Thursday, 24 February 2011

Review Posmodernisme

By : Triono Akhmad Munib

Posmodernisme terlahir dari beberapa teoritisi sosial yang sebenarnya masih berhubungan dekat dengan teori-teori kritis. Jika teori kritis mendapat sumbangsih dari kelompok filsuf Jerman yang bernama Frankfurt, posmodernisme banyak bersumber dari filsuf Perancis pasca perang yan gmenentang eksistensialisme yang dominan. Beberapa tokoh terkenal yang mempopulerkan posmodernisme adalah Michel Foucault (1926- 1984), Jacques Derrida (1930), Jean-Francois Lyotard, dan Jean Baudrillard.

Posmodernisme mulai masuk ke dalam kajian studi hubungan internasional pada tahun 1980. Teoritisi posmodern terkemuka di HI bernama Richard Ashley dan Robert B.J Walker. Upaya yang dilaikuakan oleh kaum posmodernis ialah : membuat ilmuwan sadar atas penjara konseptualnya (penjara konseptual bersumber dari modernitas itu sendiri, yang berusaha membawa kemajuan dan kehidupan lebih baik), membuang keraguan dalam kepercayaan modern bahwa ada pengetahuan obyektif atas fenomena sosial. Posmodern juga dijelaskan sebagai ‘ketidakpercayaan menuju metanaratif’. Metanaratif berarti pemikiran seperti neorealisme atau neoliberalisme yang menyatakan telah menemukan kebenaran tentang dunia sosial.

Genealogi dan Double Reading

Genealogi adalah suatu bentuk sejarah yang mengartikan atas hal-hal yang berada di luar sejarah, termasuk hal-hal atau pemikiran yang telah terkubur, tertutup, atau hilang dari pandangan dalam tulisan dan penciptaan sejarah. Genealogi menegaskan bahwa semua pengetahuan berada dalam waktu dan tempat tertentu serta muncul dari perspektif tertentu.

Membahas mengenai tekstual, Der Derian (1989 : 6) mengemukakan bahwa posmodernisme mengekpos ‘textual interplay behind power politics’. Tekstualitas ialah konsep khas dalam posmodernisme. Di dalam buku Of Grammatology (1974), Derrida meredefinisi teks yang sebenarnya berimplikasi pada keadaan dunia. Dia bahkan yakin akan keberadaan dunia nyata sebagai teks, mencantumkan pengalaman interpretatif. Tekstual ‘interplay’ dianggap sebagai pelengkap dan relasi konstitutif yang secara timbal balik menimbulkan adanya interaksi antar perbedaan interpretasi di dunia. Untuk mengujinya, digunakanlah strategi dekonstruktif dan pembacaan ganda. Tekstual yang berinteraksi secara dinamis mampu menghasilkan inter-tekstual di mana kajian hubungan internasional lebih dipandang sebagai studi multi perspektif. Semakin variatif pendekatan yang dipakai, semakin kompleks pula analisis yang dikontribusikan ke dalam diskursus hubungan internasional.

Walaupun bersifat alternatif, teori posmodern perlu dipertimbangkan sebagai analisis kritis dan emansipatoris dalam menanggapi isu yang dihasilkan dari teori tradisional tersebut. Contohnya saja, pandangan inter subyektif dari setiap manusia tentang pemanasan global. Pada umumnya, komunitas internasional percaya bahwa fenomena pemansan global merupakan dampak keserakahan manusia dalam mengeksploitasi sumber daya yang ada. Padahal, justifikasi tersebut belum pasti mutlak secara alamiah, posmodernis menganggap bahwa dampak pemanasan global diciptakan dari maksud-maksud terselubung dari ‘propaganda’ kaum elite politik.

Posmodernisme memandang hakikat dalam hubungan internasional adalah gerakan emansipatoris yang menentang sebuah kemapanan yang telah memenjarakan mereka. Posmodernisme mengajak individu untuk berpikir lebih dalam lagi terhadap kebenaran yang mereka terima

No comments:

Post a Comment