Tuesday 4 May 2010

POLITIK LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP IRAN STUDI KASUS REVOLUSI ISLAM IRAN 1979

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Revolusi Islam Iran yang terjadi pada tahun 1979 dengan menjatuhkan Mohammad Reza Pahlevi merupakan puncak kekecewaan rakyat Iran terhadap kepemimpinan dinasti Reza (mulai Reza Khan) yang terkenal korup dan pro-barat. Iran di bawah Mohammad Reza Syah adalah monarki konstitusional yang semu. Karena terhimpit oleh penjajah maka Syah menyusun program untuk menyerukan pembangunan negara sekuler dan rezim nasionalis yang memusat dan selanjutnya program itu diarahkan kepada modernisasi masyarakat yang sejalan dengan modernisasi Barat. Antara tahun 1960 dan 1977 pemerintah menempuh langkah-langkah mengkonsolidasikan pemerintahan otokratik mereka, mereformasi struktur pemilikan tanah, memodernisasi ekonomi industrial, memperkokoh kekuatan militer yang mengamankan supremasi regional mereka, dan mereformasi struktur sosial Iran.
Amerika Serikat (AS) tidak pernah menginginkan Revolusi Islam di Iran tersebut terjadi. Kita tahu bahwa pada masa dinasti Reza, Iran sangat loyal kepada AS. Ini terbukti bahwa Muhammad Reza Pahlevi, sedemikian bergantung kepada Amerika Serikat bahkan untuk urusan sekecil apapun dia harus mempertimbangkan kepentingan Amerika. Berdasarkan doktrin keamanan Amerika Serikat yang disebut ‘Keamanan Dua Pilar’, Iran dan Arab Saudi merupakan dua lengan eksekutif politik keamanan Amerika di kawasan. Rezim Shah, memiliki hubungan yang sangat erat dengan Rezim Zionis Israel dan demi menjaga kepentingan Amerika, Iran menandatangani pakta CENTO (The Central Organization), sebuah pakta anti-Uni Soviet.
Dari segi geostategis, memang letak Iran sangatlah jauh dengan AS tetapi sumber minyak Iran yang melimpah membuat pihak asing sangat berambisi untuk menguasainya. Bahkan 40 persen saham minyak Iran dimiliki oleh perusahaan-perusahaan Amerika Serikat. Rezim Shah menyuplai 65 persen kebutuhan minyak Rezim Zionis dan 95 persen rezim rasialis Apharteid di Afrika Selatan. Selain itu, pembelian persenjataan dari Amerika Serikat juga membuat pendapatan negara dari sektor minyak harus selalu mengalir ke kantong-kantong perusahaan Amerika. Dalam berbagai mega proyek penting, Rezim Shah enggan memanfaatkan kemampuan dalam negeri dan selalu menyerahkannya kepada perusahaan asing khususnya Amerika Serikat. Dari posisis geopolitik, Iran yang batas utaranya, seperti : Kazaksthan, Turkmenistan, Uzbekistan, Azerbaijan merupakan negara-negara sekutu Uni Soviet. Kondisi ini membuat AS takut akan adanya “domino theory”, yaitu efek merembetnya paham komunis ke Iran. Dari alasan-alasan, bisa kita ketahui kenapa AS tidak meninginkan adanya Revolusi Islam Iran.

1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, penulis membuat suatu rumusan masalah yaitu : bagaimana politik luar negeri AS kepada Iran pra Revolusi Iran (dekade 60-an), saat Revolusi Iran (dekade 80-an), pasca Revolusi Iran (awal dekade 90-an)?

