Saturday, 28 April 2012

Banyak Baca Banyak Tahu, Banyak Tahu Makin Maju


By : Triono Akmad Munib`
Abstract
Amid the elaborate world of science and technology  brings to the more advanced implementations and also the pattern of human civilization in the world. Not wrong to say that the 21st century is the era when its modern technology. Technological  advances also carry implications for the easy access to knowledge. We just simply type the keywords that we want in the search engines (search engines) millionrelated information will appear immediately. However, we realize that not everyone is fortunate to be able to access the Internet, because many people are 'clueless' (stuttering technology). It is not meant to be an obstacle for us to move forward. There is still a book, newspaper or other print media that provide a wide rang of information and knowledge as well, we would live to read it? How many hours a day we spend on reading?

Pendahuluan
            Ditengah semakin canggihnya dunia Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) membawa implementasi kepada semakin majunya pula pola dan peradaban manusia di dunia. Tidak salah jika dikatakan bahwa abad ke-21 saat ini adalah era-nya teknologi modern. Manusia pun semakin dimanjakan dengan kecanggihan teknologi. Jika dahulu manusia harus bersabar menunggu untuk mendapatkan surat balasan, namun saat ini, dengan munculnya electronic mail atau yang lebih dikenal dengan e-mail. Manusia tak perlu lagi menunggu hingga berhari-hari, cukup hitungan menit bahkan detik saja, kiriman surat mereka sudah sampai kepada yang dituju atau tebalas. Sementara, kemajuan teknologi juga membawa implikasi terhadap semakin mudahnya akses pengetahuan. Kita hanya tinggal mengetik kata kunci yang kita ingin di mesin pencari (search engine) jutaan informasi terkait akan muncul dengan seketika.
            Namun, kita menyadari bahwa tidak semua orang beruntung dengan bisa mengakses internet, karena masih banyak masyarakat yang ‘gaptek’ (gagap teknologi). Hal ini bukan berarti menjadi sebuah penghambat bagi kita untuk maju. Masih ada buku, surat kabar atau pun media cetak lainnya yang memberikan berbagai macam informasi dan pengetahuan pula, tinggal maukah kita membacanya? Berapa jam dalam sehari kita habiskan untuk membaca? Tulisan ini akan membahas pentingnya membaca dan upaya gerakan lima menit untuk membaca untuk menjadikan masyarkat lebih beradab.
Menengok Budaya Baca Negeri Sakura
Jika mendengar kata ‘komik’, sudah pasti satu kata yang terekam dalam pikiran kita adalah Negeri Sakura Jepang. Memang Jepang adalah salah satu negara yang meraup kesuksesan dalam memproduksi komik. Kreatifitas menulis diantara para pengarang komik seakan tidak pernah mati. Bahkan, komik Jepang sudah merambah ke belahan dunia lainnya, tak terkecuali Indonesia. Di Indonesia komik Jepang masih menjadi komik paling dominan disukai pembaca, terutama untuk komik berseri. Seakan kita bertanya, bagaimana masyarakat Jepang bisa aktif dalam menulis? Untuk menjawabnya, hendaknya kita perlu mengetahui terlebih dahulu kebiasaan orang-orang Jepang dalam kesehariannya.
Pasca Perang Dunia II yang diakhiri dengan dijatuhkannya bom atom yang diberi nama ‘the little boy’ di Hiroshima dan Nagasaki oleh Amerika Serikat sebagai balasan atas serangan Jepang di pangkalan militer Hawai. Jepang langsung secara cepat bergerak maju dan melesat sebagai salah satu negara industri yang hebat. Produk-produk bangsa mereka nyaris bisa ditemukan di dunia.
Jepang seakan belajar dari peristiwa kelam tersebut. Keinginan selalu belajar telah ternanam kuat di sanubari setiap warga Jepang. Hal lain yang tak terlepas dari mereka adalah sifat selalu memperbaiki hasil kerja. Dua sifat mendasar tersebut tecermin pada budaya baca-tulis di masyarakat Jepang. Dengan semangat itu pula, mereka membangun Jepang sedemikian hebat.
Sebagaimana dikutip dari situs Indosiar dan Bunka News (media massa Jepang), Negeri Sakura menyediakan banyak fasilitas membaca.[1] Hal itu dapat dijumpai di tempat umum stasiun, fasilitas umum, dan lain-lain. Sering dijumpai pemandangan membaca di dalam kereta api listrik.[2] Penumpang malah jarang mengobrol, mereka sibuk membaca baik koran atau komik, bermain HP, ataupun mendengarkan musik. Budaya membacanya sudah mendarah daging. Dalam posisi berdiri pun mereka masih menyempatkan untuk membaca. Budaya membaca telah mendarah daging bagi kehidupan warga Jepang sehari-hari.


