By : Triono Akhmad Munib
Pemanasan global adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18°C (1.33 ± 0.32°F) selama seratus tahun terakhir . Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca.[1] Menurut Badan Antariksa AS (NASA), pemanasan global adalah peningkatan luar biasa cepat rata-rata suhu permukaan bumi selama abad yang lalu terutama disebabkan oleh gas rumah kaca yang dilepaskan sebagai bahan bakar fosil. Suhu permukaan rata-rata global naik 0,6 sampai 0,9 derajat Celcius (1,1-1,6°F) di tahun 1906 dan 2005, dan tingkat kenaikan suhu hampir dua kali lipat dalam 50 tahun terakhir.[2]
Sumber : http://earthobservatory.nasa.gov/Features/GlobalWarming/page2.php
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim.[3] Pemanasan global saat ini memang menjadi sebuah isu yang sorotan dunia. Itu semua disebabkan karena dampak akan naiknya suhu bumi dewasa ini sudah dirasakan oleh masyarakat kebanyakan.
Pergantian musim yang sudah tidak bisa diprediksi lagi yang implikasinya menyebabkan petani gagal panen. Berjuta-juta hektar sawah tidak bisa dipanen dengan maksimal karena pergantian iklim yang sulit ditebak oleh para petani. Banjir yang melanda beberapa kota di Indonesia akhir-akhir ini akibat illegal logging sehingga implementasinya tidak bisanya air hujan diserap dengan maksimal oleh hutan
PENYEBAB PEMANASAN GLOBAL
Efek Rumah Kaca
Suhu atmosfer bumi pada saat ini terasa lebih panas dari sebelumnya. Para ahli klimatologi memperkirakan suhu atmosfer bumi telah naik rata-rata sebesar 0,5-0,6°C dari 100 tahun yang lalu. Bahkan berdasarkan pengamatan 30 tahun terakhir, kenaikan suhu rata-rata udara di seluruh dunia sebesar 2°C. Kenaikan suhu yang lebih besar daripada 2°C misalnya dialami kota-kota besar seperti Bandung yang hampir mencapai 4°C, Jakarta hampir mencapai 5°C. Di negara-negara seperti AS dan Kanada naiknya suhu bumi ini menyebabkan kekeringan dan kebakaran.[4]
Efek rumah kaca adalah peristiwa yang alamiah yang kejadiannya mirip dengan pantulan panas di dalam rumah kaca yang biasanya digunakan oleh petani saat bercocok tanam. Segala sumber energi yang terdapat di bumi ini berasal dari matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek. Ketika energi ini tiba permukaan bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan bumi. Permukaan bumi, akan menyerap sebagian panas itu dan juga akan memantulkan kembali sisanya. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar di bawah ini.
Sumber : PDIN-BATAN
Penjelasan singkat gambar di atas adalah sebagai berikut:
• Panas matahari sebagian diserap bumi sebesar 160 watt/m2 dan memanasi bumi (1);
• Panas matahari sebagian akan dipantulkan kembali ke atmosfer (2);
• Panas sebagian juga dipantulkan oleh bumi dan diteruskan oleh atmosfer (3).
Sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, sulfur dioksida dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat. Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya.
Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan suhu rata-rata sebesar 15°C (59°F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33°C (59°F) dari suhunya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18°C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan bumi. Sebaliknya, jika gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global.
Efek Umpan Balik
Pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan di sini menyebabkan banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlangsung.
Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es. Ketika suhu global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air di bawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.
Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah.
Secara alamiah memang naiknya suhu bumi disebabkan oleh kedua hal tersebut. Namun, ada hal yang patut dianalisa di sini adalah bahwa ada peran manusia yang mempercepat proses pemanasan itu sendiri didalamnya.
Manusia Mempercepat Pemanasan Global
Sepanjang seratus tahun ini konsumsi energi dunia bertambah secara spektakuler. Sekitar 70% energi dipakai oleh negara-negara maju dan 78% dari energi tersebut berasal dari bahan bakar fosil.[5] Sementara itu, jumlah dana untuk pemanfaatan energi yang tak dapat habis (matahari, angin, biogas, air, khususnya hidro mini dan makro) yang dapat mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, baik di negara maju maupun miskin tetaplah rendah. Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2001 juga memperlihatkan bahwa 66% penyebab pemanasan global adalah dari aktivitas manusia (penebangan liar, penggunaan alat-alat elektronik ber-chlorofluorocarbon atau CFC, dsb).
