Thursday, 25 November 2010

Dunia Multipolar yang Unipolar

By : Triono Akhmad Munib

Berakhirnya perang dingin merupakan awal kebangkitan gairah dari hubungan dan perkembangan internasional. Saat berlangsungnya perang dingin, dunia secara nyata terbelah menjadi dua kubu, yaitu kubu komunis (USSR) dan liberal (AS). Dunia yang terbelah menjadi dua bagian dalam hal ideologi mendorong negara-negara mencari sebuah ‘mother state’ atau sebuah koalisi dengan blok komunis maupun liberal. Layaknya sebuah dam air di sungai pada saat dam tersebut dibuka maka debit air menjadi lebih deras dan membanjiri seluruh wilayah daratan sungai. Itulah fenomena analogi yang bisa diterapkan pada keadaan pasca perang dingin. Dunia yang sebelumnya terbelah atau hanya bipolaritas secara cepat berubah menjadi dunia yang lebih multipolar. Yang dalam arti negara bisa secara bebas memilih ideologi yang akan dianut dengan semakin berkurangnya aliansi-aliansi yang telah dibentuk negara-negara pada perang dingin. Di sini, timbul pertanyaan apakah memang dunia saat ini benar-benar menunjukkan sifanya yang multipolar?
Untuk masalah fenomena dunia yang semakin multipolar, penulis mempunyai sebuah istilah ‘dunia unipolar yang multipolar’. Memang sedikit lucu istilah tersebut. Pengertiannya diini adalah terletak pada penekanan ideologi perdagangan. Memang dunia saat ini multipolar. Negara bisa memilih sistem dalam pemerintahannya seperti komunis oleh Korea Utara dan China, sosialias oleh kebanyakan negara-negara Amerika Latin atau totaliter seperti Myanmar. Tetapi jika dibaca secara ontologis lagi negara-negara ini kebanyakan lebih menunjukkan sifatnya yang unipolar dalam sistem perdagangannya. Ideologi unipolar tersebut adalan liberalisme. Dunia yang semakin terglobalisasi turut memberikan faktor yang secara tidak langsung kepada negara. Kesaling-tergantungan antar negara menjadi penting. Negara di dunia baik berpaham komunis seperti China juga tak bisa mengelak akan penerapan sistem liberalis dalam perdagangannya. Semisal di Myanmar, perusahaan minyak yang melakukan eksplorasi di Myanmar, antara lain perusahaan minyak raksasa dari AS, Chevron dan perusahaan minyak Prancis milik kelompok Total serta produsen minyak China, National Petroleum Corporation . Kita tahu bahwa Myanmar adalah negara paling mengisolasi dirinya dalam pergaulan internasional . Myanmar merupakan negara yang pemerintahannya dipegang oleh militer yang kemudian merujuk kepada ideologi otorier namun masuknya perusahaan minyak asing menjelaskan bahwa negara yang mengisolasi dirinya, yang otoriter, yang komunis pun tak bisa lepas dari sistem perdagangan liberal. Negara-negara yang tidak bisa lepas dari sistem liberal tersebut menunjukkan pula bahwa walaupun dunia ini memang multipolar dalam ideologi namun sebenarnya mereka adalah unipolar dalam sistem perdagangannya.

No comments:

Post a Comment