Gambar 1. Perbedaan suasana dalam transportasi umum  di Jepang (kiri) dan Indonesia (kanan)

Tidak hanya membaca, budaya menulis juga telah diperkenalkan sejak anak-anak. Hal ini dikarenakan budaya membaca masyarakat Jepang menimbulkan efek timbal balik dari tingginya budaya tulis mereka. Di setiap sekolah dasar (SD), para siswa biasanya memiliki tugas sakubun (mengarang) pada waktu tertentu. Misalnya, memberikan kesan mereka ketika berlibur, bersama orang tua, ataupun cita-cita kelak. Selanjutnya, mereka diminta untuk mempresentasikannya di depan kelas.[3]
Tulisan-tulisan para pelajar itu didokumentasikan dalam bentuk buku oleh pihak sekolah dan disimpan dengan baik. Dengan begitu, diharapkan kelak para siswa itu dapat bernostalgia dengan impian masa kanak-kanak mereka setelah membaca sakubun masing-masing saat mengeyam pendidikan di SD. Tak heran jika rata-rata anak-anak Jepang pandai mengekspresikan pikiran dan perasaan lewat rangkaian kata-kata. Artinya, di Jepang, siapa saja bisa menjadi penulis. Budaya baca dan tulis di sana tinggi juga disebabkan sifat learning society. 

Bagaimana Indonesia?
Lalu, bagaimana dengan negara kita Indonesia? Minat baca masyarakat Indonesia masih sangatlah rendah, orang lebih memilih menonton televisi daripada membaca. Menurut Badan Pusat Stastistik (BPS) pada tahun 2006, masyarakat Indonesia lebih memilih nonton televisi (89,5 %) dan/atau mendengarkan radio (40,3 %) ketimbang membaca koran (23,5%). Sungguh memprihatinkan.
Tabel 1. Indikator Sosial-Budaya Indonesia Pada Tahun 2003, 2006, dan 2009
Sumber : BPS

                Dari tabel di atas tampak bahwa presentasi penduduk berumur 10 tahun ke atas yang mendengarkan radio mengalami penurunan, dari 50,29% di tahun 2003 menjadi lebih dari separuhnya, yaitu 23,50% di tahun 2009. Sementara, presentasi penduduk berumur 10 tahun ke atas yang menonton TV naik cukup pesat, dari 85,86% di tahun 2006 menjadi hampir mutlak, yaitu menembus angka 90,27%. Namun, presentasi penduduk berumur 10 tahun ke atas yang membaca surat kabar/majalah sangat sedikit dan bahkan, mengalami penurunan pesat, dari 23,70% di tahun 2003, turun menjadi 23,46% di tahun 2006, dan terjun bebas menjadi 18,94% di tahun 2009. Ini berarti bahwa minat baca di Indonesia semakin pudar.