Konsumsi masyarakat akan produk-produk elektronik secara tidak langsung memberikan kontribusi terhadap naiknya produksi CO¬2 di muka bumi. Berikut beberapa alat elektronik yang turut berkontribusi terhadap naikknya volume suhu bumi, antara lain[6]:
1.Pendingin ruangan (Air Conditioner-AC) yang menggunakan daya 1.000 Watt turut menyumbang 650 gr CO¬2 per jamnya.
2.Mesin pengering Anda mengeluarkan 3 kg CO2 tiap kali pemakaiannya
3.Penggunaan lampu juga memberikan kontribusi sebesar 400 kg CO2, dsb.
Sumber : Data diolah Statistik PLN dan Dept. ESDM 2002
Menurut data yang dilansir oleh situ Geohive (sebuah situs statisik kependudukan dunia) tabel di atas menunjukkan jumlah populasi penduduk dunia hari ini adalah sebesar 6,892,335,491 (enam milyar delapan ratus sembilan puluh dua juta tiga ratus tiga puluh lima ribu empat sembilan puluh satu) jiwa
Sumber : http://www.geohive.com/earth/population
dibayangkan jika diasumsikan semua masyarakat menggunakan alat pendingin ruangan dalam satu jam akan dihasilkan sebesar 480,018,069,150 gr atau sekitar 472.438,5 ton CO2. Itu hanya dalam satu jam, bagaimana dengan penggunaan pendinging ruangan yang rata-rata digunakan 7 jam per hari. Ini perlu mendapat perhatian lebih dari masyarakat. Masyarakat perlu mengetahui bahwa dirinya turut berkontribusi terhadap pemanasan global.
Selain itu pertumbuhan kepemilikian kendaran bermotor semakin melonjak. Misalnya saja pertumbuhan kepemilikan sepeda motor di Indonesia mencapai 75% dari total seluruh moda kendaraan bermesin, termasuk roda empat dan angkutan umum. Padahal, idealnya hanya 20 persen di antara seluruh moda kendaraan bermotor.[7] Pertumbuhan kendaraan roda dua atau sepeda motor di Indonesia dalam enam tahun belakangan ini sangat fantastis.
Sumber : BPS, diolah
Data yang diolah Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2005 menunjukkan, jumlah motor melonjak mencapai 33,193 juta unit. Pada 2006 jumlahnya diperkirakan mencapai 35 juta unit atau 70 persen dari populasi seluruh jumlah kendaraan. Pada 2007 dan 2008 diperkirakan mendekati angka 40 juta unit atau 75 persen dari total kendaraan.[8]
Seperti yang kita ketahui bahwa setiap 1 liter bahan bakar fosil yang dibakar dalam mesin mobil menyumbang 2,5 kg CO¬2. Salah satu zat yang menyebabkan polusi udara adalah oksida nitrogen (NO dan NO2). Bisa dibayangkan berapa juta ton CO2 yang dihasilkan dari proses pembakaran kendaraan bermotor.
Laporan PBB memberikan fakta lain bahwa 18% dari emisi gas rumah kaca berasal dari emisi daging sapi dan produk susu. Jika kita semua mengurangi konsumsi daging hanya 20% saja, maka ini seperti kita semua beralih dari mobil biasa ke jenis hibrida.[9] Media massa Barat saat ini sedang gencar mengkampanyekan mengurangi konsumsi daging. Sebuah film dokumenter dunia tentang kaitan antara pemanasan global dan daging yang berjudul Meat the Truth yang diproduksi oleh seorang Belanda, pendiri Organisasi Nicolaas G. Pierson, yang diluncurkan di Odeo West End Cinemas di Inggris yang mengulas dasar penelitian yang kuat tentang hubungan yang kuat antara konsumsi daging dengan peningkatan emisi gas rumah kaca. Kemudian ABC News melalui jaringan TV ABC AS menganjurkan makan sedikit daging untuk mengurangi pemanasan global. ABC menerbitkan artikel yang berjudul The Power of Two : Two Simple Steps for Climate Changes[10] , atau dua langkah kecil yang dapat dilakukan orang untuk menghadapi perubahan iklim. Langkah ini mengurangi konsumsi daging dan melakukan audit energi untuk mengetahui penggunaan energi di rumah.
