Triono
Akmad Munib*
Ernest Renan
berkata “bangsa adalah satu jiwa”. Memang benar begitu!.
Marilah kita kembali
kepada jiwa kita sendiri! Jangan kita menjadi satu bangsa tiruan! Jiwa
Indonesia dalah jiwa gotong-royong, jiwa persaudaraan, jiwa kekeluargaan. Kita
telah merumuskan jiwa yang demikian itu dengan apa yang dinamakan Pancasila.
Hanya Pancasila yang sesuai dengan jiwa Indonesia. Mari kita setia kepada
Proklamasi 17 Agustus 1945,
Proklamasi yang bernafas Pancasila.
Soekarno
Pendahuluan
Cuplikan di atas merupakan sebuah
amanah Presiden Republik Indonesia (RI) pertama, Ir. Soekarno tentang
Pancasila. Pesan di atas menggambarkan bahwa Pancasila dicetuskan untuk
mewadahi keberagaman bangsa ini. Hari ini, tanggal 1 Juni 2012 tepat dasar
negara RI (Pancasila) berumur 67 tahun.
Di umur yang tidak lagi muda, tentulah
banyak fenomena-fenomena bangsa ini yang menguji kekuatan Pancasila itu
sendiri. Di tengah semakin maraknya masalah sosial dan budaya yang berujung
pada upaya disintegrasi bangsa. Menjadi pertanyaan besar, bagaimana relevansi
Pancasila di era saat ini? Tulisan ini akan membahas mengenai relevansi
nilai-nilai Pancasila dalam melihat fenomena yang terjadi di Indonesia.
Nilai-nilai Pancasila
Pancasila
telah menjadi ideologi dasar bagi negara Indonesia. Oleh karenanya, Pancasila
menjadi pedoman dasar, bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Nama Pancasula terdiri dari dua kata dari bahasas Sanskerta,
yaitu panca berarti lima dan sila berarti prinsip atau asas.
Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Lima sendi utama penyusun Pancasila
adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf
ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang
Dasar 1945.
Kelima asas tersebut kemudian
dijabarkan menjadi 36 butir pengamalan, ditetapkan oleh MPR melalui Tap MPR No.II/MPR/1978
tentang Ekaprasetia Pancakarsa. Ketetapan MPR ini diubah melalui Tap MPR no.
I/MPR/2003 dengan 45 butir Pancasila. Adapun butir-butir Pancasila, sebagai
berikut[1] :
1. Ketuhanan
Yang Maha Esa (lambang : bintang)
· Bangsa Indonesia menyatakan
kepercayaanya dan ketaqwaanya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
· Manusia Indonesia percaya dan taqwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya
masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
· Mengembangkan sikap hormat
menghormati dan bekerjasama anatra pemeluk agama dengan penganut kepercayaan
yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
· Membina kerukunan hidup di antara
sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
· Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
· Mengembangkan sikap saling
menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaanya
masing masing.
· Tidak memaksakan suatu agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
2. Kemanusiaan
Yang Adil dan Beradab (lambing : rantai)
· Mengakui dan memperlakukan manusia
sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
· Mengakui persamaan derajad,
persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku,
keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan
sebagainya.
· Mengembangkan sikap saling mencintai
sesama manusia.
· Mengembangkan sikap saling tenggang
rasa dan tepa selira.
· Mengembangkan sikap tidak
semena-mena terhadap orang lain.
· Menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan.
· Gemar melakukan kegiatan
kemanusiaan.
· Berani membela kebenaran dan
keadilan.
· Bangsa Indonesia merasa dirinya
sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
· Mengembangkan sikap hormat
menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
3. Persatuan
Indonesia (lambing : pohon beringin)
· Mampu menempatkan persatuan,
kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai
kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
· Sanggup dan rela berkorban untuk
kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
· Mengembangkan rasa cinta kepada
tanah air dan bangsa.
· Mengembangkan rasa kebanggaan
berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
· Memelihara ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
· Mengembangkan persatuan Indonesia
atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
· Memajukan pergaulan demi persatuan
dan kesatuan bangsa.
4. Kerakyatan
yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
(lambing : kepala banteng)
· Sebagai warga negara dan warga
masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban
yang sama.
· Tidak boleh memaksakan kehendak
kepada orang lain.
