By : Triono Akhmad Munib
Sebelum penulis menjelaskan lebih lanjut tentang apa yang dibahas nanti. Alangkah baiknya kita menerjemahkan judul dari tulisan ini. Utopia merupakan sebuah istilah yang berarti sesuatu yang khayal, angan-angan, sebuah keberharapan. Sedangkan liberalis merupakan salah satu teori dalam hubungan internasional. So, apa hubungannya?. Okey we just start.
Pemikiran liberalisme muncul setelah berakhirnya Perang Dunia I, yaitu akibat dari adanya sebuah keinginan para ilmuwan dan politisi untuk memahami sebab-sebab terjadinya perang dan untuk mewujudkan dunia yang lebih damai. Adapun poin-poin penting dalam liberalisme, antara lain :
1.Manusia esensinya adalah ”baik” dan mementingkan kepentingan orang lain sehingga implementasinya kehidupan manusia adalah harmonis dan bisa bekerja sama
2.Pada dasarnya manusia memperhatikan kesejahteraan dan kemajuan sesamanya.
3.Masyarakat internasional harus mereorganisasi dirinya sendiri secara institusional untuk melenyapkan anarkhi dan mengkondisikan dunia tidak berperang
Dari basic assumptions itu lah para kaum liberalis meneguhkan dirinya bahwa dunia ini tidak anarki sebenarnya, manusia bisa bekerja sama. Dan memang faktanya semakin bermunculan kerjasama regional yang menjadi bukti terkuat bahwa manusia (negara-bangsa) bisa hidup berdampingan dan bekerja sama dengan menghilangkan egoisitas mereka atas nama kolektif. Namun timbul sebuah pertanyaan ’is that true?’. Berangkat dari pandangan realis dan penuilis meyakini bahwa liberalis adalah sesuatu yang utopia dan tak hanya angan-angan semata. Mengapa bias begitu?. E. H. Carr dalam Twenty Years Crisis mencurahkan kritiknya, yaitu :
1.Liberalis hanya berpegang pada karakter normatif dan mendasarkan politik internasional pada “apa yang seharusnya” bukan “apa yang sebenarnya”.
2.Kaum liberalis mengabaikan elemen sentral dalam politik internasional yaitu pertimbangan kekuasaan padahal ketimpangan distribusi kekuasaan dalam sistem internasional merupakan akar penyebab konflik dan perang.
3.Perdamaian internasional merupakan topeng tirani opresif bagi negara yang ingin merevisi batas teritorial dan kekuatan strategi dan ekonominya sehingga perdamaian internasional merupakan kepentingan tetap dari kelompok-kelompok yang unggul (few winners with many losers)
4.Collective security merupakan sebuah metode yang menempatkan kekuatan unggul pada negara-negara yang memiliki kejayaan yang melembagakan status quo. LBB tidak mampu meningkatkan kepentingan nasional negara anggotanya dan gagal memperhitungkan pergesaran kekuasaaan antara negara yang mempertahankan status quo dengan negara yang menginginkan perubahan.
Dari kritikan Carr di atas, penulis ingin menguatkan kembali dalam poin-poin di bawah ini :
1.Apakah benar semua manusia itu baik?. Kebanyakan manusia adalah jahat. Oleh karenanya perang adalah sesuatu yang inherent, ex : Kegagalan kaum liberalis menjawab adanya Perang Dunia II merupakan jawabannya dan yang paling baru saat ini adalah memanasnya konflik di Semenanjung Korea
2.Mekanisme legal-institusional dari para teoritisi liberalis adalah sangat-sangat normatif, hanya membahas bagaimana seharusnya negara bertindak tetapi tidak bisa menjelaskan mengapa negara melakukan suatu tindakan tertentu. Penulis meneguhkan bahwa tidak ada sebuah institusi baik regional maupun internasional yang benar-benar berprinsip positive sum-game. PBB pun masih ada yang mendominasi yaitu AS dan banyak keputusan PBB disponsori AS yang hanya memberikan keuntungan kepada AS saja
3.Kaum liberalis terlalu mengaburkan antara national interest dengan prinsip-prinsip moral universal. Demokrasi yang diagung-agungkan dengan berpegang pada prinsip HAM, kesetaraan, dll pun pada faktanya saling menjatuhkan. Suatu contoh invasi AS ke Irak tahun 2003 yang menewaskan banyak penduduk sipil membuka mata kita bahwa negara pioner demokrasi pun tak menunjung tinggi nilai universal itu, yaitu HAM
Dari pemaparan di atas, saya semakin mengukuhkan bahwa liberalis merupakan sebuah pandangan yang berekspektasi belaka. Mereka mengandaikan manusia dan sistem intenasional ’seperti apa yang seharusnya’. Benturan kepentingan adalah hal yang tidak terhindarkan dan its given. Mengejar kepentingan nasional adalah hal alami yang dilakukan negara melalui politik luar negerinya dalam sistem internasional dan untuk menghindari peperangan diperlukan perimbangan kekuasaan (balance of power). Dan faktanya, dunia ini memang anarki dan akan selalu struggle for power. One thing that the writter want to underline here that when we talking about the interest, there is no positive sum-game
No comments:
Post a Comment