Saturday, 28 April 2012

Banyak Baca Banyak Tahu, Banyak Tahu Makin Maju


By : Triono Akmad Munib`
Abstract
Amid the elaborate world of science and technology  brings to the more advanced implementations and also the pattern of human civilization in the world. Not wrong to say that the 21st century is the era when its modern technology. Technological  advances also carry implications for the easy access to knowledge. We just simply type the keywords that we want in the search engines (search engines) millionrelated information will appear immediately. However, we realize that not everyone is fortunate to be able to access the Internet, because many people are 'clueless' (stuttering technology). It is not meant to be an obstacle for us to move forward. There is still a book, newspaper or other print media that provide a wide rang of information and knowledge as well, we would live to read it? How many hours a day we spend on reading?

Pendahuluan
            Ditengah semakin canggihnya dunia Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) membawa implementasi kepada semakin majunya pula pola dan peradaban manusia di dunia. Tidak salah jika dikatakan bahwa abad ke-21 saat ini adalah era-nya teknologi modern. Manusia pun semakin dimanjakan dengan kecanggihan teknologi. Jika dahulu manusia harus bersabar menunggu untuk mendapatkan surat balasan, namun saat ini, dengan munculnya electronic mail atau yang lebih dikenal dengan e-mail. Manusia tak perlu lagi menunggu hingga berhari-hari, cukup hitungan menit bahkan detik saja, kiriman surat mereka sudah sampai kepada yang dituju atau tebalas. Sementara, kemajuan teknologi juga membawa implikasi terhadap semakin mudahnya akses pengetahuan. Kita hanya tinggal mengetik kata kunci yang kita ingin di mesin pencari (search engine) jutaan informasi terkait akan muncul dengan seketika.
            Namun, kita menyadari bahwa tidak semua orang beruntung dengan bisa mengakses internet, karena masih banyak masyarakat yang ‘gaptek’ (gagap teknologi). Hal ini bukan berarti menjadi sebuah penghambat bagi kita untuk maju. Masih ada buku, surat kabar atau pun media cetak lainnya yang memberikan berbagai macam informasi dan pengetahuan pula, tinggal maukah kita membacanya? Berapa jam dalam sehari kita habiskan untuk membaca? Tulisan ini akan membahas pentingnya membaca dan upaya gerakan lima menit untuk membaca untuk menjadikan masyarkat lebih beradab.
Menengok Budaya Baca Negeri Sakura
Jika mendengar kata ‘komik’, sudah pasti satu kata yang terekam dalam pikiran kita adalah Negeri Sakura Jepang. Memang Jepang adalah salah satu negara yang meraup kesuksesan dalam memproduksi komik. Kreatifitas menulis diantara para pengarang komik seakan tidak pernah mati. Bahkan, komik Jepang sudah merambah ke belahan dunia lainnya, tak terkecuali Indonesia. Di Indonesia komik Jepang masih menjadi komik paling dominan disukai pembaca, terutama untuk komik berseri. Seakan kita bertanya, bagaimana masyarakat Jepang bisa aktif dalam menulis? Untuk menjawabnya, hendaknya kita perlu mengetahui terlebih dahulu kebiasaan orang-orang Jepang dalam kesehariannya.
Pasca Perang Dunia II yang diakhiri dengan dijatuhkannya bom atom yang diberi nama ‘the little boy’ di Hiroshima dan Nagasaki oleh Amerika Serikat sebagai balasan atas serangan Jepang di pangkalan militer Hawai. Jepang langsung secara cepat bergerak maju dan melesat sebagai salah satu negara industri yang hebat. Produk-produk bangsa mereka nyaris bisa ditemukan di dunia.
Jepang seakan belajar dari peristiwa kelam tersebut. Keinginan selalu belajar telah ternanam kuat di sanubari setiap warga Jepang. Hal lain yang tak terlepas dari mereka adalah sifat selalu memperbaiki hasil kerja. Dua sifat mendasar tersebut tecermin pada budaya baca-tulis di masyarakat Jepang. Dengan semangat itu pula, mereka membangun Jepang sedemikian hebat.
Sebagaimana dikutip dari situs Indosiar dan Bunka News (media massa Jepang), Negeri Sakura menyediakan banyak fasilitas membaca.[1] Hal itu dapat dijumpai di tempat umum stasiun, fasilitas umum, dan lain-lain. Sering dijumpai pemandangan membaca di dalam kereta api listrik.[2] Penumpang malah jarang mengobrol, mereka sibuk membaca baik koran atau komik, bermain HP, ataupun mendengarkan musik. Budaya membacanya sudah mendarah daging. Dalam posisi berdiri pun mereka masih menyempatkan untuk membaca. Budaya membaca telah mendarah daging bagi kehidupan warga Jepang sehari-hari.