Banyak Baca Banyak Tahu
Jika ingin berkeliling dunia, maka bekerja keraslah agar bisa menabung dan berkeliling dunia dengan uang tabungan Anda. Tetapi jika sudah berusaha keras, tetapi belum juga bisa menyisihkan uang yang banyak untuk berkeliling dunia, jangan khawatir karena kita tetap bisa berkeliling dunia dengan membaca[4], bukankah buku adalah jendela dunia? Absolutely right!
Membaca buku akan menambah pengetahuan tentang apa yang ada di dunia ini. Misalnya, saja jika kita membaca buku yang berisi tentang negara Mesir dan sejarahnya, tentu saja akan menambah pengetahuan tentang Mesir tersebut. Kita bisa mengetahui tentang bagaimana pembuatan piramid, bangunan apa saja yang berada di dalam piramid, bahkan juga bisa mengetahui nama dari piramid-piramid tersebut. Semua pengetahuan tersebut bisa diketahui dengan membaca buku-buku tentang Mesir dan kita tidak perlu harus pergi ke Mesir untuk dapat mengetahui hal-hal tersebut. Lain waktu ketika membaca buku tentang Korea Selatan, hal tersebut juga akan menambah pengetahuan kita tentang Korea. Mengetahui sejarah Korea, kota-kota besar yang ada di Korea, ibukota Korea, tempat-tempat bersejarah, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan Korea, seperti yang saat ini sedang mejangkit remaja Indonesia, yaitu demam Korean Pop[5] atau K-Pop. Sekali lagi Anda tidak perlu pergi ke Korea hanya untuk mengetahui hal tersebut.
Ketika ingin mengetahui apa yang ada di dasar laut, kita juga tidak harus menyelam ke dasar laut untuk dapat mengetahui apa yang ada di dalamnya. Kita cukup membaca buku tentang kelautan dan pastilah akan mengetahui apa yang ada di dalam lautan tersebut. Juga ketika ingin mengetahui isi perut bumi, kita cukup membaca buku tentang perut bumi. Dengan membaca buku, kita akan mendapat banyak informasi tanpa harus menanggung resiko untuk mendapatkan informasi tersebut. Bayangkan saja jika kita harus pergi ke dalam kawah gunung berapi ketika ingin mendapatkan informasi tentang aktivitas gunung berapi. Pasti hal tersebut akan mendatangkan resiko yang sangat besar untuk keselamatan kita.
Dengan membaca kita akan semakin banyak tahu akan berbagai hal, menambah referensi pengetahuan kita sehingga kita menjadi orang yang tidak ‘sok tahu’. Orang pandai ialah mereka yang tahu terlebih dahulu.

5 Menit Untuk Membaca
            Menumbuhkan budaya membaca tidak mudah layaknya membalikkan telapak tangan. Menumbuhkan sebuah budaya bukanlah hal mudah, ini disebabkan kita menawarkan sebuah kebiasaan baru kepada masyarakat dan butuh waktu. Membangun budaya membaca di Indonesia seperti menyuruh orang berpindah dari makanan pokok beras ke makanan lain. Tetapi, bukan berarti hal tersebut tidak bisa dilakukan sama sekali.
            Dalam kesempatan ini penulis hendak mengajak para pembaca berupaya untuk bersama-sama menumbuhkan minat baca. “Gerakan 5 Menit Untuk Membaca”, merupakan kalimat yang cocok dalam upaya tersebut. Memulai sebuah kebiasaan baru dengan meluangkan sedikit waktu, tidak usah terlalu banyak terlebih dahulu, hanya dengan lima menit untuk menyempatkan membaca.
            Ketika, masyarakat mulai mencoba untuk menyempatkan untuk membaca pasti waktu lima menit dirasa kurang. Karena, akan ada hal-hal menarik baru yang didapat pembaca yang membuat mereka semakin penasaran, dan terdorong untuk membacanya hingga selesai. BANYAK BACA BANYAK TAHU, MAKIN MAJU. KURANG BACA SOK TAHU! Wassalam.


[1]Prasetyo, Eko. 2012. Tingginya Budaya Baca-Tulis di Jepang. http://nayasa.tumblr.com/post/ 11561365743 [27 April 2012]
[2]Dalam bahasa Jepang disebut Densha
[3]Lihat film Chibi Maruko Chan, kebiasaan para guru SD di Jepang memberikan tugas mengarang, entah bertema liburan atau kehidupan keluarga mereka.
[4]“Buku Adalah Jendela Dunia Tanpa Batas”. 2012. http://www.anneahira.com/buku-adalah-jendela-dunia.htm [27 April 2012]
[5]Baca artikel, Demam K-Pop (Keberhasilan Pemerintah Korea Membangun Ekonomi Lewat Seni, oleh Triono Akmad Munib di http://www.trionoakhmadmunib.blogspot.com/2012/04/demam-k-pop-keberhasilan-pemerintah.html

Monday, 9 April 2012

Demam K-Pop (Keberhasilan Pemerintah Korea Selatan Membangun Perekonomian Lewat Seni)

Triono Akmad Munib

Asbtract
The swift currents of globalization both in the economic, political, social and today's demanding the state to make efforts in order to at least survive in the pounding waves of globalization. There are only two ways to live in an increasingly globalized era, ie be a wave or riding the wave. Country is faced with two tough choices. Does the cnuntry into 'waves' in the globalization process? Or riding a 'wave' is?