Dari penjelasan di atas dan pemberitaan di berbagai media massa selama ini hendaknya membuat masyarakat sadar bahwa pemanasan global yang terjadi dewasa ini perlu mendapatkan peran aktif kita semua. Memang diperlukan peran pemerintah didalamnya, namun setidaknya kita bisa memulai mengurangi dampak pemanasan global dimulai dari diri kita sendiri. At least, we can do from the smallest thing in our live. Dalam sub bab berikutnya akan dibahas mengenai hal-hal yang bisa dilakukan masyarakat untuk mengurangi dampak naikknya suhu bumi
DAMPAK PEMANASAN GLOBAL
Dampak Atmosfer
Secara umum atmosfer adalah lapisan udara yang menyelubungi planet bumi yang berfungsi sebagai pelindung planet bumi dari kemungkinan adanya berbagai macam bentuk radiasi yang datang dari luar angkasa (matahari dan bintang-bintang). Salah satu lapisan atmosfer adalah ozon layer (lapisan ozon). Lapisan ozon melindung bumi dari sinar ultraviolet. Lapisan ozon akan menahan sebagian radiasi ultraviolet yang datang dari matahari menuju ke bumi. Radiasi sinar ultraviolet ini akan menimbulkan panas yang berlebihan bila tidak ditahan oleh sebagian ozon. Kerusakan lapisan ozon secara tidak langsung akan menaikkan suhu bumi akibat radisasi ultraviolet yang tidak bisa tertahan sempurna. Kerusakan lapisan ozon kebanyakan disebabkan oleh penggunaan CFC (chlorofluorocarbon).
Sumber : http://kristinadwief.wordpress.com/lapisan-ozon
Dampak dari naiknya suhu dipermukaan bumi terhadap atmosfer adalah :
•Pergeseran Iklim
Kenaikan suhu udara di bumi akan mengakibatkan perubahan arah mata angin dan implementasinya adalah perubahan musim. Misalnya, Indonesia musim hujan terjadi pada bulan Oktober sampai Maret sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan April sampai September. Lama musim hujan dan kemarau dalam keadaan normal lebih kurang adalah 6 bulan.[11] Bila terjadi pergeseran musim akibat adanya pemanasan global maka waktu musim hujan atau kemarau bisa lebih panjang atau lebih pendek. Dalam hal, ini petani akan sulit memprediksi pergantian musim sehingga gagal panen akan terjadi
•Banjir dan Tanah Longsor
Pada musim hujan angin banyak membawa uap dari Lautan Hindia yang akan dijatuhkan sebagai air di daratan Indonesia. Jika terjadi perubahan suhu atmosfer bumi karena pemanasan global jelas akan mempengaruhi arah angin dan akan terjadi perubahan musim pula. Perubahan musim yang dapat dirasakan saat ini adalah musim hujan yang berkepanjangan sehingga menyebabkan banjir dan longsor diberbagai daerah.
•Kekeringan dan Kelaparan
Musim hujan yang berkepanjang di suatu daerah akan menyebabkan musim kemarau berkepanjangan di belahan bumi lain. Musim kemarau yang berlebihan menyebabkan kekurangan air dan mengarah kepada kekeringan sehinggan berujung pada gagal panen. Sudah jelas bahwa gagal panen akan menyebabkan kelaparan yang diikuti kematian. Pemanasan global setidaknya telah mengakibatkan kematian 150.000 manusia tiap tahunnya.[12]
Dampak Hidrosfer
Hidrosfer adalah lapisan air dipermukaan bumi. Kenaikan suhu atmosfer bumi menyebabkan lapisan es terutama meleleh. Rusaknya lapisan ozon yang berdampak pada lebih besarnya intensitas radiasi ultraviolet yang masuk ke bumi mempercepat proses mencairnya lapisan es dunia. Dampak dari lelehnya lapisan es ini antara lain :
•Luas Daratan Kutub Berkurang
Wilayah Kutub Utara dan Selatan seyogyanya adalah air laut yang membeku dari laut Arktik yang menjadi daratan Kutub Utara dan laut Antartika yang menjadi daratan Kutub Selatan.
