Friday 30 July 2010

Sepak Bola dan Politik

By : Triono Akhmad Munib

Pagelaran akbar sepak bola sejagad atau biasa disebut dengan world cup (piala dunia) telah usai. Tetapi euforia para suporter dan kontroversi masih terus berlanjut hingga saat ini. Misalnya gol tendangan keras pemain Inggris, Frank Lampard ke gawang tim Jerman yang sempat dianulir wasit masih menjadi perdebatan panas. Jika berbicara piala dunia, kita tak bisa lepas dari kerasnya permainan di lapangan hijau yang menjadi ciri khas dari permainanan sepak bola itu sendiri. Demi membela negara dalam arti menyelamatkan gawang dari gempuran lawan apa pun dilakukan. Loncatan kaki pemain, salto, sundulan, tackling selalu mewarnai disetiap laga sehingga permainan tampak seperti adu karate antar tim. Tetapi di sini kita tidak akan membicarakan sepak bola lebih dalam melainkan akan berbicara tentant politik. Lho, bagaimana bisa sepak bola disamakan dengan politik?.
Panasnya suhu politik di tanah air membuat tayangan berita di televisi tak berhenti mengabarkan perkembangan politik tanah air. Entah tentang semakin maraknya koalisi antar partai politik (parpol), pemilihan calon ketua umum parpol hingga saling berebut kursi jabatan. Jika kita lihat perpolitikan memang tak ayalnya sebuah permainan sepak yang selalu dibumbui dengan tackling, saring serang hingga stuggle each other (menjatuhkan satu sama lain)

Sama Kerasnya

Bisa dikatakan politik adalah sama kerasnya dengan sebuah permainan sepak bola. Bila disamakan dengan permainan sepak bola berarti politik itu menakutkan kah?. Bisa dikatakan ‘iya’. Politik akan saling dorong, menyerang, tackling, menjatuhkan satu sama lain hingga bisa mencapai gol yaitu tercapainya sebuah tujuan yang diharapkan. Demi mempertahankan kepentingannya, mereka akan saling serang terhadap mereka yang dianggap sebagai lawan politiknya. Mereka akn saling menjatuhkan satu sama lain dengan mencari-cari kesalahan lawannya. Jika dalam sepakbola ada lawan ada kawan di dalam politik kadang tak mengenal itu. Politik kadang buta akan kawan dan lawan sampai-sampai mereka bisa saling menendang walau dalam satu tim atau parpol. Rasanya tidak ada kawan abadi yang ada hanyalah ‘kepentingan abadi’
Jika dalam sepak bola dikenal dengan adanya blunder seperti pertandingan Korea Selatan melawan Argentina di mana terjadi blunder pemain bertahan Argentina, Martin Demichelis mengakibatkan Argentina kebobolan oleh Park Ji-Sung. Di dalam politik pun juga ada hal demikian alih-alih menyerang musuh politiknya dan mempertahankan kepentingannya malah bisa-bisa serangan tersebut akan kembali kepada dirinya dan malah lawan yang bisa menjebol gawang kita dalam arti mencapai tujuannya. Layaknya sepak bola politik harus memerlukan strategi apakah kita akan deffence atau full attack. Jika dalam sepak bola diperlukan sebuah timing yang pas untuk memasukkan pemain andalan mereka dalam politik pun juga begitu. Diperlukan sebuah waktu yang tepat untuk mengangkat atau memanfaatkan isu yang sedang berlangsung untuk menarik dukungan dari masyarakat. Wah, kalau begitu politik itu kejam ya?. Secara mutlak ‘tidak’. Kita tidak bisa lepas dalam politik. Hidup keseharian kita pun secara tidak langsung sudah memasuki ranah politik. Misalnya, kita akan membeli sebuah pakaian pastilah kita memilih. Nah, memilih itu lah merupakan hal kecil dari politik. Karena dalam proses pembuatan kebijakan (decision making process) seorang pemimpin perlu memilih kebijakan manakan yang akan diambil, semisal terus mensubsidi minyak tanah atau konversi ke gas.

No comments:

Post a Comment