Pendahuluan

Derasnya arus globalisasi baik dalam bidang ekonomi, politik, dan sosial saat ini menuntut negara untuk melakukan berbagai upaya agar bisa setidaknya survive (bertahan) dalam hempasan gelombang globalisasi. Dewasa ini, tidak ada satu pun negara di dunia yang tidak merasakan dampak dari globalisasi. Bahkan, negara yang mengisolasi hubungan dengan negara lain (Korea Utara) tampak tidak bisa menahannya. Dengan perkembangan IT yang semakin canggih di abad ke-21 ini, fenomena globalisasi tampak menemukan ‘pasangan’ yang cocok.

Hanya ada dua cara hidup di zaman yang semakin mengglobal ini, yaitu be a wave atau riding the wave. Negara dihadapakan kepada dua pilihan yang berat. Apakah negara tersebut menjadi ‘gelombang’ dalam arus globalisasi? Ataukah mengendarai ‘gelombang’ tersebut? Dalam hal menjadi gelombang, kondisi yang ditunjukkan adalah mengikuti fenomena globalisai atau dalam bahasa jawa disebut dengan latah (ikut-ikutan). Sementara, jika kita bisa mengendarai ‘gelombang’, kondisi yang diperlihatkan adalah kita berada di atas arus globalisasi dan menyetir kemana arah globalisasi, singkatnya kita menjadi yang ditiru.

Demam Korean Pop atau yang lebih familiar dengan K-Pop menjadi salah satu contoh fenomena globalisasi. K-Pop telah menghipnotis ribuan umat manusia khususnya muda-mudi, tak terkecuali Indonesia. Jutaan ABG tak hentinya berpenampilan meniru artis-artis K-Pop. Grup vokal (boyband dan girlband) bermunculan bak jamur di musim hujan. K-Pop telah mewabah di berbagai belahan dunia. Mengapa K-Pop menjadi begitu fenomenal belakangan ini?

Tulisan ini akan membahas mengenai fenomena Korean Wave (Demam Korea) kemunculan K-Pop, dan upaya pemeirntah Korea Selatan (Korsel) menjadikan K-Pop sebagai ladang bisnis untuk membangun perekonomian Korsel.


Kerangka KonseptuaL
Cochrane dan Pain menegaskan bahwa dalam kaitannya dengan globalisasi, terdapat tiga posisi teoritis yang dapat dilihat, yaitu: Para globalis percaya bahwa globalisasi adalah sebuah kenyataan yang memiliki konsekuensi nyata terhadap bagaimana orang dan lembaga di seluruh dunia berjalan. Mereka percaya bahwa negara-negara dan kebudayaan lokal akan hilang diterpa kebudayaan dan ekonomi global yang homogen. meskipun demikian, para globalis tidak memiliki pendapat sama mengenai konsekuensi terhadap proses tersebut. Ada empat pandangan mengenai globalisasi

1.Para globalis positif dan optimistis menanggapi dengan baik perkembangan semacam itu dan menyatakan bahwa globalisasi akan menghasilkan masyarakat dunia yang toleran dan bertanggung jawab.
2.Para globalis pesimis berpendapat bahwa globalisasi adalah sebuah fenomena negatif karena hal tersebut sebenarnya adalah bentuk penjajahan barat (terutama Amerika Serikat) yang memaksa sejumlah bentuk budaya dan konsumsi yang homogen dan terlihat sebagai sesuatu yang benar dipermukaan. Beberapa dari mereka kemudian membentuk kelompok untuk menentang globalisasi (anti- globalisasi).
3.Para tradisionalis tidak percaya bahwa globalisasi tengah terjadi. Mereka berpendapat bahwa fenomena ini adalah sebuah mitos semata atau, jika memang ada, terlalu dibesar-besarkan. Mereka merujuk bahwa kapitalisme telah menjadi sebuah fenomena internasional selama ratusan tahun. Apa yang tengah kita alami saat ini hanyalah merupakan tahap lanjutan, atau evolusi, dari produksi dan perdagangan kapital.
4.Para transformasionalis berada di antara para globalis dan tradisionalis. Mereka setuju bahwa pengaruh globalisasi telah sangat dilebih-lebihkan oleh para globalis. Namun, mereka juga berpendapat bahwa sangat bodoh jika kita menyangkal keberadaan konsep ini. Posisi teoritis ini berpendapat bahwa globalisasi seharusnya dipahami sebagai "seperangkat hubungan yang saling berkaitan dengan murni melalui sebuah kekuatan, yang sebagian besar tidak terjadi secara langsung". Mereka menyatakan bahwa proses ini bisa dibalik, terutama ketika hal tersebut negatif atau, setidaknya, dapat dikendalikan.