· Mengutamakan musyawarah dalam
mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
· Musyawarah untuk mencapai mufakat
diliputi oleh semangat kekeluargaan.
· Menghormati dan menjunjung tinggi
setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
· Dengan i’tikad baik dan rasa
tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
· Di dalam musyawarah diutamakan
kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
· Musyawarah dilakukan dengan akal
sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
· Keputusan yang diambil harus dapat
dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung
tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan
mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
· Memberikan kepercayaan kepada
wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.
5. Keadilan
Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia (lambing : padi dan kapas)
· Mengembangkan perbuatan yang luhur,
yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
· Mengembangkan sikap adil terhadap
sesama.
· Menjaga keseimbangan antara hak dan
kewajiban.
· Menghormati hak orang lain.
· Suka memberi pertolongan kepada
orang lain agar dapat berdiri sendiri.
· Tidak menggunakan hak milik untuk
usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain
· Tidak menggunakan hak milik untuk
hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
· Tidak menggunakan hak milik untuk
bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
· Suka bekerja keras.
· Suka menghargai hasil karya orang
lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
· Suka melakukan kegiatan dalam rangka
mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Disintegrasi Bangsa
Di tengah derasnya arus globalisasi
hingga munculnya gerakan-gerakan massa baik dari latar belakang agama, kelas
sosial, maupun politik. Pancasila diuji ketangguhannya dalam menjawab itu
semua.
Indonesia, negara dengan beribu
bahkan berjuta keanekaragaman sosial dan budaya menjadikan negara ini rawan
akan potensi perpecahan atau disintegrasi.[2] Kita
lihat saja, akhir-akhir ini fenomena kerusuhan sosial akibat penolakan terhadap
sesuatu dengan alasan tidak sesuai dengan ajaran agama semakin marak terjadi.
Berikut tabel sejumlah kekerasan
bernuansa agama yang terjadi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.[3]
Tabel 1. Kekerasan
Bernuansa Agama di Indonesia
Beberapa Tahun
Terakhir
Lokasi
|
Tanggal
|
Peristiwa
|
Korban
|
Jakarta
|
1 Juni 2008
|
Penyerangan aktivis Aliansi
Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Monas
|
12 orang terluka
|
Sleman
|
1 Oktober 2009
|
Ancaman pembubaran oleh FPI
terhadap ajaran Sapta Darma di Dusun Pereng Kembar, Desa Bale Catur, Sleman
|
Tidak ada korban
|
Kota Bekasi
|
10 September 2010
|
Penyerangan terhadap jemaat
Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Pondok Timur Indah, Mustikajaya
|
Dua jemaat HKBP terluka
|
Cianjur
|
27 Desember 2010
|
Pembakaran Madrasah milik
Ahmadiyah di Desa Sukadana, Kecamatan Campaka
|
Satu bangunan Madrasah terbakar
|
Pandeglang
|
6 Februari 2011
|
Aksi massa menyerang rumah
pimpinan Ahmadiyah di Desa Umbulan, Kecamatan Cikeusik
|
3 jemaah Ahmadiyah tewas, 7
orang terluka
|
Temanggung
|
7 Februari 2011
|
Kerusuhan massa pasca
persidangan penodaan agama di PN Temanggung
|
9 orang terluka, 2 gereja
dibakar, gedung PN Temanggung dirusak, serta 3 mobil dan beberapa motor
dibakar
|
Salah satu pertanyaan
survei yang dilakukan oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarkat (PPIM)
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta adalah bagaimana
jika umat Islam jika hidup berdampingan dengan kelompok atau agama lain secara
setara. Ternyata, hasilnya cukup mengejutkan sebagian responden mengaku
keberatan dan data yang terkumpul menunjukkan ada peningkatan sikap intoleran
umat lain.