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Geopolitik dan Geostrategi Iran
Iran atau Persia adalah nama negeri terbesar ketujuh belas di dunia saat ini. Kata Iran berasal dari Ariya, yang bermakna “mulia”, “spiritual”, dan “tinggi”. Prasasti Darius Agung dan anaknya, Xerxes, yang terpahat di Persepolis merujuk pada Ariya dengan makna serupa.
Iran berada di persimpangan Timur Tengah, Asia Barat dan Kaukasus, dengan luas wilayah yang setara dengan Inggris, Perancis, Spanyol dan Jerman digabung menjadi satu. Bagian utara Iran bertetangga dengan Armenia, Azerbaijan, Turkmenistan, bagian timurnya bersebelahan dengan Afganistan dan Pakistan, sedangkan sebagian besar sayap baratnya berimpitan dengan Irak dan sebagian kecilnya dengan Turki.
Letak Iran di pusat Eurasia inilah yang selama ribuan tahun menjadikan Iran bagaikan menara pengintai sekaligus benteng pertahanan Timur ataupun Barat . Setiap kali suatu kekuatan dari Barat hendak menyerang belahan Timur atau sebaliknya, maka ia akan menjadikan Iran sebagai garis depan. Bentuk Iran di peta dunia saat ini mirip kucing yang bersiap menyergap. Mukanya menghadap ke Barat dan punggungnya membelakangi Timur. Bagian hidung ada di Turki, mata di Irak, kedua tangan yang siap menerkam di Teluk Persia, punggung di Turkmanistan, buntut di Afganistan dan kaki di Pakistan.
Dalam geostrategi energi, posisi geografi Iran sangat menguntungkan. Di sebelah utara Iran, negara ini berdekatan dengan Azerbaijan, Rusia, Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kazakhtan. Wilayah-wilayah ini, termasuk Iran, memiliki akses ke Laut Caspia. Dalam intelijen energi, semua orang tahu bahwa wilayah Laut Caspia mengandung potensi kekayaan minyak dan gas . Akibat dari akses ke wilayah Laut Caspia, Iran secara otomatis menjadi salah satu negara vital yang dilewati oleh pipa-pipa minyak dan gas menuju Asia, seperti ke India, Pakistan, dan China. India, Pakistan, dan China secara kebetulan berada di timur Iran. Negara-negara penghasil minyak dan gas dari wilayah Laut Caspia pada umumnya mengekspor kebutuhan energi Asia melalui 2 negara, yakni Iran dan Afghanistan.
Dalam pemikiran geopolitik klasik, Mackinder menyebut Eurasia sebagai bagian penting pusat dunia. Siapa pun yang menguasai heartland akan menguasai dunia. Wilayah-wilayah ini, termasuk Iran, memiliki akses ke Laut Kaspia. Salah satu negara pendiri SCO, Rusia yang merupakan penghasil gas terbesar dunia sedangkan Kazakhstan mempunyai cadangan minyak dan gas yang sangat luas, sekitar 35 milyar barel dan merupakan dua kali dari cadangan di Laut Utara, serta Kashagan, perusahaan minyak Kazakhstan yang terbesar ke lima di dunia.
Dari penjelasan letak geopolitik dan geostrategi Iran di atas, bisa dilihat mengapa AS tidak pernah ingin terjadi suatu Revolusi di Iran. Jawabannya adalah sangat jelas, lagi-lagi karena masalah sumber daya energy (minyak). AS tidak ingin rezim Syah Reza runtuh, karena AS takut tidak akan ada pemimpin yang loyal lagi dan selalu mengedepankan kepentingannya. Ayatullah Khomeini yang terus membakar semangat Revolusi Islam sangat anti-AS. Dia menolak akan adanya modernisasi ala Barat seperti kebijakan yang dibuat oleh Reza Pahlevi. Di sini, AS melalui politik luar negerinya terus mempengaruhi kehidupan politik Iran agar Revolusi tersebut tidak akan terjadi