Korean Wave
Korean Wave (gelombang Korea) atau Hallyu adalah istilah yang diberikan untuk tersebarnya budaya pop Korea secara global di berbagai negara di dunia.[1] Umumnya Hallyu memicu banyak orang-orang di negara tersebut untuk mempelajari Bahasa Korea dan kebudayaan Korea.[2]

Mulanya, kegemaran akan budaya pop Korea dimulai di Republik Rakyat China dan Asia Tenggara mulai akhir 1990-an.[3] Istilah Hallyu sendiri diadopsi oleh media Cina setelah album musik pop Korea, HOT, dirilis di China.[4] Serial drama TV Korea mulai diputar di China dan menyebar ke negara-negara lain seperti Hongkong, Vietnam, Thailand, Indonesia, Filipina, Jepang, Amerika Serikat, Amerika Latin dan Timur Tengah.[5] Pada saat ini, Hallyu diikuti dengan banyaknya perhatian akan produk Korea Selatan, seperti masakan, barang elektronik, musik dan film.[6] Fenomena ini turut mempromosikan Bahasa Korea dan budaya Korea ke berbagai negara.

Drama dan film Korea ditenggarai menjadi penyebab mewabahnya virus Hallyu di berbagai belahan dunia. Warga Korsel sendiri suka menonton drama dan film dan mendengar musik. Perusahaan TV Korea mengeluarkan biaya besar untuk memproduksi drama dan beberapa diantaranya yang mencetak kesuksesan, diekspor ke luar negeri. Drama televisi yang memicu Hallyu antara lain, Winter Sonata, Dae Jang Geum, Stairway to Heaven, Beautiful Days dan Hotelier.[7]

Film-film Korea, bersama drama TV dan musik pop, merupakan produk utama Hallyu yang dinikmati tidak hanya di dalam negeri, namun juga di berbagai negara. Pada awalnya, film Hongkong mendominasi bioskop di Asia, namun dengan kehadiran Hallyu, mulai tersaingi oleh film Korea. Film produksi Korea Selatan dikenal karena alur ceritanya yang kuat dan genre yang bervariasi sehingga menarik banyak penonton.[8]

Populernya drama Korea di stasiun televisi Indonesia terjadi setelah drama negara Asia lain seperti Taiwan dan Jepang diputar.[9] Berbagai stasiun televisi Indonesia mulai menayangkan drama produksi Korsel setelah RCTI yang mempelopori pemutaran drama Endless Love (Autumn in My Heart).[10] Para sineas drama di Korea mulai menyadari daya jual drama Korea sangat tinggi di negara-negara tetangganya sehingga produksi serial mereka menjadi komoditas ekspor.[11] Puncaknya terjadi saat serial Winter Sonata diputar di Jepang, Cina, Taiwan dan Asia Tenggara. Sejak saat itu istilah Hallyu atau demam Korea muncul.[12]

Dari tahun 2002-2005 drama-drama Korea yang populer di Asia termasuk Indonesia antara lain Endless Love, Winter Sonata, Love Story from Harvard, Glass Shoes, Stairway to Heaven, All In, Hotelier, Memories in Bali, dan Sorry I Love You yang merupakan serial drama melankolis. Drama komedi romantis muncul berikutnya, antara lain Full House, Sassy Girl Chun Hyang, Lovers in Paris, Princess Hours, My name is Kim Sam-soon, My Girl, Hello Miss!, dan Coffee Prince.[13] Genre drama berlatar belakang sejarah ikut mencetak rating tinggi, antara lain drama Dae Jang Geum, Queen Seon Deok, Hwang Jini, hingga Jumong. Pada Tahun 2008-2009, drama Korea yang banyak mendapatkan perhatian adalah Boys Before Flowers (BBF).[14]

Gambar 1. Cuplikan serial drama Korea, Full House yang Penuh Romantisme


Derasnya produksi film dan drama Korsel menjadi sebuah alternatif tersendiri bagi pencinta film di dunia, setelah sekian lama dunia perfilman dikuasai oleh Amerika. Serial drama maupun film Korea mampu menunjukkan jati dirinya sendiri di tengah arus globalisasi budaya Barat yang kian gencar.