Sumber : NSIDC melalui satelit AquaTerra milik NASA, tertanggal 6 Maret 2008
http://nsidc.org/news/press/20080325_Wilkins
Daratan es di kutub pada saat ini sudah banyak yang longsor dan meleleh menjadi air. Serpihan-serpihan es mencair tersebut pada akhirnya akan mencair habis atau menyatu hilang menjadi air laut. Dengan kata lain, luas daratan es di kutub akan semakin berkurang atau menjadi kian sempit. Yang pada akibatnya mengancam habitat orang-orang Eskimo, burung penguin, beruang kutub, singa laut, dsb.
•Perubahan Permukaan Air Laut
Perubahan fisik air laut berupa naiknya permukaan air laut merupakan dampak dari pemanasan global pula. Perubahan tersebut jelas sangat terkait dengan melelehnya es di kutub yang menambah volume air laut dewas ini. Selain itu, kadar garam air laut juga menjadi lebih rendah dari semula. Perubahan kadar garam air laut ini juga akan berdampak pada kehidupan ikan, udang, dan biota lainnya di bawah laut.
Sumber : http://rst.gsfc.nasa.gov/Sect16/Sect16_2
Dampak Geosfer
Geosfer adalah lingkungan permukaan bumi. Dampak terhadap hidrosfer juga secara tidak langsung berefek pada geosfer pula. Kenaikan permukaan air laut juga berdampak menggenangi daratan bumi (seperti halnya daratan Kutub Utara dan Selatan yang semakin berkurang). Bahkan, saat ini telah muncul ancaman akan tenggelamnya pulau-pulau disekitaran Samdura Pasifik.[13]
Namun, bukan tidak mungkin kenaikan air laut ini berdampak pada negara kita. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar diprediksikan akan mengalamai penyusutan daratan. Menurut para ahli oceanografi, dengan naiknya permukaan air laut, Indonesia sampai tahun 2060 akan kehilangan 200 pulau-pulai kecil.[14] Bahkan, yang lebih ekstrim lagi, kota-kota besar seperti Medan, Palembang, Bandar Lampung, Anyer, Banten, Jakarta, Cirebon, Semarang, Surabaya, Pontianak, Banjarmasin, Makassar, Denpasar, dan Ambon akan ikut tenggelam.[15] Di bawah ini terdapat proyeksi penyusutuan pulau Jawa di tahun 2070.
Sumber : Kantor Kementrian Negara Lingkungan Hidup RI dalam Wardhana, Wisnu Arya. 2010. Dampak Pemanasan Global. Yogyakarta : Penerbit Andi
Dampak Biosfer
Untuk lebih mudahnya akan diklasifikasikan dampak terhadap bisofer, antara lain :
•Dampak Terhadap Flora
Kehidupan flora sangat tergantung pada ketersediaan air serta lahan tempat flora itu tumbuh. Tersedianya air dipermukaan bumi pada saat ini telah mengalami gangguan akibat adanya pemanasan global. Apabila flora tersebut adalah sebuah komoditas pangan maka tidak bisa tumbuhya flora tersebut dengan baik akan berujung pada kelaparan
Selain itu lahan tempat flora itu tumbuh juga sangat berpengaruh. Lahan petani pada saat ini mengalami degradasi, dari keadaan lahan pertanian (tanah) yang subur menjadi tidak subur, kering, dan tandus akibat adanya pemanasan global yang bedampak pada kekeringan berkepanjangan. Penggundulan hutan akibat dari keserakahan manusia juga menjadi penyebab degradasi lahan.