2.2 Politik Luar Negeri AS Terhadap Iran Pra-Revolusi Islam Iran (dekade 1960-an)
Awalnya keterlibatan Amerika Serikat dengan Iran adalah pada saat terjadi Krisis Abadan (ketegangan antara pemerintahan Iran dan perusahaan minyak Iran-Anglo milik Inggris), saat itu pemerintah Presiden Truman membujuk Inggris untuk tidak menyerang Iran dan menekan Inggris untuk memoderatkan posisi mereka dalam negosiasi minyak. Kebijakan Amerika Serikat tersebut menciptakan perasaan bahwa Amerika Serikat berada di pihak Moussadeq dan optimisme bahwa perselisihan minyak akan segera diselesaikan dengan “serangkaian proposal inovatif“ dan memberikan Iran "sejumlah besar bantuan ekonomi". Pada saat yang sama Amerika Serikat menghormati embargo Inggris dan (tanpa sepengetahuan Truman) stasiun CIA di Teheran telah "melakukan kegiatan rahasia" terhadap Mosaddeq dan Front Nasional setidaknya sejak musim panas tahun 1952.
Ketika Eisenhower dari Patai Republik menggantikan Truman dari Partai Demokrat Amerika Serikat merencanakan untuk mendestabilisasi Mousaddeq. Pada tahun 1953, Amerika Serikat dan Inggris, melalui operasi rahasia dari Central Intelligence Agency (CIA) yang disebut Operasi Ajax, dilakukan dari Kedutaan Besar AS di Teheran untuk membantu mengorganisir sebuah kudeta yang diprakarsai oleh Shah Reza untuk menggulingkan pemerintah Moussadeq. Operasi pertama gagal sehingga Shah melarikan diri ke Italia, akan tetapi usaha kudeta kedua berhasil, Shah kembali ke Iran dan Moussadeq dipenjarakan. Kudeta itu dilakukan atas pertimbangan geostrategi, yaitu keinginan untuk menghancurkan gerakan Moussadeq yang berambisi untuk mendirikan sebuah kediktatoran di Iran atau untuk mendapatkan kontrol atas minyak Iran. Asumsi tersebut yang mendorong keyakinan para pejabat Amerika Serikat untuk membantu melakukan kudeta . Shah Reza di sini semakin tergantung pada AS.
Atas keinginan tekanan kebijakan luar negeri AS pulalah pada tahun 60-an Shah Iran melaksanakan "Revolusi Putih", guna memupus kesenjangan sosial di negara itu. Shah memberlakukan reformasi pertanahan, yang memukul para bangsawan Iran. Juga dilaksanakan program pendidikan dan meluaskan hak bagi perempuan. Tetapi mungkin itu sudah terlambat, sebab kritik terhadap Shah semakin lantang. Apakah itu karena ketergantungannya pada AS maupun karena pemisahan yang berlebihan antara negara dan agama.
Di bawah pemerintahan Shah Reza, AS serasa berada di atas angin. Bagaikan boneka Amerika, Shah Reza terbukti sangat pro terhadap amerika. Hegemoni amerika terlihat dengan ditandatanganinya pakta CENTO (The Central Organization), sebuah pakta anti-Uni Soviet Di dalam iran sendiri bahkan seluruh keputusan yang diambil harus memperhatikan kepentingan Amerika Serikat. Untuk urusan sekecil apapun Duta Besar Amerika Serikat untuk Iran secara langsung membimbing kebijakan pemerintahan despotik Rezim Shah . Dengan ditandatanganinya pakta ini Amerika berharap dapat membendung kekuatan komunis Rusia di Iran.
Antara tahun 1960 dan 1977 AS meminta pemerintah Iran mereformasi struktur pemilikan tanah, memodernisasi ekonomi industrial, memperkokoh kekuatan militer yang mengamankan supremasi regional mereka, dan mereformasi struktur sosial Iran. Seluruh program modernisasi itu mengacu kepada modernisasi yang telah dilaksanakan Barat. Di bidang ekonomi Amerika berhasil memonopoli minyak Iran. Tercatat 40% saham minyak di Iran dimiliki oleh Amerika. Hal ini semakin menguntungkan bagi Amerika yang notabene memerlukan minyak sebagai penyandang industrinya. Masuknya amerika terlihat juga pada banyaknya tenaga-tenaga pekerja asing yang masuk ke Iran, terutama yang berasal dari Amerika Serikat. Sampai tahun 1978 jumlah orang Amerika yang bekerja di Iran mencapai 60.000 orang. Di bidang militer kerjasama Amerika-Iran ditunjukkan dengan pembelanjaan senjata militer dari barat sebesar 12 milyar dolar.