K-Pop, Seperti Apa?
K-pop atau kepanjangan dari Korean Pop (Musik Pop Korea), adalah jenis musik populer yang berasal dari Korsel. Banyak artis dan kelompok musik pop Korea sudah menembus batas dalam negeri dan populer di mancanegara. Kegandrungan akan musik K-Pop merupakan bagian yang tak terpisahkan daripada Demam Korea (Korean Wave) di berbagai negara.

Musik pop Korea pra-modern pertama kali muncul pada tahun 1930-an akibat masuknya musik pop Jepang yang juga turut memengaruhi unsur-unsur awal musik pop di Korea. Penjajahan Jepang atas Korea juga membuat genre musik Korea tidak bisa berkembang dan hanya mengikuti perkembangan budaya pop Jepang pada saat itu.

Pada tahun 1950-an dan 1960-an, pengaruh musik pop barat mulai masuk dengan banyaknya pertunjukkan musik yang diadakan oleh pangkalan militer Amerika Serikat di Korea Selatan. Musik Pop Korea awalnya terbagi menjadi genre yang berbeda-beda, pertama adalah genre "oldies" yang dipengaruhi musik barat dan populer di era 60-an. Pada tahun 1970-an, musik rock diperkenalkan dengan pionirnya adalah Cho Yong-pil.

Genre lain yang cukup digemari adalah musik Trot yang dipengaruhi gaya musik enka dari Jepang. Debut penampilan kelompok Seo Taiji and Boys di tahun 1992 menandakan awal mula musik pop modern di Korea yang memberi warna baru dengan aliran musik rap, rock, dan techno Amerika. Suksesnya grup Seo Taiji and Boys diikuti grup musik lain seperti Panic, dan Deux. Tren musik ini turut melahirkan banyak grup musik dan musisi berkualitas lain hingga sekarang.

Musik pop dekade 90-an cenderung beraliran dance dan hip hop. Pasar utamanya adalah remaja sehingga dekade ini muncul banyak grup “teen idol” yang sangat digilai seperti CLON, H.O.T, Sechs Kies, S.E.S, dan g.o.d. Kebanyakan dari kelompok musik ini sudah bubar dan anggotanya bersolo-karier.

Pada tahun 2000-an pendatang-pendatang baru berbakat mulai bermunculan. Aliran musik R&B serta Hip-Hop yang berkiblat ke Amerika mencetak artis-artis semacam MC Mong, 1TYM, Rain, Big Bang yang cukup sukses di Korea dan luar negeri. Beberapa artis underground seperti Drunken Tiger, Tasha (Yoon Mi-rae) juga memopulerkan warna musik kulit hitam tersebut. Musik rock masih tetap digemari di Korea ditambah dengan kembalinya Seo Taiji yang bersolo karier menjadi musisi rock serta Yoon Do Hyun Band yang sering menyanyikan lagu-lagu tentang nasionalisme dan kecintaan terhadap negara. Musik techno memberi nuansa modern yang tidak hanya disukai di Korea saja, penyanyi Lee Jung-hyun dan Kim Hyun-joong bahkan mendapat pengakuan di China dan Jepang. Musik balada masih tetap memiliki pendengar yang paling banyak di Korea. Musik balada Korea umumnya dikenal dengan lirik sedih tentang percintaan, seperti yang dibawakan oleh Baek Ji Young, KCM, SG Wannabe, dan sebagainya. Musik balada umumnya digemari karena sering dijadikan soundtrack drama-drama televisi terkenal seperti Winter Sonata, Sorry I Love You, Stairway to Heaven dan sebagainya.

Berbagai artis Korea menangguk kesuksesan di dunia internasional seperti BoA yang menembus Jepang dan digemari di banyak negara. Kemudian artis-artis lain seperti Rain, Se7en, Shinhwa, Ryu Shi-won, dan sebagainya berlomba-lomba untuk menaklukkan pasar musik di Jepang. Rain tercatat sebagai artis Asia pertama yang mengadakan konser internasional bertajuk RAINY DAY 2005 Tour, di Madison Square Garden.