Gambar 1. Perbedaan suasana dalam transportasi umum  di Jepang (kiri) dan Indonesia (kanan)

Tidak hanya membaca, budaya menulis juga telah diperkenalkan sejak anak-anak. Hal ini dikarenakan budaya membaca masyarakat Jepang menimbulkan efek timbal balik dari tingginya budaya tulis mereka. Di setiap sekolah dasar (SD), para siswa biasanya memiliki tugas sakubun (mengarang) pada waktu tertentu. Misalnya, memberikan kesan mereka ketika berlibur, bersama orang tua, ataupun cita-cita kelak. Selanjutnya, mereka diminta untuk mempresentasikannya di depan kelas.[3]
Tulisan-tulisan para pelajar itu didokumentasikan dalam bentuk buku oleh pihak sekolah dan disimpan dengan baik. Dengan begitu, diharapkan kelak para siswa itu dapat bernostalgia dengan impian masa kanak-kanak mereka setelah membaca sakubun masing-masing saat mengeyam pendidikan di SD. Tak heran jika rata-rata anak-anak Jepang pandai mengekspresikan pikiran dan perasaan lewat rangkaian kata-kata. Artinya, di Jepang, siapa saja bisa menjadi penulis. Budaya baca dan tulis di sana tinggi juga disebabkan sifat learning society. 

Bagaimana Indonesia?
Lalu, bagaimana dengan negara kita Indonesia? Minat baca masyarakat Indonesia masih sangatlah rendah, orang lebih memilih menonton televisi daripada membaca. Menurut Badan Pusat Stastistik (BPS) pada tahun 2006, masyarakat Indonesia lebih memilih nonton televisi (89,5 %) dan/atau mendengarkan radio (40,3 %) ketimbang membaca koran (23,5%). Sungguh memprihatinkan.
Tabel 1. Indikator Sosial-Budaya Indonesia Pada Tahun 2003, 2006, dan 2009
Sumber : BPS

                Dari tabel di atas tampak bahwa presentasi penduduk berumur 10 tahun ke atas yang mendengarkan radio mengalami penurunan, dari 50,29% di tahun 2003 menjadi lebih dari separuhnya, yaitu 23,50% di tahun 2009. Sementara, presentasi penduduk berumur 10 tahun ke atas yang menonton TV naik cukup pesat, dari 85,86% di tahun 2006 menjadi hampir mutlak, yaitu menembus angka 90,27%. Namun, presentasi penduduk berumur 10 tahun ke atas yang membaca surat kabar/majalah sangat sedikit dan bahkan, mengalami penurunan pesat, dari 23,70% di tahun 2003, turun menjadi 23,46% di tahun 2006, dan terjun bebas menjadi 18,94% di tahun 2009. Ini berarti bahwa minat baca di Indonesia semakin pudar.

