By : Triono
Akmad Munib`
Abstract
Amid the elaborate world of science
and technology
brings to the
more advanced implementations and
also the pattern of
human civilization in the world. Not wrong
to say that the 21st century is the era when its
modern technology.
Technological advances also carry
implications for the easy access to knowledge. We just simply type the keywords that we want in the search
engines (search engines) millionrelated information will appear
immediately. However, we realize
that not everyone is fortunate to
be able to access the Internet, because many people are
'clueless' (stuttering technology). It is not
meant to be an
obstacle for us to
move forward. There is still a
book, newspaper or other print media that
provide a wide rang of information
and knowledge as
well, we would live to read it? How many hours a day we spend on
reading?
Pendahuluan
Ditengah semakin canggihnya dunia
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) membawa implementasi kepada semakin
majunya pula pola dan peradaban manusia di dunia. Tidak salah jika dikatakan
bahwa abad ke-21 saat ini adalah era-nya teknologi modern. Manusia pun semakin
dimanjakan dengan kecanggihan teknologi. Jika dahulu manusia harus bersabar
menunggu untuk mendapatkan surat balasan, namun saat ini, dengan munculnya electronic mail atau yang lebih dikenal
dengan e-mail. Manusia tak perlu lagi
menunggu hingga berhari-hari, cukup hitungan menit bahkan detik saja, kiriman
surat mereka sudah sampai kepada yang dituju atau tebalas. Sementara, kemajuan
teknologi juga membawa implikasi terhadap semakin mudahnya akses pengetahuan.
Kita hanya tinggal mengetik kata kunci yang kita ingin di mesin pencari (search engine) jutaan informasi terkait
akan muncul dengan seketika.
Namun, kita menyadari bahwa tidak
semua orang beruntung dengan bisa mengakses internet, karena masih banyak
masyarakat yang ‘gaptek’ (gagap teknologi). Hal ini bukan berarti menjadi
sebuah penghambat bagi kita untuk maju. Masih ada buku, surat kabar atau pun
media cetak lainnya yang memberikan berbagai macam informasi dan pengetahuan
pula, tinggal maukah kita membacanya? Berapa jam dalam sehari kita habiskan
untuk membaca? Tulisan ini akan membahas pentingnya membaca dan upaya gerakan
lima menit untuk membaca untuk menjadikan masyarkat lebih beradab.
Menengok Budaya Baca Negeri Sakura
Jika
mendengar kata ‘komik’, sudah pasti satu kata yang terekam dalam pikiran kita
adalah Negeri Sakura Jepang. Memang Jepang adalah salah satu negara yang meraup
kesuksesan dalam memproduksi komik. Kreatifitas menulis diantara para pengarang
komik seakan tidak pernah mati. Bahkan, komik Jepang sudah merambah ke belahan
dunia lainnya, tak terkecuali Indonesia. Di Indonesia komik Jepang masih
menjadi komik paling dominan disukai pembaca, terutama untuk komik berseri. Seakan
kita bertanya, bagaimana masyarakat Jepang bisa aktif dalam menulis? Untuk menjawabnya,
hendaknya kita perlu mengetahui terlebih dahulu kebiasaan orang-orang Jepang
dalam kesehariannya.
Pasca
Perang Dunia II yang diakhiri dengan dijatuhkannya bom atom yang diberi nama ‘the little boy’ di Hiroshima dan
Nagasaki oleh Amerika Serikat sebagai balasan atas serangan Jepang di pangkalan
militer Hawai. Jepang langsung secara cepat bergerak maju dan melesat sebagai
salah satu negara industri yang hebat. Produk-produk bangsa mereka nyaris bisa
ditemukan di dunia.
Jepang
seakan belajar dari peristiwa kelam tersebut. Keinginan selalu belajar telah
ternanam kuat di sanubari setiap warga Jepang. Hal lain yang tak terlepas dari
mereka adalah sifat selalu memperbaiki hasil kerja. Dua sifat mendasar tersebut tecermin pada
budaya baca-tulis di masyarakat Jepang. Dengan semangat itu pula, mereka
membangun Jepang sedemikian hebat.