Gambar 2. Girls Generation atau SNSD, Salah Satu Girlband Korea


Gambar 3. Aksi Panggung Boyband Korea


Di Indonesia sendiri, seiring dengan drama Korea yang semakin diterima publik Indonesia, muncul pula kegemaran akan grup musik pria (boyband) maupun wanita (girlband) seperti grup musik TVXQ, Super Junior, 2PM, dan Wonder Girls.[15] Penyanyi Rain mulai dikenal lewat serial drama Full House yang ditayangkan di stasiun televisi Indonesia. Sejak itu, penggemar K-Pop dan drama Korea mulai umum dijumpai.[16] Selain itu, semakin bermunculan grup vokal pria maupun wanita di Indonesia yang hendak meniru K-Pop seperti, XOIX, Cherry Belle, Hitz, Dragon Boyz, dan sebagainya.


Gambar 4. Salah Satu Girlband asal Indonesia, Cherry Belle


Dunia Dalam Demam K-Pop>
Musik dan artis Korea berhasil menghipnotis telinga dan mata remaja di berbagai penjuru dunia, tak terkecuali di Indonesia. Kedashsyatan pesona penyanyinya dengan gerakan-gerakan dinamis telah menyihir jutaan pemirsa televisi maupun secara live ketika mereka sedang manggung. Indonesia benar-benar telah di-“koreakan” oleh K-pop yang didomonasi oleh pria-pria mulus dengan gaya menyanyinya yang atraktif.

Dunia seakan melupakan kiblat lama, Paris dan Milan sebagai pusat fashion dan gaya hidup. Dunia telah menemukan arah kiblat baru bernama Korea. Bahkan, acara-acara hiburan televisi di Tanah Air juga ikut-ikutan latah dengan gaya Korea.

Demam K-Pop telah mendorong lahirnya sebuah fenomena fanatisme dimana para pesohor dari negeri ginseng tersebut menjadi kiblat dalam berperilaku bagi remaja dan generasi muda di Tanah Air. Tidak sedikit dari mereka yang rela melancong ke negeri yang berada di Semenanjung Asia Timur itu hanya untuk menonton konser artis idola dan berbelanja pernak-pernik berlabel "made in Korea".[17]

Booming Korea benar-benar telah merubah gaya hidup dan jadwal kegiatan anak dan remaja sehari-hari. Di saat mereka bangun tidur dari kamar mereka sudah terdengar lagu K-Pop. Me-request dan men-down load seakan merupakan keasyikan tersendiri. Terkadang para orang tua juga ikut tergila-gila pada Korea sampai rela mengorbankan waktu beristirahatnya demi menonton show Korea atau sinema/drama Korea di internet maupun televisi. Seakan takut “berdosa” ketinggalan berita terbaru mengenai K-Pop, sampai aktivitas sehari-hari seperti makan pun dilakukan di depan laptop atau televisi. K-Pop menjadi medan magnet baru gaya hidup.


Memetik Buah Keberhasilan
K-Pop telah menjadi trendsetter yang diikuti anak-anak muda, bukan hanya aliran musiknya, namun juga gayanya berpakaian. Bisa dikatakan, Korean Wave menjadi bentuk nyata keberhasilan pemerintah Korsel melakukan inflitrasi budaya di berbagai negara ditengah derasnya arus globalisasi budaya Barat.

Namun, menjadikan budaya Korsel terkenal di seluruh dunia tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Semua itu bermula pada 20 tahun lalu, ketika pemerintah Korsel merancang sebuah Korea masa depan, dengan budayanya yang digandrungi banyak orang di dunia.[18] Pemerintah Korea sejak saat itu memberikan program beasiswa besar-besaran bagi para artis dan seniman di negaranya, untuk belajar di Amerika Serikat dan Eropa. Dari program inilah dihasilkan artis-artis berpengalaman yang mengerti selera musik, gaya hidup, bahkan selera pasar.[19] Hasilnya, Korea kini memetik buah dari keseriusan menggarap industri pop mereka.

