Thursday, 1 April 2010

Proposal Penelitian : Dampak Krisis Di Darfur, Sudan Terhadap Keamanan Regional dan Internasional

By : Triono Akhmad Munib

1. Latar Belakang

Awalnya konflik di Darfur, Sudan merupakan konflik etnis dengan lingkup internal saja. Konflik tersebut bermula dari ketidakadilan perlakuan pemerintahan Sudan terhadap penduduk Selatan. Seperti yang diketahui wilayah Utara Sudan adalah mayoritas berpenduduk Islam sedangkan wilayah Selatan mayoritas berpenduduk Kristen. Konflik tersebut semakin panas dengan dipicu pula oleh perbedaan ras, di mana wilayah Utara adalah ras Arab dan wilayah selatan adalah ras Afrika (Negro).
Namun konflik Sudan tersebut saat ini sudah berubah arah dari dasar latar belakang munculnya konfik tersebut. Itu dikarenakan adanya intervensi asing yang ikut berkecimpung di dalam konflik tersebut. Seperti yang diketahui di wilayah Sudan Selatan terdapat sumber daya alam berupa minyak, gas, dan uranium. Inilah yang membuat pihak asing, khususnya Negara-negara Barat (AS dan Inggris) dan China ikut campur tangan dalam konflik Sudan tersebut. Pihak asing tersebutlah yang membuat konflik etnis tersebut tak kunjung usai. Di sini, terjadi keadaan di mana etnis dijadikan sebuah instrument untuk mencapai kepentingan asing. Boleh dikatakan konflik Sudan adalah konflik etnis yang dipolitisi atau konflik etnis yang diboncengi kepentingan asing.
Darfur merupakan kawasan yang kaya sumber minyak, uranium dan gas. Persoalan minyaklah yang menyebabkan AS dan Inggris sangat keras dan ikut campur terhadap Sudan . Negara-negara Barat mengetahui kekayaan minyak yang ada di Barat dan Selatan Sudan. Di wilayah Barat Sudan ditemukan uranium selain gas dan emas. Darfur telah memberikan pendapatan sebesar 4 miliar dolar AS kepada pemerintah Sudan, lebih dari setengah pendapatan total negara itu. Pemerintah Sudan juga sudah membuka hubungan erat dengan China. Sudan mensuplai hampir 10 persen impor minyak China. Sementara itu, AS memiliki kepentingan minyak di Chad, tetangga Sudan. Kakayaan minyak Darfur tentu saja menjadi pendorong besar bagi negara-negara haus minyak untuk menguasai daerah itu, sehingga konflik di Darfur sebenarnya dipicu persaingan antara AS, Eropa dan China untuk memperebutkan minyak Darfur. Tuduhan pelanggaran HAM terhadap Sudan, menurut sepertinya sengaja dilakukan untuk menutupi persaingan China dan Amerika merebut minyak Sudan.
Konflik Sudan saat ini sudan berubah arah menjadi konflik politik yang menyeramkan. Lebih dari 180.000-300.000 orang telah tewas, dan sekitar 2,5 juta penduduk terpaksa meninggalkan rumahnya sejak terjadi pemberontakan kelompok bersenjata, Februari 2003. Gangguan keamanan ini menyebabkan pemerintahan di Sudan tidak berjalan stabil. Tak heran jika PBB menobatkan Sudan merupakan konflik terparah di dunia. Sesuai dengan istilah trickle down effect, maka dampak konflik Sudan tersebut juga akan menetes dan mempengaruhi keamanan Negara-negara sekitarnya, kawasan regional Afrika dan juga keamanan internasional pula.
Berdasarkan latar belakang, maka penulis akan mengkajinya dalam skripsi ini dengan judul “DAMPAK KONFLIK ETNIS DI DARFUR (SUDAN) TERHADAP KEAMANAN REGIONAL DAN INTERNASIONAL”