Sebagaimana
dikutip dari situs Indosiar dan Bunka News (media
massa Jepang), Negeri Sakura menyediakan banyak fasilitas membaca.[1]
Hal itu dapat dijumpai di tempat umum stasiun, fasilitas umum, dan lain-lain. Sering
dijumpai pemandangan membaca di dalam kereta api
listrik.[2] Penumpang malah jarang mengobrol, mereka sibuk membaca baik koran atau komik, bermain HP, ataupun mendengarkan musik. Budaya membacanya sudah mendarah daging. Dalam
posisi berdiri pun mereka masih menyempatkan untuk membaca. Budaya membaca
telah mendarah daging bagi kehidupan warga Jepang sehari-hari.
Gambar 1. Perbedaan suasana dalam transportasi umum di
Jepang (kiri) dan Indonesia (kanan)
Tidak
hanya membaca, budaya menulis juga telah diperkenalkan sejak anak-anak. Hal ini
dikarenakan budaya membaca masyarakat Jepang menimbulkan efek timbal balik dari
tingginya budaya tulis mereka. Di setiap sekolah dasar (SD), para siswa
biasanya memiliki tugas sakubun (mengarang) pada waktu
tertentu. Misalnya, memberikan kesan mereka ketika berlibur, bersama orang tua,
ataupun cita-cita kelak. Selanjutnya, mereka diminta untuk mempresentasikannya
di depan kelas.[3]
Tulisan-tulisan
para pelajar itu didokumentasikan dalam bentuk buku oleh pihak sekolah dan
disimpan dengan baik. Dengan begitu, diharapkan kelak para siswa itu dapat
bernostalgia dengan impian masa kanak-kanak mereka setelah membaca sakubun masing-masing
saat mengeyam pendidikan di SD. Tak heran jika rata-rata anak-anak Jepang
pandai mengekspresikan pikiran dan perasaan lewat rangkaian kata-kata. Artinya,
di Jepang, siapa saja bisa menjadi penulis. Budaya baca dan tulis di sana
tinggi juga disebabkan sifat learning society.
Bagaimana Indonesia?
Lalu,
bagaimana dengan negara kita Indonesia? Minat baca masyarakat Indonesia masih
sangatlah rendah, orang lebih memilih menonton televisi daripada membaca.
Menurut Badan Pusat Stastistik (BPS) pada tahun 2006, masyarakat Indonesia
lebih memilih nonton televisi (89,5 %) dan/atau mendengarkan radio (40,3 %)
ketimbang membaca koran (23,5%). Sungguh memprihatinkan.
Sumber
: BPS
Dari tabel di
atas tampak bahwa presentasi penduduk berumur 10 tahun ke atas yang
mendengarkan radio mengalami penurunan, dari 50,29% di tahun 2003 menjadi lebih
dari separuhnya, yaitu 23,50% di tahun 2009. Sementara, presentasi penduduk
berumur 10 tahun ke atas yang menonton TV naik cukup pesat, dari 85,86% di
tahun 2006 menjadi hampir mutlak, yaitu menembus angka 90,27%. Namun,
presentasi penduduk berumur 10 tahun ke atas yang membaca surat kabar/majalah
sangat sedikit dan bahkan, mengalami penurunan pesat, dari 23,70% di tahun
2003, turun menjadi 23,46% di tahun 2006, dan terjun bebas menjadi 18,94% di
tahun 2009. Ini berarti bahwa minat baca di Indonesia semakin pudar.
Banyak Baca Banyak Tahu
Jika
ingin berkeliling dunia, maka bekerja keraslah agar bisa menabung dan
berkeliling dunia dengan uang tabungan Anda. Tetapi jika sudah berusaha keras,
tetapi belum juga bisa menyisihkan uang yang banyak untuk berkeliling dunia,
jangan khawatir karena kita tetap bisa berkeliling dunia dengan membaca[4],
bukankah buku adalah jendela dunia? Absolutely
right!