2.3 Politik Luar Negeri AS Terhadap Iran Saat Revolusi Islam Iran (1979-1980)
Revolusi Islam Iran tahun 1979 menghancurkan hegemoni Amerika Serikat di Iran. Amerika Serikat tidak rela jika pengaruhnya atas Iran hilang begitu saja dengan runtuhya rezim syah di Negara tersebut, terlebih saat itu adalah masa perang dingin dimana AS takut jika nantinya Iran jatuh ke tangan komunis, hal tersebut menuntut Amerika Serikat berupaya melakukan operasi intelejen kontra revolusi di dalam Iran namun AS tidak berdaya ketika para mahasiswa menyerang kedutaan AS di Teheran sehingga dokumen-dokumen penting intelejen AS ditemukan di dalam gedung kedutaan tersebut dan yang kemudian memicu penyanderaan puluhan warga AS.
Hubungan diplomatik kedua Negara AS dan Iran terputus dengan terjadinya revolusi ini terlebih ketika warga AS disandra kelompok prorevolusi. AS pun tidak kehabisan cara, AS mengerahkan segala kekuatan dplomatiknya untuk mendukung Irak yang notabene adalah tetangga Iran untuk menyerang Iran.
Pada 4 November 1979 mahasiswa Iran menyerbu Kedutaan Besar Amerika Serikat di Teheran, alasannya, mereka mengaggap Amerika Serikat dalam hal ini adalah Jimmy Carter, berusaha untuk melindungi Shah Reza Pahlevi yang telah terusir dari Iran, masalah pengobatan kesehatan menjadi alasan Shah ingin memasuki Amerika Serikat.
Lima puluh dua orang diplomat Amerika Serikat disandera oleh para mahasiswa di dalam gedung Kedutaan Besar Amerika Serikat di Teheran selama 444 hari, pemerintahan AS begitu juga Iran sangat terpukul dengan masalah ini. Pada awalnya, Carter melihat penyelesaian melalui segi militer terelalu beresiko sehingga kemudian langkah yang pemerintah Amerika Serikat ambil adalah memberikan sanksi-saksi ekonomi dan membekukan aset-aset Iran di Amerika, tak kurang juga usaha-usaha diplomatik yang dilakukan oleh Cyrus Vance sebagai Sekretaris Negara saat itu.Rupanya AS sudah tak mampu bersabar lagi menghadapi para penyandera, reaksi pemerintah AS kemudian adalah memutuskan hubungan diplomatik dengan pemerintah Iran pada 7 April 1980. Kemudian Pemerintah AS menanggapi masalah ini dengan mencoba melakukan operasi penyelamatan pertama yang diberi sandi Operation Desert One (Operasi Gurun Pasir Pertama), namun operasi ini gagal dengan memalukan karena 3 helikopter AS yang tak dapat dioperasikan dan 1 helikopter yang menabrak pesawat transportasi C-130 yang mengakibatkan 8 prajurit tewas dan 3 lainnya luka-luka. Amerika Serikat ternyata masih belum jera, Operasi baru kembali disusun yang diberi sandi Operation Eagle Claw (Operasi Cakar Elang) pada tanggal 24 April 1980, namun operasi ini lagi-lagi gagal dengan terbunuhnya 8 orang militer Amerika dalam operasi tersebut, sehingga operasi tersebut dibatalkan.
Para penyandera merasa AS terlalu mengintervensi kehidupan masyarakat Iran selama ini, “Anda tidak punya hak untuk mengeluh, karena Anda mengambil sandera seluruh negeri kita pada tahun 1953” kata seorang penyandera pada Bruce Laingen sebagai kepala Diplomat AS yang disandera.
Kejelasan nasib para sandera baru terlihat ketika ditandatanganinya perjanjian Algiers di Aljazair pada 19 Januari 1981, sehari setelahnya pada tanggal 20 Januari 1981 para sandera tersebut dibebaskan.