1.1 Ruang Lingkup Pembahasan

Di dalam penulisan sebuah karya ilmiah, perlu kiranya diketengahkan batasan ataupun ruang lingkup pembahasan, agar penyelesaian masalah menjadi lebih terarah, spesifik, dan tidak terjadi pembiasan ataupun penyimpangan dari inti permasalahan
Berdasarkan hal tersebut penulis mencoba membatasi ruang lingkup pembahasan dan membaginya ke dalam dua kategori, yaitu :
1.1.1 Batasan Materi
1.1.2 Batasan Waktu
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi ruang lingkup utama dalam tulisan ini adalah mengapa konflik di Darfur, Sudan bisa menjadi ancaman bagi keamanan regional dan internasional. Bahkan di sini, Negara-negara sekitar Sudan mengalami ketidakstabilan karena tetesan efek konflik Sudan tersebut. Oleh karena itu, penulis memberikan batasan-batasan untuk memperjelas fokus perhatian penulisan skripsi ini

1.1.1 Batasan Materi
Materi yang dibahas dalam tulisan ini terfokus pada dampak konflik di Sudang terhadap keamanan Negara-negara sekitar Sudan (regional) dan internasional. Konflik di Sudan membuat kekacauan dan ketidakstabilan Negara sekitar seperti : Libya, Chad, Mesir, Uganda, dan Negara sekitarnya. Gelombang penduduk yang mengungsi di Negara sekitar Sudan membuat pemerintahan Chad harus menampung penduduk sekitar 2 juta jiwa. Selain itu, Chad juga dijadikan kawasan lalu lintas perdagangan senjata dan lalu lintas terorisme di Darfur. Untuk keamanan internasional, konflik Darfur, Sudan menambah daftar konflik di dunia. Konflik tersebut semakin menunjukkan bahwa dunia masih jauh dari perdamaian seperti yang diharapkan para liberalis. Keamanan internasional secara tidak langsung akan terancam dengan adanya konflik Sudan tersebut karena konflik tersebut semata-mata tidak hanya konflik internal tapi di sini sudah terdapat apa yang dikatakan proximate war atau war by proxy. Maksudnya, sudah terdapat campur tangan Negara lain (asing) baik yang membantun pemerintahan Sudan dalam mengatasi konflik dengan ras negro maupun pihak yang membantu para pemberontak negro untuk melawan pemerintah Utara.

1.1.2 Batasan Waktu
Tulisan ini hanya terfokus pada tahun 2003 hingga bulan Februari 2010 tepatnya pada saat terjadinya pemberontakan brutal yang menewaskan hampir 200.000 jiwa tewas pada bulan Februari 2003. Konflik Sudan mengalami pasang surut hingga akhirnya pada tanggal 23 Februari 2010, Presiden Sudan, Omar al-Beshir menyatakan bahwa konflik Darfur telah berakhir dan mengatakan bahwa 57 anggota kelompok pemberontak utama, 50 diantaranya berada dalam daftar hukuman mati, telah dibebaskan. Di ibukota negara bagian Darfur Utara, pemerintah Sudan dan pemberontak Gerakan Keadilan dan Persamaan Hak (JEM) menandatangani perjanjian gencatan senjata dan sepakat bekerja untuk mencapai sebuah perjanjian perdamaian penuh.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka tulisan ini berkonsentrasi pada permasalah : apa dampak konflik di Darfur, Sudan terhadap keamanan regional dan internasional?

1.3 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran yang digunakan oleh penulis untuk menjelaskan fenomena-fenomena dari permasalah yang diangkat adalah teori konflik etnis. Menurut pendapat Michael E. Brown
“Konflik etnis adalah konflik terkait dengan permasalahan-permasalahan
mendesak mengenai politik, ekonomi, sosial, budaya, dan teritorial antara
dua komunitas etnis atau lebih“