•Dampak Terhadap Fauna
Dampak pemanasan global menjadi sangat kompleks. Perubahan musim, degradasi lahan akan berdampak pula pada habitat fauna. Gangguan terhadap fauna dapat bermula dari hal yang ringan sama sampai hal yang berat. Menurut pengamatan Nurul Ihsan Fauzi dkk dalam karya tulisnya yang berjudul “Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Penurunan dan Persebaran Populasi Pesut di Sungai Mahakam”, mereka mengatakan bahwa berkurangnya populasi pesut disebabkan kerusakan hutan di Kalimantan. Untuk lebih jelasnya, sebagai berikut :
a.Kerusakan hutan Kalimantan
Kerusakan hutan Kalimantan saat ini disebabkan oleh perubahan iklim, yaitu akibat siklon tropis El Nino yang “ekornya” sampai ke Indonesia yang mengakibatkan kemarau berkepanjangan. Kekeringan yang berlangsung lama telah menimbulkan kebakaran hutan yang merusak vegetasi hutan yang ada disekitar habitat pesut. Vegetasi hutan yang rusak tidak bisa lagi menahan laju erosi manakala musim hujan turun sehingga lumpur terbawa ke sungai dan menyebabkan pendangkalan sungai. Sungai yang dangkal menjadi tidak nyaman lagi bagi habitat pesut.
b.Perubahan pH air danau dan Sungai Kalimantan
Seperti diketahui, keberadaan mikroorganisme di air sangat tergantung pada kondisi pH air lingkungan. Air yang baik dan normal bagi mikroorganisme memiliki pH sekitar 6,5-7,5. Bila pH air di atas 7,5 maka akan bersifat basa, sementara kurang dari 6,5 asam. Dua keadaan tersebut tidak baik bagi perkembangan mikroorganisme yang merupakan bagian dari mata rantai makanan pesut. Erosi pada musim hujan berarti ada tanah yang larut dalam air sungai dan ini akan mengubah pH air sungai dari keadaan normal. Sehingga kehidupan mikroorganisme akan terganggu dan rantai makanan pesut akan terganggu pula
c.Penuruan kadar O2 terlarut dalam air
Kehiupdan mikroorganisme di dalam air sangat tergantung pada kadar O2 terlarut dalan air atau dissolved oxygen (DO). Ikan-ikan akan berpopulasi dengan baik bila kadar DO cukup (normal DO adalah 5 ppm). Bila populasi ikan-ikan kecil yang merupakan makanan dari pesut makan kehidupan pesut akan baik dan juga sebaliknya.
LETS DOING SOMETHING
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan masyarakat untuk mengurangi naikknya suhu bumi, antara lain :
1.Gunakan Listrik Seperlunya
Dewasa ini kita sering mendengar gerakan Earth Hour. Sebuah gerakan yang dimotori oleh WWF (World Wide Fund for Nature). Gerakan ini adalah bertujuan untuk mengurangi emisi CO2 dengan mematikan lampu sejenak selama satu jam. Gerakan ini diadakan pada Sabtu terakhir bulan Maret setiap tahunnya yang meminta rumah-rumah dan perkantoran untuk memadamkan lampu dan peralatan listrik yang tidak perlu selama satu jam untuk meningkatkan kesadaran atas perlunya tindakan terhadap perubahan iklim. Earth Hour dicetuskan oleh WWF dan The Sydney Morning Herald tahun 2007 ketika 2,2 juta penduduk Sydney berpartisipasi dengan memadamkan semua lampu yang tidak perlu.[16]
Kampanye mematikan listrik selama satu jam ini dimaksudkan untuk mendinginkan bumi sejenak dengan menghemat yang harapanannya bisa mengurangi efek pemanasan global yang terjadi. Mungkin kita sempat berfikir bahwa mematikan listrik selama satu jam adalah tindakan yang sia-sia. Akan menjadi hal sia-sia memang jika hanya sebagian kecil masayarakat dunia yang memadamkan listrik selama satu jam. Namun jika dilakukan bersama-sama serentak dan bersamaan, bisa dipastikan hal kecil yang kita lakukan selama satu jam itu bisa menjadi sebuah hal yang berkontribusi besar untuk menghemat dan mengurangi efek pemanasan global di dunia.