Banyak Baca Banyak Tahu
Jika ingin berkeliling dunia, maka bekerja keraslah agar bisa menabung dan berkeliling dunia dengan uang tabungan Anda. Tetapi jika sudah berusaha keras, tetapi belum juga bisa menyisihkan uang yang banyak untuk berkeliling dunia, jangan khawatir karena kita tetap bisa berkeliling dunia dengan membaca[4], bukankah buku adalah jendela dunia? Absolutely right!
Membaca buku akan menambah pengetahuan tentang apa yang ada di dunia ini. Misalnya, saja jika kita membaca buku yang berisi tentang negara Mesir dan sejarahnya, tentu saja akan menambah pengetahuan tentang Mesir tersebut. Kita bisa mengetahui tentang bagaimana pembuatan piramid, bangunan apa saja yang berada di dalam piramid, bahkan juga bisa mengetahui nama dari piramid-piramid tersebut. Semua pengetahuan tersebut bisa diketahui dengan membaca buku-buku tentang Mesir dan kita tidak perlu harus pergi ke Mesir untuk dapat mengetahui hal-hal tersebut. Lain waktu ketika membaca buku tentang Korea Selatan, hal tersebut juga akan menambah pengetahuan kita tentang Korea. Mengetahui sejarah Korea, kota-kota besar yang ada di Korea, ibukota Korea, tempat-tempat bersejarah, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan Korea, seperti yang saat ini sedang mejangkit remaja Indonesia, yaitu demam Korean Pop[5] atau K-Pop. Sekali lagi Anda tidak perlu pergi ke Korea hanya untuk mengetahui hal tersebut.
Ketika ingin mengetahui apa yang ada di dasar laut, kita juga tidak harus menyelam ke dasar laut untuk dapat mengetahui apa yang ada di dalamnya. Kita cukup membaca buku tentang kelautan dan pastilah akan mengetahui apa yang ada di dalam lautan tersebut. Juga ketika ingin mengetahui isi perut bumi, kita cukup membaca buku tentang perut bumi. Dengan membaca buku, kita akan mendapat banyak informasi tanpa harus menanggung resiko untuk mendapatkan informasi tersebut. Bayangkan saja jika kita harus pergi ke dalam kawah gunung berapi ketika ingin mendapatkan informasi tentang aktivitas gunung berapi. Pasti hal tersebut akan mendatangkan resiko yang sangat besar untuk keselamatan kita.
Dengan membaca kita akan semakin banyak tahu akan berbagai hal, menambah referensi pengetahuan kita sehingga kita menjadi orang yang tidak ‘sok tahu’. Orang pandai ialah mereka yang tahu terlebih dahulu.

5 Menit Untuk Membaca
            Menumbuhkan budaya membaca tidak mudah layaknya membalikkan telapak tangan. Menumbuhkan sebuah budaya bukanlah hal mudah, ini disebabkan kita menawarkan sebuah kebiasaan baru kepada masyarakat dan butuh waktu. Membangun budaya membaca di Indonesia seperti menyuruh orang berpindah dari makanan pokok beras ke makanan lain. Tetapi, bukan berarti hal tersebut tidak bisa dilakukan sama sekali.
            Dalam kesempatan ini penulis hendak mengajak para pembaca berupaya untuk bersama-sama menumbuhkan minat baca. “Gerakan 5 Menit Untuk Membaca”, merupakan kalimat yang cocok dalam upaya tersebut. Memulai sebuah kebiasaan baru dengan meluangkan sedikit waktu, tidak usah terlalu banyak terlebih dahulu, hanya dengan lima menit untuk menyempatkan membaca.
            Ketika, masyarakat mulai mencoba untuk menyempatkan untuk membaca pasti waktu lima menit dirasa kurang. Karena, akan ada hal-hal menarik baru yang didapat pembaca yang membuat mereka semakin penasaran, dan terdorong untuk membacanya hingga selesai. BANYAK BACA BANYAK TAHU, MAKIN MAJU. KURANG BACA SOK TAHU! Wassalam.


[1]Prasetyo, Eko. 2012. Tingginya Budaya Baca-Tulis di Jepang. http://nayasa.tumblr.com/post/ 11561365743 [27 April 2012]
[2]Dalam bahasa Jepang disebut Densha
[3]Lihat film Chibi Maruko Chan, kebiasaan para guru SD di Jepang memberikan tugas mengarang, entah bertema liburan atau kehidupan keluarga mereka.
[4]“Buku Adalah Jendela Dunia Tanpa Batas”. 2012. http://www.anneahira.com/buku-adalah-jendela-dunia.htm [27 April 2012]
[5]Baca artikel, Demam K-Pop (Keberhasilan Pemerintah Korea Membangun Ekonomi Lewat Seni, oleh Triono Akmad Munib di http://www.trionoakhmadmunib.blogspot.com/2012/04/demam-k-pop-keberhasilan-pemerintah.html

No comments:

Post a Comment