Sunday 9 October 2011

Memikir Ulang Konsep Integrasi Regional

By : Triono Akmad Munib

Berakhirnya Perang Dingin (Cold War), menjadi sebuah pintu bagi dinamika hubungan internasional. Mengapa menjadi sebuah pintu? Bak keran air, pasca Perang Dingin merupakan era di mana geliat perpolitikan dunia menjadi beragam dan kompleks dari segi pola hubungan, isu-isu yang berkembang serta aktor/pelaku didalamnya. Hal terpenting adalah kandasnya fragmentasi dunia menjadi dua kutub (bipolar) sebelumnya, yaitu Blok Barat (liberal) dan Blok Timur (komunis). Dunia menjadi multipolar dengan tidak berpusat pada kedua kekuatan di atas. Berakhirnya Perang Dingin menuntut negara-negara di kawasan untuk memikul tanggung jawab yang jauh lebih besar soal keamanan dan kemakmuran negaranya. Runtuhnya bipolaritas kekuatan dunia membuat negara-negara aliansi sebelumnya baik Uni Soviet maupun aliansi dengan Barat (AS) harus memikirkan masa depan keamanan negaranya yang sudah tidak bergantung pada mereka berdua.

Desentralisasi sistem internasional membuat Negara-negara yang menjadi motor dalam blok Barat maupun blok Timur mempunyai keinginan yang sama untuk memperluas regionalisme. AS dengan ‘open regionalism’-nya dan Rusia yang mengusung visi ‘common European home’. Namun, kemuculan regionalisme yang semakin intensif bukan hanya dikarenakan upaya dari kedua negara teresbut, melainkan sebuah kesadaran identitas regional negara-negara untuk mau membentuk sebuah kerjasama regional guna meningkatkan perekonomian maupun keamanan negaranya.


The Depth of Integration
Dalam studi hubungan internasional, terdapat sebuah konsep derajat kedalaman integrasi kerjasama regional atau lebih sering dikenal dengan the depth of integration. Kupchan mendefinisikan the depth of intergration sebagai ‘sejauh mana negara mengidentifikasikan dirinya ke dalam kerjasama regional’.[1]

Derajat kedalam integrasi regional itu sendiri terbagi menjadi 5 kedalaman, antara lain :
a. Free trade area
b. Costum union
c. Common market
d. Economic union
e. Monetary union


Dari kelima derajat kedalaman tersebut yang paling mempunyai kedalaman yang sangat jauh adalah monetary union. Maksudnya, ketika kerajasama regional tersebut mentransformasikan dirinya dengan berubah menjadi monetary union, implementasinya adalah negara-negara anggota harus menyerahkan sebagian kedaulatannya kepada organisasi tersebut. Kerjasama regional yang telah mencapai derajat monetary union adalah organisasi supranasional, sebuah organisasi tertinggi di atas negara-negara anggota, seperti PBB.

Salah satu dan mungkin satu-satunya kerjasama regional yang mencapai monetary union adalah Uni Eropa. Hal ini, tampak dari adanya mata uang tunggal, yaitu Euro yang dipakai oleh negara-negara anggotanya dalam bertransaksi ekonomi. Uni Eropa adalah bentuk kerjasama regional yang supranasional. Dia lembaga tertinggi di atas negara-negara anggotanya. Beberapa karateristik dari kerjasama yang berderajat monetary union adalah mudahnya masyarakat berlalu lintas ke negara-negara anggota hanya dengan menggunakan satu visa maupun paspor, yaitu Uni Eropa. Interdependensi antar negara anggotanya sangat kuat. Saking kuatnya, keruntuhan ekonomi disalah satu negara anggotanya baru-baru ini (Portugal, Spanyol, dan Yunani) turut memberikan spill over effect kepada negara-negara anggota lainnya. Hal ini disebabkan sistem ekonomi mereka yang terinterdependensi dan terintegarsi sangat kuat sehingga ketika sebuah negara gagal bayar hutang (Yunani) saat jatuh tempo pembayaran akan berimbas pada negara anggota lain yang memberikan pinjaman kepada Yunani.

Namun, bentuk Uni Eropa secara tidak langsung menjadi sebuah contoh yang ingin dicapai kerjasama-kerjasama regional di kawasan lain. Mereka menginginkan tercapainya integrasi yang baik antar negara-negara anggotanya layaknya negara-negara Uni Eropa. Uni Eropa tampak menjadi sebuah telos of development dari setiap kerjasama regional

Suatu contoh, geliat ASEAN (Association of South East Asian Nations) untuk menjadikan kawasan Asia Tenggara layaknya Uni Eropa tampak dari kesepakatan-kesepakatan yang dibuat pemimpin negara anggota ASEAN beberapa tahun belakangan. Mulai dari AFTA (ASEAN Free Trade Area), ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area), ASEC (ASEAN Economic Community) hingga proyek besar menuju ASEAN Community di tahun 2015 mendatang.

Dari tahapan-tahapan yang dibuat oleh ASEAN tersebut menunjukkan bahwa ada upaya untuk mengikuti jejak Uni Eropa. Apalagi konsep ASEAN Community 2015. Konsep ini bertujuan menjadikan ASEAN sebagai one regional, one identity. Dalam arti, ASEAN adalah sebuah entitas tunggal. ASEAN dipandang sebagai satu wilayah, sehingga masyarakat bisa dengan bepergian kemanapun di negara anggota ASEAN dengan mudah layakanya Uni Eropa. Jika proyek ini tercapai, kita bisa bayangkan orang-orang Filipina, Malaysia, Vietnam berkeliaran di negara Indonesia. Namun, patut digarisbawahi bahwa ASEAN masih jauh dari derajat monetary union. Hal ini disebabkan ASEAN bukan organisasi supranasional (lihat ASEAN Charter), dan masih belum adanya upaya membuat mata uang tunggal.