Konflik etnis juga, menurut Brown, biasanya berangkat dari konflik lokal yang sama sekali tidak memiliki basis etnisitas, tetapi kemudian melebar cangkupannya, bahkan sampai melintasi batas-batas negara. Biasanya, negara tetangga dari komunitas yang berkonflik memilih satu dari dua bentuk intervensi berikut ini, yakni entah mereka memilih untuk menutup perbatasan guna mencegah penyebaran konflik lebih jauh, atau mereka memilih untuk intervensi ke komunitas yang tengah berkonflik untuk melindungi kepentingan ekonomi maupun politik mereka. Komunitas internasional juga bisa melakukan intervensi atas dasar kemanusiaan, terutama ketika konflik yang terjadi mulai menyebar dan melukai banyak warga sipil.
Di dalam tulisannya, Brown mengajukan dua level analisis untuk memahami akar-akar penyebab konflik etnis. Level pertama adalah level sistemik. Level kedua adalah level domestik. Pada level sistemik, penyebab pertama terjadinya konflik etnis adalah lemahnya otoritas negara, baik nasional maupun internasional, untuk mencegah kelompok-kelompok etnis yang ada untuk saling berkonflik. Otoritas yang ada juga sangat lemah, sehingga tidak mampu menjamin keselamatan individu-individu yang ada di dalam kelompok tersebut. “.. di dalam sistem dimana tidak adanya penguasa”, demikian tulis Brown, “ yakni, dimana anarki berkuasa, semua kelompok haruslah menyediakan pertahanan dirinya sendiri-sendiri…”. Setiap kelompok resah, apakah kelompok lain akan menyerang mereka, atau ancaman dari kelompok lain akan memudar dengan berjalannya waktu. Masalahnya adalah, sikap pertahanan diri suatu kelompok, yakni dengan memobilisasi tentara dan semua peralatan militer, bisa dianggap sebagai tindakan mengancam oleh kelompok lainnya. Pada akhirnya, hal ini akan memicu tindakan serupa dari kelompok lain, sekaligus meningkatkan ketegangan politis di antara dua kelompok tersebut. Inilah yang disebut Brown sebagai dilema keamanan (security dilemma). Artinya, suatu kelompok seringkali tidak menyadari dampak dari tindakannya terhadap kelompok lainnya. Memang dalam banyak kasus, suatu kelompok menyadari dilema keamanan ini. Akan tetapi, mereka tetap bertindak, karena mereka sendiri merasa terancam oleh tindakan dari kelompok lain. Inilah yang biasanya terjadi pada masyarakat pasca rezim otoriter. Penguasa tunggal sudah roboh, dan kini setiap kelompok harus berusaha menjaga eksistensinya masing-masing, dan itu seringkali dengan mengancam eksistensi kelompok lainnya.

Level analisis kedua mengenai akar-akar penyebab konflik etnis berada di level domestik. Menurut Brown, level domestik ini terkait dengan kemampuan pemerintah untuk memenuhi kehendak rakyatnya, pengaruh nasionalisme dan relasi antar kelompok etnis di dalam masyarakat, serta pengaruh dari proses demokratisasi dalam konteks relasi antar kelompok etnis. Setiap orang selalu mengharapkan agar pemerintahnya menyediakan keamanan dan stabilitas ekonomi. Kedua hal ini akan bermuara pada terciptanya kemakmuran ekonomi yang merata di dalam masyarakat. Apa yang disebut nasionalisme, menurut Brown, sebenarnya adalah “konsep yang menggambarkan kebutuhan untuk mendirikan suatu negara yang mampu mewujudkan tujuan-tujuan ini”. Tuntutan ini akan semakin besar, ketika pemerintah yang berkuasa tidak mampu mewujudkan cita-cita tersebut. Di dalam masyarakat pasca pemerintahan rezim otoriter, pemerintah yang berkuasa sedang mengalami proses adaptasi, dan seringkali belum mampu mewujudkan kestabilian ekonomi maupun politik. Akibatnya, tingkat inflasi dan pengangguran meningkat tajam. Prospek perkembangan ekonomi pun suram. Dalam banyak kasus, kelompok etnis minoritas menjadi kambing hitam dari semua permasalahan ini. Mereka menjadi tumbal dari kekacauan yang terjadi.