Seperti pada pembahasan sebelumnya lampu dan alat-alat elektronik turut menyumbang emisi karbon. Oleh karenanya, dalam hal ini penulis ingin mengajak para pembaca untuk lebih menghemat listrik dan menggunakan lampu seperlunya saja. Gerakan Earth Hour di atas dilakukan setahun sekali di bulan Maret saja, namun kita bisa memulainya sekarang dengan menggunkan energi listrik seperlunya dan secepatnya mematikan jika dirasa sudah dirasa tidak digunakan lagi. Setidaknya, kita turut berperan mengurangi dampak emisi karbo di bumi.
2.Daur Ulang Sampah Organik
Tempat Pembuangan Sampah (TPA) menyumbang 3% emisi gas rumah kaca melalui metana yang dilepaskan saat proses pembusukan sampah.[17] Dalam hal ini kita perlu memisahkan sampah kertas, kaleng, dan plastik agar dapat didaur ulang. Mendaur ulang aluminium dapat menghemat 90% yang dibutuhkan untuk memproduksi kaleng aluminium yang baru (menghemat 9 kg CO2 per kilogram aluminium). Untuk 1 kg yang didaur ulang, kita menghemat 1,5 kg CO2, dan untuk 1 kg kertas yang didaur ulang, kita akan menghemat 900 kg CO2.[18]
3.Menggunakan Kendaraan Bermotor Seperlunya
Saat ini ramai pula muncul gerakan Bike to Work Community (B2W). Kominitas ini berawal dari sekelompok penggemar kegiatan sepeda gunung (Komunitas Jalur Pipa Gas) yang punya semangat, gagasan dan harapan akan
terwujudnya udara bersih di perkotaan dengan mengurangi penggunaan kendaraan bermotor.
Memang dalam hal ini gas buang kendaraan bermotor merupakan sumber polusi udara yang utama di kawasan perkotaan. Emisi kendaraan bermotor disebabkan oleh perilaku mengemudi dan kondisi lingkungan. Emisi kendaraan bermotor akan berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya dikarenakan adanya perbedaan atau variasi disain jalan serta kondisi lalu-lintas (Hung et al, 2006). Polusi yang diakibatkan dari buangan kendaraan bermotor adalah exhaust gas dan hidrokarbon yang diakibatkan oleh penguapan bahan bakar. Kendaraan bermotor yang dijalankan dibawah normal akan boros pada pemakaian bahan bakar dan akan lebih banyak emisi yang dihasilkan dibandingkan bila mesin telah panas (Hickman,1999). Setiap 1 liter bahan bakar fosil yang dibakar dalam mesin mobil menyumbang 2,5 kg CO¬2 . Salah satu zat yang menyebabkan polusi udara adalah oksida nitrogen (NO dan NO2). Dalam beberapa dasawarsa terakhir, jumlah kendaraan bermotor yang meningkat telah menimbulkan sejenis pencemaran udara yang tidak pernah dialami oleh peradaban sebelumnya. Pencemaran ini ditimbulkan oleh oksida nitrogen. Sumber utama oksida nitrogen adalah pembakaran bahan bakar dalam industri dan kendaraan bermotor. Oleh karena itu, penulis ingin mengajak para pembaca untuk lebih meminimalisasi penggunaan kendaraan bermotor guna mengurangi produksi emisi karbon.
4. Mengurangi Konsumsi Daging
Dalam laporan Food and Agriculture Organization (FAO) yang berjudul Livestock's Long Shadow: Enviromental Issues and Options (dirilis bulan November 2006), PBB mencatat bahwa industri peternakan adalah juga penghasil emisi gas rumah kaca sebesar 18%, jumlah ini lebih banyak dari gabungan emisi gas rumah kaca seluruh transportasi di seluruh dunia, yaitu 13%. Emisi gas rumah kaca industri peternakan meliputi 9% karbon dioksida, 37% gas metana (efek pemanasannya 23 kali lebih kuat dari CO2), 65% nitro oksida (efek pemanasan 296 kali lebih kuat dari CO2), serta 64% amonia penyebab hujan asam. Peternakan menyita 30% dari seluruh permukaan tanah kering di bumi dan 33% dari area tanah yang subur dijadikan ladang untuk menanam pakan ternak.