Memikir Ulang Konsep Integrasi
Kita hendaknya memikir ulang untuk mencontoh Uni Eropa sebagai arah pembangunan kerjasama regional. Layaknya dua sisi koin mata uang, ada segi positif maupun negatif darinya.
Derajat kerjasama regional yang sangat dalam (monetary union) sepertI Uni Eropa memang baik dari segi kelancaran lalu lintas ekonomi, perpindahan penduduk, maupun aliran barang dan jasa. Namun, di sisi lain kerjasama regional yang terlalu dalam juga memberikan efek yang buruk.

Yunani merupakan pembukaan awal guncangnya perekenomian Eropa. Kita tentu masih ingat krisis yang mendera Yunani lalu. Krisis Yunani merupakan krisis yang sudah terakumulasi. Salah satunya adalah penyelenggaraan olimpiade tahun 2004 di Yunani. Kecanggihan olimpiade 6 tahun lalu, menjadi salah satu penyebab dari sekian banyak penyebab kebangkrutan Yunani. Hutang Yunani menumpuk sekitar 300 milyar euro. Faktor inilah yang akhirnya mau tidak mau mendorong Athena menyetujui bailout sebesar 22.4 miliar Euro. Namun tampaknya masalah tak berhenti sampai disitu. Setelah Yunani ‘sakit’, giliran Irlandia. Irlandia pun mengalami hal yang serupa. Dan lagi-lagi masalah hutang yang melilit negara. Menurut lembaga pemeringkat ekonomi, Standard and Poor's menyatakan biaya asuransi terhadap utang negara Irlandia mencapai rekor tertinggi atau melebihi standar. Biaya untuk mendukung Bank Anglo Irlandia dapat memicu penurunan peringkat utang negara tersebut. Dalam lima tahun ini, Credit Default Swaps (CDS) utang Pemerintah Irlandia naik 519 poin dibanding sebelumnya 488,5 bps, berdasarkan pengamatan CMA. Ini berarti dibutuhkan biaya sebesar 519 ribu euro untuk melindungi 10 juta euro terhadap obligasi Irlandia[2]. Tak berhenti sampai Irlandia, efek pun merembet ke Spanyol dan Protugal. Uni Eropa semakin gamang, banyak analis ekonomi yang melihat Eropa akan hancur.

(baca Menunggu Kehancuran Ekonomi Eropa, http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=3310&type=4)

Mengapa hal di atas bisa terjadi? Jawabannya adalah karena terintegrasinya dan terinterdependensinya ekonomi Eropa dengan sangat dalam. Negara-negara anggota berpedoman pada satu kebijakan ekonomi yang dibuat lembaga supranasional Uni Eropa. Sehingga negara tidak memiliki sebuah kebijakan ekonomi yang otonom untuk melindungi perekonomiannya sendiri. One policy for all, one Europe. Memang dengan satu kebijakan untuk semua mempermudah dalam hal koordinasi ekonomi. Pajak barang dan jasa menjadi satu irama, mata uang tunggal pun menjadi favorit karena berlaku untuk semua negara anggota. Tetapi jika satu negara krisis, semuanya pun tampak menjadi ‘satu irama’ pula.


Yakin dengan ASEAN Community 2015?
Dengan semboyan ‘one vision, one identity, one community’, siapkah kita menyambut ASEAN Community 2015? Siapkah kita menjadi satu identitas, yaitu ASEAN?
Uni Eropa yang saat ini mengalami cobaan terbesar (krisi ekonomi) sejak awal berdirinya menjadi sebuah contoh konsekuensi yang harus diterima jika sebuah kerjasama regional ingin mentransformasikan dirinya menjadi kerjasama dengan derajat yang lebih jauh.
Konsep ASEAN Community 2015 meliputi 3 bidang yaitu : ASEAN Political-Security Community, ASEAN Economic Community, ASEAN Socio-Cultural Community. ASEAN hendak menuju konsep the depth of integration yang lebih jauh dengan memasukkan skema kerjasama keamanan, ekonomi dan sosial-budaya.

Namun, apakah kita siap dan yakin apabila nantinya semakin terintegrasinya perekonomian, keamanan, maupun sosial-budaya negara-negara ASEAN, masalah yang timbul juga semakin kompleks? Tentu kita tidak ingin hal-hal yang dialami Uni Eropa terjadi pada ASEAN. ASEAN harus terus mengembangkan konsep integrasinya, but by own way. Boleh arah pembangunan kita menuju seperti konsep Uni Eropa, tapi harus dengan karakter ASEAN sendiri. Semoga ASEAN Community yang hendak dicapai ditahun 2015 mendatang turut memberikan kontribusi bagi negara Indonesia, anggota ASEAN, dan pastinya pada dunia


[1]Edward D. Mansfield dan Helen V. Milner (ed), 1997, the Poitical Economy of Regionalism, Columbia University Press, hal. 16
[2]http://seruu.com/internasional/bank-anglo-irlandia-terlilit-utang/itemid-695, diakses pada 05 Desember 2010

No comments:

Post a Comment