1.4 Argumen Utama

Konflik etnis di Sudan telah membuat efek tetesan (trickle down effect) ke Negara-negara sekitar Sudan Krisis Sudan telah mempengaruhi keamanan wilayah tetangganya, baik langsung maupun tak langsung. Saat konflik berlangsung, gerakan para pemberontak juga mengancam keamanan daerah perbatasan seperti Kenya, Mesir, Ethiopia, Uganda, Chad dan Libya serta menjadikan daerah-daerah itu rawan serangan teroris dan perdagangan senjata ilegal. Selain menimbulkan masalah keamanan, pengungsi Sudan juga memunculkan masalah baru bagi negara yang menjadi kamp pengungsian sementara, lebih dari 2 juta orang telah menempati kamp pengungsian di wilayah Chad . Jumlah itu belum termasuk pengungsi yang tersebar di daerah lain.
Bagi dunia internasional, konflik Sudan merupakan ancaman penurunan cadangan minyak dunia mengingat wilayahnya yang diperkirakan mengandung 600 juta-1 miliar barrel cadangan minyak mentah.

1.5 Metodologi Penelitian

Metode penelitian dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1.5.1 Metode Pengumpulan Data
1.5.2 Metode Analisa Data

1.5.1 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dari penelitian yang penulis lakukan adalah studi literatur atau studi kepustakaan. Pengumpulan data dilakukan oleh penulis di beberapa lembaha serta media sebagai berikut :
a. Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember
b. Perpustakaan Pusat Universitas Jember
c. Jurnal-jurnal internasional
d. Surat kabar dan media cetak
e. Situs-situs di internet

1.5.2 Metode Analisa Data
Untuk mendapatkan gambaran, penjelasan serta kesimpulan yang baik, penulis menggunakan cara berpikir deskriptif analisis, yaitu penulis menggambarkan fenomena-fenomena serta data-data yang ada dan menganalisanya berdasarkan teori yang dipergunakannya.

Daftar Pustaka

Buku
Brown, Michael. 1997. Nationaslim and Ethnic Conflict. London : MIT Press
Dagne, Ted. 2005. Sudan : Humanitarian Crisis, Peace Talks,Terrorism, and U.S. Policy.pdf.
Congressional Research Service-The Library of Congress.
Horowitz, Donald. 1986. Ethnic Groups in Conflict. Berkeley : University of California Press
Lijphart, Arend. 1990. Conflict and Peacemaking in Multiethnic Societies. Lexington
Lexington Books
Morrison, Dr. J. Stephen. 2002. Implementing U.S. Policy in Sudan.pdf. Washinton DC :
CSIS
Morrison, Dr. J. Stephen. 2001. Introduction : The CSIS Task Force on U.S, Sudan
Policy.pdf. Washinton DC : CSIS
Short, J.R. 1993. An Introduction to Political Geography. London : Routledge
Skorupski, Sarah 2004. Sudan’s Energy Sector : Implementing the Wealth Sharing
Agreement.pdf. Washinton DC : CSIS
Smith, A.D. 1985. The Ethnic Origins of Nations. London : Basil Blackwell
Swilla, Nelly. The Threat of International Sanctions on Sudan’s Oil Sector.pdf. Washinton
DC : CSIS
Tuathail, Gearóid Ó and Dalby, Simon (eds). 2008. Rethinking Geopolitics. London :
Routledge

Situs Internet
http://antaranews.com/berita/1266786468/militer-sudan-pemberontak-darfur-bentrok
http://caireu-mediasipontianak.com/main.php?op=informasi&sub-informasi=1&mode=
detail&id=27&lang=id
http://dw-world.de/dw/article/0,,3287551,00.html
http://indonesia.faithfreedom.org/forum/konflik-darfur-adalah-kesalahan-amerika-kristen
dan-yahudi-t32029/
http://kopiitudashat.wordpress.com/2009/06/12/krisis-sudan-konflik-etnis-yang-diboncengi
kepentingan-asing/
http://rezaantonius.wordpress.com/memahami-seluk-beluk-konflik-antar-etnis-bersama
michael-e-brown/
http://swaramuslim.com/berita/more.php?id=A5543_0_12_0_M

No comments:

Post a Comment