Sikap kaku yang
ditunjukkan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia terkait adanya perbedaan
agama ini tidak selalu berujung pelik. Namun hal ini bukan berarti pecahnya
konflik sosial yang dipicu oleh perbedaan agama tidak ada sama sekali. Karena
kenyataanya justru konflik yang dilatari oleh perbedaan agama masih dapat kita
temui. Ini semua bermula dari sikap konservatif masyarakat Indonesia dalam
menyikapi berbagai perbedaan yang ada. Di samping itu, faktor psikologis
seperti menganut agama yang sama, juga turut memberikan kontribusi besar atas
timbulnya konflik berlatar belakang agama tadi. Karena adanya perasaan menganut
agama yang sama tadi seringkali direspon berlebihan. Jika sekelompok orang yang
kebetulan merupakan penganut agama A, menindas seseorang atau sekelompok orang
lainnya yang menganut agama berbeda, maka perlakuan sewenang-wenang tersebut
akan ditanggapi oleh kelompok lain sebagai tindakan yang mencermarkan,
menginjak-injak ataupun mencoreng agama dari korban intimidasi tadi. Secara
sadar ataupun tidak, hal-hal (perasaan) semacam ini perlahan tumbuh subur dalam
masyarakat itu sendiri. Sehingga secara naluriah, adanya hal-hal (kejadian)
yang dirasa atau dianggap sebagai sesuatu yang melecehkan agama dan atau
keyakinan tertentu akan menimbulkan respon serius oleh penganut agama
bersangkutan. Karenanya hal-hal yang berkenaan dengan masalah keagamaan dan
atau keyakinan merupakan sesuatu yang bersifat sensitif. Mungkin respon/reaksi
yang dilakukan atas aksi yang dianggap mencoreng agama tertentu tadi tidak
seketika pada saat itu juga, namun hal yang demikian ini justru akan berlaku
sebagai bom waktu bagi masyarakat bersangkutan.
Indonesia?
Ya Pancasila
Untuk mengatasi problem
laten itulah yang menyebabkan demokrasi penting dan Pancasila dihadirkan
kembali.[4] Pancasila
itu adalah Indonesia, dan juga sebaliknya Indonesia itu adalah Pancasila.
Maksudnya, segala apapun kondisi negara Indonesia, baik kondisi sosial maupun
budaya termaktub di dalam penjelasan tiap sila dalam Pancasila. Melihat
Indonesia berarti kita juga otomatis melihat Pancasila. Keberagaman negara
Indonesia terinvetaris dengan sangat baik dalam Pancasila.
Para
founding fathers negara ini
menciptakan sebuah dasar dan ideologi negara bernama Pancasila bukan tanpa
sebab. Dasar negara ini dibuat dengan sangat berhati-hati, teliti, detil agar
bisa menjadi sebuah pondasi yang universal bagi bangsa. Kita ambil contoh, sila
pertama pada Pancasila. Sila pertama memiliki makna yang sangat dalam bagi
kerukunan antar umat beragama. Dalam sila pertama mengamanahkan kepada setiap
umat beragama untuk bebas memeluk dan beribadah sesuai dengan keyakinan
masing-masing. Oleh karenanya, kenapa sila pertama tidak berbunyi “Ke-Allahan
yang Maha Esa”. Hal ini disebabkan di negara ini terdapat bermacam-macam agama
dan kepercayaan, tidak hanya muslim. Dan negara ini tidak ada sedikitpun
berorientasi membentuk negara Islam (seperti Arab Saudi). Sehingga
implementasinya, setiap warga Indonesia sejauh mereka memiliki kepercayaan
dalam dirinya dan beribadah sesuai dengan keyakinannya masing-masing negara
menjamin keberadaannya.
Penutup
Di
hari ulang tahun yang ke-67 dasar negara RI ini, marilah kita kembali kepada
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Inilah Indonesia, inilah yang
harus kita syukuri sebagai negara dengan keanekeragaman didalamnya. Pancasila adalah
jawaban yang sangat tepat bagi Indonesia. Pancasila adalah alat yang ampuh untuk
mempersatukan perbedaan diantara kita. Selamat Hari Lahir Pancasila 1 Juni
1945-1 Juni 2012.
*) Mahasiswa
Jurusan
Ilmu Hubungan
Internasional
FISIP
Universitas Jember
[1]Majelis Permusywaratan Rakyat
Republik Indonesia. 2011. Ketetapan MPR RI
Nomor I/MPR/2003. Sekretariat Jenderal MPR RI
[2]Keadaan tidak bersatu padu;
keadaan terpecah belah; hilangnya keutuhan atau persatuan; perpecahan.
[3]Kompas, “Toleransi Kian
Terkikis”, edisi Selasa, 29 Maret 2011
[4]Ali Maskur Musa. 2012. Pancasila dan Negara Kebangsaan.
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/499720/
[1 Juni 2012]