2.4 Politik Luar Negeri AS Terhadap Iran Pasca Revoulsi Islam Iran (1980 s/d awal 1990-an)
Perubahan drastis yang terjadi pada Iran setelah revolusi islam menyebabkan perubahan pada keterbukaan Iran terhadap negara lain khususnya Amerika Serikat. Sebelum revolusi Iran, Amerika Serikat dapat dengan mudah mengintervensi politik dalam negeri Iran sehingga Ayatullah Khomeini melihat bahwa dinasti Syah Pahlevi lebih memberikan keuntungan pada Amerika Serikat dan merugikan umat Islam. Setelah Revolusi bergulir, Iran memasuki suatu fase yang amat berbeda dari sebelumnya yaitu fase radikalis dimana Iran benar-benar menutup hubungan dengan negara-negara lain khususnya Amerika Serikat. Melihat ini Amerika Serikat yang dulunya sangat diuntungkan dengan keterbukaan Iran pada dinasti Syah Palevi merasa dirugikan setelah revolusi islam dilakukan, oleh karena itu AS berusaha memprovokasi Irak untuk menghancurkan Iran. Amerika Serikat juga mengembargo Iran dengan melarang penjualan senjata kepada Iran waktu Perang Iran-Irak. Hubungan Iran da Amerika Serikat juga semakin buruk ketika AS melancarkan Operasi Mantis. Operasi Mantis pada tanggal 14 April 1988 adalah sebuah serangan oleh angkatan laut pasukan AS yang merupakan pembalasan setelah Iran menembaki kapal laut AS di Teluk Persia. Pasca Revolusi Islam Iran, politik luar negeri AS kepada Iran cenderung bermusuhan hingga sampai saat ini.
Pasca Revoulsi Islam AS melalui politik luar negerinya terus memobolisasi kekuatan politik dan dipolmatiknya ditingkat regional dan internasional untuk membantu Irak menyerang Iran. AS juga mengembargo Iran dan mengembargo siapa saja yang berhubungan dengan Iran

2.5 Politik Luar Negeri AS Pasca 11 September 2001
2.5.1 Masa Pemerintahan George W. Bush
Pasca terjadinya peristiwa 11 September 2001, AS melalui politik luar negerinya telah menetapkan Iran sebagai salah satu negara yang memiliki keterlibatan dengan serangan Al-Qaeda terhadap gedung WTC di AS. Kondisi ini semakin memperburuk hubungan AS dan Iran. Presiden AS saat itu, George Walker Bush menegaskan, agen intelijen negaranya sedang melacak kemungkinan keterlibatan Iran dalam serangan 11 September 2001 yang menewaskan sedikitnya 3.000 orang bersamaan dengan hancurnya menara kembar World Trade Center, New York
Pernyataan Bush tersebut dirilis sehari setelah Direktur Central Intelligent Agency (CIA), John McLaughlin membocorkan temuan lembaganya yang tengah menyelesaikan investigasi seputar serangan 11 September. McLaughlin mengaku menemukan bukti bahwa sedikitnya delapan tersangka pelaksana serangan Al-Qaidah ke New York sempat singgah di Iran .
Sebelum pernyataan McLaughlin, dua majalah berita terkemuka di Amerika, Time dan Newsweek, secara bersamaan menulis laporan menyorot kebijakan imigrasi Iran empat tahun terakhir, yang dinilai mendukung terorisme. Iran dituduh sengaja melonggarkan pengawasan perbatasannya pada Oktober 2000 dan Februari 2001 untuk memudahkan anggota Al-Qaeda melewati negara itu . Liputan Time menyebutkan, pemerintah Iran konon pernah mengajak Al-Qaeda bekerja sama menyerang Amerika Serikat. Sebagian besar informasi intelijen ini, menurut Time, dihimpun dari temuan sejumlah memo yang selama ini ternyata terkubur di bawah tumpukan dokumen di kantor Agen Keamanan Nasional Amerika. Salah satu memo itu, merujuk kepada Newsweek, melaporkan bahwa petugas inspeksi Iran diinstruksikan untuk tidak memberi stempel pada paspor anggota Al-Qaeda dari Arab Saudi yang sedang melalui Iran setelah mengunjungi kamp Usamah bin Ladin di Afganistan. Stempel imigrasi Iran di paspor mereka dikhawatirkan akan menyulitkan kunjungan berikutnya ke Negeri Paman Sam.
Namun Pemerintah Iran sendiri terus menolak tuduhan Amerika. Melalui, juru bicara Departemen Luar Negeri Iran Hamid Reza Asefi kemarin mengakui bahwa memang tidak tertutup kemungkinan ada anggota Al-Qaeda yang melalui perbatasannya, namun memastikan hal itu dilakukan secara ilegal. Menurutnya Iran memiliki perbatasan yang sangat panjang, dan sama sekali tidak mungkin mengawasinya sepanjang waktu

