Tuesday 4 January 2011

Final Piala AFF : Jangan Jadikan Momen Propaganda

By : Triono Akhmad Munib


Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) sontak gemuruh ketika kaki kanan M. Nasuha berhasil menjebol gawang Malaysia yang dikawal oleh Fahmi dan merubah kedudukan menjadi imbang 1-1. Suporter Indonesia kembali meluapkan kegembiraannya tatkala M. Ridwan menjebol kembali gawang Malaysia pada 3 menit sebelum pertandingan babak kedua usai dan merubah posisi menjadi Indonesia unggul 2-1. Namun ternyata, keunggulan tersebut tak bisa membawa Indonesia juara Piala AFF kali ini karena kalah selisih agregat gol yaitu 4-2.

Namun hendaknya kita bisa menerima kekalahan dengan lapang dada dan penuh rasa bangga atas perjuangan Firman Utina, dkk hingga sampai pada babak final. Inilah memang wajah realita sepak bola Indonesia. Kemenangan di laga penyisihan dan semi final pada saat menghadapi Filipina bisa dikatakan karena faktor tuan rumah. Inilah mental Timnas kita, mental kandang tak mental tandang. Perlulah PSSI kembali membenahi manajemen Timnas dan pemainnya jangan ribut internal saja. Penulis ucapkan selamat kepada Malaysia, kau memang layak juara. Kepada Timnas Indonesia, jadikan pelajaran berharga untuk berbenah dan jangan malu untuk belajar.

Di sini penulis tidak akan membahas mengenai PSSI dan Timnas lebih lanjut. Namun penulis hendak menyoroti final piala AFF yang mempertemukan Indonesia dengan Malaysia. Lho, kenapa memangnya bung?. Apa yang salah?. Apakah jikalau final kali ini mempertemukan Indonesia vs Filipina atau Indonesia vs Vietnam ada yang beda?. Jawaban pertanyaan yang kedua adalah tidak ada salah dan untuk jawaban pertanyaan selanjutnya adalah jelas berbeda. Yang menarik di sini adalah pertemuan Indonesia dan Malaysia di final piala AFF bisa jadi ajang pertaruhan harga diri dan gengsi. Kok bisa begitu?. Masyarakat luas pun tahu akan naiknya tensi hubungan Indonesia-Malaysia belakangan ini mulai dari kasus lepasnya Pulau Sipadan Ligitan, klaim Pulau Ambalat, Lagu Rasa Sayange, Tari Pendet, Reog Ponorogo, hingga alat musik angklung. Sempat muncul kata-kata yang 47 tahun terkubur lama pada era Bung Karno, yaitu “Ganyang Malaysia”. Tensi hubungan yang memanas tersebut pun akhirnya ikut merasuk dalam jiwa para supoter Timnas kita. Mungkin karena kekesalan rakyat Indonesia atas kelakukan Malaysia yang selama ini dinilai menginjak-injak harga diri dan martabat bangsa Indonesia, apalagi ditambah dengan insiden laser yang dilakukan para suporter Malaysia pada tubuh Markus Horizon saat laga tandang di Stadion Bukit Jalil. Kelakuan Malaysia semakin menaikkan tensi dan mengakumulasi kebencian rakyat Indonesia. Sehingga, sempat penjual di sekitar SUGBK mengaku kebanjiran pembeli kaos Timnas yang bertuliskan “Ganyang Malaysia”. Jika memang perang belum terjadi, tetapi final piala AFF merupakan ajang unjuk kekuatan kedua negara dalam hal sepak bola.

But one thing that the writer want to underline here that do not make AFF Cup Final become means of politicization and propaganda. Hendaknya kita jangan menjadikan momen final piala AFF ini menjadi ajang propaganda untuk terus membenci Malaysia. Jangan mencampuradukkan politik dengan olah raga karena memang tidak ada kaitannya. Dalam setiap pertandingan sepak bola semua kemungkinan bisa terjadi. Lihat kekalahan tim-tim raksasa seperti Inggris, Perancis, Argentina di Piala Dunia 2010 kemarin. Mungkin kita sempat tak percaya ketika Inggris dibantai Jerman 4-1. Tetapi itulah terjadi tanpa rekayasa. Kekalahan Indonesia 3-0 atas Malayasia pada leg pertama di Stadion Bukit Jalil haruslah kita terima. Kita harus berbenah bukan malah mencari-cari kesalahan yang inilah, yang sinar laserlah, dan tetek bengek lainnya. Itulah faktanya, itulah yang terjadi, itulah mental Timnas kita jika main tandang. Apalagi dengan menyalahkan kepengurusan PSSI-lah, mengusut Nurdin untuk turun jabatan segala. Sudahlah sekali lagi jangan mempolitisasinya, khususnya buat para partai politik. Harimau Malaya kali ini memang layak dan pantas juara. Indonesia belajarlah darinya jangan enggan. Jangan dijadikan momen propaganda piala AFF kali ini. Penulis di sini menganalisa bahwa akan mudah memproganda rakyat Indonesia untuk saat ini karena bisa dikatakan jiwa nasionalisme bangsa sedang dalam posisi puncak sehingga apa pun yang menyangkut Indonesia rakyat akan merasa gerah, apalagi jika dibungkus dengan kegagalan Timnas memboyong piala AFF. Dan jangan jadikan kekalahan Timnas sebagai ajang kebencian terhadap Malaysia terus menerus. Maybe it is early to tell, but if indeed the war between Malaysia and Indonesia can not be prevented, the authors expect we are not necessarily to be winner.
Kalimat terakhir dari penulis.Majulah Indonesiaku. Terbanglah Garuda. Kepakkan sayap gagahnu kembali di angkasa. Garuda didadaku. Garuda kebangganku. Sampai kapanpun merah putih akan menjadi jiwa dan ragaku.

No comments:

Post a Comment