Membaca
buku akan menambah pengetahuan tentang apa yang ada di dunia ini. Misalnya,
saja jika kita membaca buku yang berisi tentang negara Mesir dan sejarahnya,
tentu saja akan menambah pengetahuan tentang Mesir tersebut. Kita bisa
mengetahui tentang bagaimana pembuatan piramid, bangunan apa saja yang berada
di dalam piramid, bahkan juga bisa mengetahui nama dari piramid-piramid
tersebut. Semua pengetahuan tersebut bisa diketahui dengan membaca buku-buku
tentang Mesir dan kita tidak perlu harus pergi ke Mesir untuk dapat mengetahui
hal-hal tersebut. Lain waktu ketika membaca buku tentang Korea Selatan, hal
tersebut juga akan menambah pengetahuan kita tentang Korea. Mengetahui sejarah Korea,
kota-kota besar yang ada di Korea, ibukota Korea, tempat-tempat bersejarah, dan
hal-hal lain yang berhubungan dengan Korea, seperti yang saat ini sedang
mejangkit remaja Indonesia, yaitu demam Korean
Pop[5]
atau K-Pop. Sekali lagi Anda tidak perlu pergi ke Korea hanya untuk mengetahui
hal tersebut.
Ketika
ingin mengetahui apa yang ada di dasar laut, kita juga tidak harus menyelam ke
dasar laut untuk dapat mengetahui apa yang ada di dalamnya. Kita cukup membaca
buku tentang kelautan dan pastilah akan mengetahui apa yang ada di dalam lautan
tersebut. Juga ketika ingin mengetahui isi perut bumi, kita cukup membaca buku
tentang perut bumi. Dengan membaca buku, kita akan mendapat banyak informasi
tanpa harus menanggung resiko untuk mendapatkan informasi tersebut. Bayangkan
saja jika kita harus pergi ke dalam kawah gunung berapi ketika ingin
mendapatkan informasi tentang aktivitas gunung berapi. Pasti hal tersebut akan
mendatangkan resiko yang sangat besar untuk keselamatan kita.
Dengan
membaca kita akan semakin banyak tahu akan berbagai hal, menambah referensi
pengetahuan kita sehingga kita menjadi orang yang tidak ‘sok tahu’. Orang
pandai ialah mereka yang tahu terlebih dahulu.
5 Menit Untuk Membaca
Menumbuhkan
budaya membaca tidak mudah layaknya membalikkan telapak tangan. Menumbuhkan
sebuah budaya bukanlah hal mudah, ini disebabkan kita menawarkan sebuah
kebiasaan baru kepada masyarakat dan butuh waktu. Membangun budaya membaca di
Indonesia seperti menyuruh orang berpindah dari makanan pokok beras ke makanan
lain. Tetapi, bukan berarti hal tersebut tidak bisa dilakukan sama sekali.
Dalam kesempatan ini penulis hendak
mengajak para pembaca berupaya untuk bersama-sama menumbuhkan minat baca.
“Gerakan 5 Menit Untuk Membaca”, merupakan kalimat yang cocok dalam upaya
tersebut. Memulai sebuah kebiasaan baru dengan meluangkan sedikit waktu, tidak
usah terlalu banyak terlebih dahulu, hanya dengan lima menit untuk menyempatkan
membaca.
Ketika, masyarakat mulai mencoba
untuk menyempatkan untuk membaca pasti waktu lima menit dirasa kurang. Karena,
akan ada hal-hal menarik baru yang didapat pembaca yang membuat mereka semakin
penasaran, dan terdorong untuk membacanya hingga selesai. BANYAK BACA BANYAK
TAHU, MAKIN MAJU. KURANG BACA SOK TAHU! Wassalam.
[1]Prasetyo, Eko. 2012. Tingginya Budaya Baca-Tulis di Jepang.
http://nayasa.tumblr.com/post/ 11561365743 [27 April 2012]
[2]Dalam bahasa Jepang disebut Densha
[3]Lihat film Chibi Maruko Chan,
kebiasaan para guru SD di Jepang memberikan tugas mengarang, entah bertema
liburan atau kehidupan keluarga mereka.
[4]“Buku Adalah Jendela Dunia Tanpa
Batas”. 2012. http://www.anneahira.com/buku-adalah-jendela-dunia.htm
[27 April 2012]
[5]Baca artikel, Demam K-Pop
(Keberhasilan Pemerintah Korea Membangun Ekonomi Lewat Seni, oleh Triono Akmad
Munib di http://www.trionoakhmadmunib.blogspot.com/2012/04/demam-k-pop-keberhasilan-pemerintah.html