekonomi Eropa dengan sangat dalam. Negara-negara anggota berpedoman pada satu kebijakan ekonomi yang dibuat lembaga supranasional Uni Eropa. Sehingga negara tidak memiliki sebuah kebijakan ekonomi yang otonom untuk melindungi perekonomiannya sendiri. One policy for all, one Europe. Memang dengan satu kebijakan untuk semua mempermudah dalam hal koordinasi ekonomi. Pajak barang dan jasa menjadi satu irama, mata uang tunggal pun menjadi favorit karena berlaku untuk semua negara anggota. Tetapi jika satu negara krisis, semuanya pun tampak menjadi ‘satu irama’ pula.


Yakin dengan ASEAN Community 2015?
Dengan semboyan ‘one vision, one identity, one community’, siapkah kita menyambut ASEAN Community 2015? Siapkah kita menjadi satu identitas, yaitu ASEAN?
Uni Eropa yang saat ini mengalami cobaan terbesar (krisi ekonomi) sejak awal berdirinya menjadi sebuah contoh konsekuensi yang harus diterima jika sebuah kerjasama regional ingin mentransformasikan dirinya menjadi kerjasama dengan derajat yang lebih jauh.
Konsep ASEAN Community 2015 meliputi 3 bidang yaitu : ASEAN Political-Security Community, ASEAN Economic Community, ASEAN Socio-Cultural Community. ASEAN hendak menuju konsep the depth of integration yang lebih jauh dengan memasukkan skema kerjasama keamanan, ekonomi dan sosial-budaya.

Namun, apakah kita siap dan yakin apabila nantinya semakin terintegrasinya perekonomian, keamanan, maupun sosial-budaya negara-negara ASEAN, masalah yang timbul juga semakin kompleks? Tentu kita tidak ingin hal-hal yang dialami Uni Eropa terjadi pada ASEAN. ASEAN harus terus mengembangkan konsep integrasinya, but by own way. Boleh arah pembangunan kita menuju seperti konsep Uni Eropa, tapi harus dengan karakter ASEAN sendiri. Semoga ASEAN Community yang hendak dicapai ditahun 2015 mendatang turut memberikan kontribusi bagi negara Indonesia, anggota ASEAN, dan pastinya pada dunia


[1]Edward D. Mansfield dan Helen V. Milner (ed), 1997, the Poitical Economy of Regionalism, Columbia University Press, hal. 16
[2]http://seruu.com/internasional/bank-anglo-irlandia-terlilit-utang/itemid-695, diakses pada 05 Desember 2010