2.5.2 Masa Pemerintahan Barack Husein Obama
Pasca 11 September, khusunya pada masa setelah pemerintahan Bush. Obama, yang menggantikan Bush berusaha untuk mengembalikan citra AS di mata dunia. Isu bahwa Iran terlibat dalam peristiwa 11 September sudah tidak lagi menjadi agenda dominan politik luar negeri AS. Isu tersebut sudah beralih ke senjata pemusnah massal atau nuklir. Obama mencari dukungan dunia internasional untuk terus menjatuhkan sanksi kepada Iran. setelah Resolusi DK PBB No. 1747 tahun 2007.
Kebijakan yang terakhir kemarin adalah KTT Keamanan Nuklir di Washington pada tanggal 12-13 April 2010 kemarin. Tujuan Presiden AS, Barack Obama menggelar pertemuan ini sangat sederhana dan tidak kontroversial yakni membuat dunia bebas senjata nuklir untuk mencegah jatuhnya material nuklir ke tangan yang salah, seperti kelompok teroris. Namun inti sebenarnya dari KTT ini, adalah aksi Obama untuk melobi para pemimpin dunia. Hanya satu keinginan Obama, yakni meminta dukungan atas sanksi baru terhadap Iran . Di sini, terlihat bahwa ada suatu perubahan arah kebijakan luar negeri AS terhadap Iran

BAB 3
KESIMPULAN

Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat perubahan arah kebijakan politik luar negeri AS terhadap Iran. Di mana, pada saat rezim Syah, politik luar negeri AS lebih cenderung ke arah membantu Iran tetapi pasca Revolusi Islam Iran, AS menganggap bahwa Iran adalah new enemy (musuh baru) baginya, setelah ideologi komunis Uni Soviet. AS dengan kebijakan luar negerinya terus mencoba mengucilkan Iran dari dunia internasional pasca Revolusi tersebut. Terlihat dengan embargo senjata ke Iran pada masa Perang Iran-Irak.
Kebijakan luar negeri AS yang terus mengucilkan Iran terlihat dari kebijakan Bush pasca peristiwa 11 September yang memasukkan Iran sebagai salah satu negara yang memiliki keterlibatan dengan jaringan Al-Qaeda. Namun, pada masa Barack Obama, tentunya setelah Bush lengser. AS tidak lagi menjadikan isu terorisme kepada Iran, melainkan dengan isu senjata pemusnah massal atau nuklir. Obama terus mencari dukungan dunia untuk menambah dan menjatuhkan sanksi kepada Iran, setelah Resolusi DK PBB No. 1747 tahun 2007 dijatuhkan kepada Iran

DAFTAR PUSTAKA

Buku
Labib, Muhsin, dkk. 2006. Ahmadinejad : David Di Tengah Angkara Goliath Dunia. Bandung : Mizan Press
Naji, Kasran. 2009. Ahmadinejad : Kisah Rahasia Sang Pemimpin Radikal Iran. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama

Situs
http://musakazhim.wordpress.com/2007/04/08/geopolitik-iran/
http://swaramuslim.net/galery/more.php?id=5634_0_18_0_M
http://insidewinme.blogspot.com/2010/04/kebijakan-politik-luar-negri-barat-buku.html
http://jurnal.tukerbuku.com/
http://www.percikaniman.org/detail_artikel.php?cPub=Hits&cID=451
http://www.infoanda.com/linksfollow.php?lh=UQIHBQtQCQEH
http://www.inilah.com/news/read/politik/2010/04/15/462601/as-cari-sekutu-lawan-nuklir-iran/

No comments:

Post a Comment