Memelihara ternak membutuhkan energi listrik untuk lampu-lampu dan peralatan pendukung peternakan, mulai dari penghangat ruangan, mesin pemotong, mesin pendingin untuk penyimpanan daging. Mesin pendingin merupakan mata rantai paling tidak efisien energi listrik. Hitung saja mesin pendingin mulai dari rumah jagal, distributor, pengecer, rumah makan, pasar hingga sampai pada konsumen. Mata rantai inefisiensi berikutnya adalah alat transportasi untuk mengangkut ternak, makanan ternak, sampai dengan elemen pendukung lain dalam peternakan intensif seperti obat-obatan, hormon dan vitamin.
Pertanian untuk pakan ternak itu sendiri merupakan penyumbang 9% CO2 (karbondioksida), 65% N2O (dinitrooksida) dan 37% CH4 (metana). Perlu diketahui efek rumah kaca N2O adalah 296 kali CO2, sedangkan CH4 adalah 25 kali CO2. Satu lagi masalah industri peternakan yang sangat krusial yakni, inefisiensi air. Sekian triliun galon air diperuntukkan untuk irigasinya saja. Sebagai gambaran sederhana, untuk mendapatkan satu kilogram daging sapi mulai dari pemeliharaan, pemberian pakan ternak, hingga penyembelihan seekor sapi membutuhkan satu juta liter air.[19]
5.Tell to Our Friends
Ceritakan segala informasi-informasi ini kepada teman, kakak, adik, ayah, ibu, dan keluarga Anda. Karena semakin banyak orang yang tahu akan informasi ini setidaknya akn semakin baik dalam mengurangi dampak pemanasan global.
Di bawah ini terdapat sebuah gambar animasi yang menunjukkan hal-hal yang bisa dilakukan masyarakat untuk mengurangi dampak pemanasan global
Dari gambar di atas banyak sekali yang bisa dilakukan oleh manusia untuk mengurangi proses pemanasan global. Bisa kita lihat dengan mengurangi konsumsi daging, penggunaan energi listrik yang efektif, menanam pohon, penggunaan teknologi ramah lingkungan, dan mengurangi penggunaan kendaraan bermotor.
PUSTAKA
1. Climate Change 2007: The Physical Science Basis. Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change
2. http://earthobservatory.nasa.gov/Features/GlobalWarming/page2.php
3. NASA : Global Warming to Cause More Severe Tornadoes, Storms, Fox News, August 31, 2007
4. Wardhana, Wisnu Arya. 2010. Dampak Pemanasan Global. Yogyakarta : Penerbit Andi, hal. 45
5. http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/10/makalah-global-warming
6. Ibid
7. http://www.laundry-helm.com/?Potensi_Pasar
8. Jawa Pos, edisi 10 Maret 2009
9. http://www.abcnews.go.com/Technology/story?id=4845543&page=1
10. Ibid
11. Wardhana, Wisnu Arya. 2010. Dampak Pemanasan Global. Yogyakarta : Penerbit Andi, hal. 89
12. http://environment.about.com/od/globalwarmingandhealth/a/gw_deaths.htm
13. Wardhana, Wisnu Arya. 2010. Dampak Pemanasan Global. Yogyakarta : Penerbit Andi, hal. 98
14. Ibid, hal 100
15. Ibid
16. ”Earth Hour-Earth Always : Sydney Media". City of Sydney. 18 Mei 2007
17. http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/10/makalah-global-warming/
18. Ibid
19. Data yang dihimpun Lester R. Brown, Presiden Earth Policy Institute dan Worldwatch Institute, memaparkan dalam bukunya ”Plan B 3.0 Mobilizing to Save Civilization” (2008) bahwa karena untuk memproduksi satu ton biji-bijian membutuhkan seribu ton air, tidak heran bila 70% persediaan air di dunia digunakan untuk irigasi.
No comments:
Post a Comment