Menurut The Korea Creative Content Agencys, pada tahun 2011 Korea menangguk keuntungan mencapai Rp. 35 triliun dari bisnis K-Pop. Angka ini meningkat 14 persen dibandingkan tahun 2010.[20] K-Pop juga mendongkrak citra Korea. Jutaan orang tertarik berkunjung ke Korea, termasuk menengok Pulau Nami di Provinsi Gangwon-do yang menjadi lokasi shooting Winter Sonata, sinetron Korea yang meledak tahun 2002. Choi Jung-eun, staf pengelola Pulau Nami, mengatakan, dulu pulau kecil dan sepi itu hanya dikunjungi sekitar 200.000 turis per tahun. Kini, pengunjungnya rata-rata 1,6 juta turis setahun.[21]

Di Indonesia saja, perwakilan perusahaan Korea tumbuh subur. Berdasarkan data Pusat Kebudayaan Korea di Indonesia, saat ini, ada 1.300 kantor cabang perusahaan Korea yang didirikan di Indonesia.[22] Bisnis K-Pop benar-benar dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintah Korsel untuk membangun perekonomian domestik disamping terus mengglobalkan budaya Korea.

Tidak hanya itu, pemerintah Korea sangat jeli melihat peluang agar budaya negaranya menjadi terkenal, termasuk menyatukan olah raga beladiri tradisional menjadi satu wadah yang bernama Taekwondo pada tahun 1954. Dengan cepat, olahraga ini menjadi terkenal di seluruh dunia, bahkan menjadi cabang olahraga yang resmi dipertandingkan di Olimpiade. Selain seni beladiri Taekwondo, institusi pendidikan juga diajarkan dan menjadi bahan riset di berbagai kampus di Korsel.[23]


Penutup
Dari penjelasan di atas bisa diambil sebuah kesimpulan bahwa pemerintah Korsel melihat fenomena globalisasi sebagai peluang untuk memperkaya dan mengembangkan potensi domestik yang dimiliki. Korea menjadi salah satu contoh keberhasilan penyelenggara negara yang mampu menjadikan kreativitas dan budaya penghasil uang yang cukup besar.
Sebagai penutup penulis hendak mengambil hikmah dari cerita kesuksesan Korea di atas, yaitu terkadang ide brilian pada awalnya dipandang sebelah mata. Hal ini terkadang dampaknya tidak bisa dirasakan secara langsung. Kebijakan pemerintah Korsel untuk memberikan beasiswa kepada warganya 20 tahun silam menjadikan Korea sebagai negara yang bisa ‘mengendarai’ hempasan gelombang dunia global.


Referensi :

[1]Ministry of Culture, Sports and Tourism , Seoul, Republic of Korea . 2010. Passport to Korean Culture. Hal. 46-53
[2]Ibid
[3]Ibid
[4]Ibid
[5]Ibid
[6]Ibid
[7]Ibid
[8]Ibid
[9]Riz (minggu kedua Juli 2010). Tren Serial Asia di Indonesia, Mulai Dari Serial Klasik Mandarin, Drama Jepang, Hingga Demam Korea. Bintang Indonesia. Hal. 77
[10]Ibid
[11]Ibid
[12]Ibid
[13]Ibid
[14]Ibid
[15]Riz (Minggu Kedua Juli 2010). Grup Penyanyi Idola Ikut Populer. Bintang Indonesia. Hal. 7
[16]Ibid
[17]Yudono, Jodhi. 2011. Demam Korea Sudah Menginfeksi Indonesia.
http://travel.kompas.com/read/2011/10/1/03045760/Demam.Korea.Sudah.Menginfeksi.Indonesia. [08 April 2012]
[18]“Korean Wave "Hallyu" Mewabah di Sejumlah Negara”. 2012.
http://www.metrotvnews.com/read/newsvideo/2012/04/07/148668/Korean-Wave-Hallyu-Mewabah-di-Sejumlah-Negara/7[08 April 2012]
[19]Ibid
[20]Ibid
[21]"Gelombang Korea Menerjang Dunia”. 2012.
http://nasional.kompas.com/read/2012/01/15/01474452/ [08 April 2012]
[22]Ibid
[23]“Korean Wave "Hallyu" Mewabah di Sejumlah Negara”. 2012.
http://www.metrotvnews.com/read/newsvideo/2012/04/07/148668/Korean-Wave-Hallyu-Mewabah-di-Sejumlah-Negara/7 [08 April 2012]