Friday, 1 June 2012

Mana Pancasila? Mana?

 
Triono Akmad Munib*

Ernest Renan berkata “bangsa adalah satu jiwa”. Memang benar begitu!.
Marilah kita kembali kepada jiwa kita sendiri! Jangan kita menjadi satu bangsa tiruan! Jiwa Indonesia dalah jiwa gotong-royong, jiwa persaudaraan, jiwa kekeluargaan. Kita telah merumuskan jiwa yang demikian itu dengan apa yang dinamakan Pancasila. Hanya Pancasila yang sesuai dengan jiwa Indonesia. Mari kita setia kepada Proklamasi 17 Agustus 1945,
 Proklamasi yang bernafas Pancasila.
Soekarno
 
Pendahuluan
            Cuplikan di atas merupakan sebuah amanah Presiden Republik Indonesia (RI) pertama, Ir. Soekarno tentang Pancasila. Pesan di atas menggambarkan bahwa Pancasila dicetuskan untuk mewadahi keberagaman bangsa ini. Hari ini, tanggal 1 Juni 2012 tepat dasar negara RI (Pancasila) berumur 67 tahun.
            Di umur yang tidak lagi muda, tentulah banyak fenomena-fenomena bangsa ini yang menguji kekuatan Pancasila itu sendiri. Di tengah semakin maraknya masalah sosial dan budaya yang berujung pada upaya disintegrasi bangsa. Menjadi pertanyaan besar, bagaimana relevansi Pancasila di era saat ini? Tulisan ini akan membahas mengenai relevansi nilai-nilai Pancasila dalam melihat fenomena yang terjadi di Indonesia.

Nilai-nilai Pancasila
            Pancasila telah menjadi ideologi dasar bagi negara Indonesia. Oleh karenanya, Pancasila menjadi pedoman dasar, bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Nama Pancasula terdiri dari dua kata dari bahasas Sanskerta, yaitu panca berarti lima dan sila berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
            Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945.
            Kelima asas tersebut kemudian dijabarkan menjadi 36 butir pengamalan, ditetapkan oleh MPR melalui Tap MPR No.II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa. Ketetapan MPR ini diubah melalui Tap MPR no. I/MPR/2003 dengan 45 butir Pancasila. Adapun butir-butir Pancasila, sebagai berikut[1] :
1.    Ketuhanan Yang Maha Esa (lambang : bintang)
·       Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaanya dan ketaqwaanya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
·       Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
·       Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama anatra pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
·       Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
·       Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
·       Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaanya masing masing.
·       Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
2.    Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab (lambing : rantai)
·       Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
·       Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
·       Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
·       Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
·       Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
·       Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
·       Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
·       Berani membela kebenaran dan keadilan.
·       Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
·       Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
3.    Persatuan Indonesia (lambing : pohon beringin)
·       Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
·       Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
·       Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
·       Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
·       Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
·       Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
·       Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

4.    Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam  Permusyawaratan/Perwakilan (lambing : kepala banteng)
·       Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
·       Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
·       Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
·       Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
·       Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
·       Dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
·       Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
·       Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
·       Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
·       Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.
5.    Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia (lambing : padi dan kapas)
·       Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan  kegotongroyongan.
·       Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
·       Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
·       Menghormati hak orang lain.
·       Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
·       Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain
·       Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
·       Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
·       Suka bekerja keras.
·       Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
·       Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.


Disintegrasi Bangsa
            Di tengah derasnya arus globalisasi hingga munculnya gerakan-gerakan massa baik dari latar belakang agama, kelas sosial, maupun politik. Pancasila diuji ketangguhannya dalam menjawab itu semua.
            Indonesia, negara dengan beribu bahkan berjuta keanekaragaman sosial dan budaya menjadikan negara ini rawan akan potensi perpecahan atau disintegrasi.[2] Kita lihat saja, akhir-akhir ini fenomena kerusuhan sosial akibat penolakan terhadap sesuatu dengan alasan tidak sesuai dengan ajaran agama semakin marak terjadi.
            Berikut tabel sejumlah kekerasan bernuansa agama yang terjadi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.[3]
Tabel 1. Kekerasan Bernuansa Agama di Indonesia
Beberapa Tahun Terakhir
Lokasi
Tanggal
Peristiwa
Korban
Jakarta
1 Juni 2008
Penyerangan aktivis Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Monas
12 orang terluka
Sleman
1 Oktober 2009
Ancaman pembubaran oleh FPI terhadap ajaran Sapta Darma di Dusun Pereng Kembar, Desa Bale Catur, Sleman
Tidak ada korban
Kota Bekasi
10 September 2010
Penyerangan terhadap jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Pondok Timur Indah, Mustikajaya
Dua jemaat HKBP terluka
Cianjur
27 Desember 2010
Pembakaran Madrasah milik Ahmadiyah di Desa Sukadana, Kecamatan Campaka
Satu bangunan Madrasah terbakar
Pandeglang
6 Februari 2011
Aksi massa menyerang rumah pimpinan Ahmadiyah di Desa Umbulan, Kecamatan Cikeusik
3 jemaah Ahmadiyah tewas, 7 orang terluka
Temanggung
7 Februari 2011
Kerusuhan massa pasca persidangan penodaan agama di PN Temanggung
9 orang terluka, 2 gereja dibakar, gedung PN Temanggung dirusak, serta 3 mobil dan beberapa motor dibakar

Salah satu pertanyaan survei yang dilakukan oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarkat (PPIM) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta adalah bagaimana jika umat Islam jika hidup berdampingan dengan kelompok atau agama lain secara setara. Ternyata, hasilnya cukup mengejutkan sebagian responden mengaku keberatan dan data yang terkumpul menunjukkan ada peningkatan sikap intoleran umat lain.
Sikap kaku yang ditunjukkan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia terkait adanya perbedaan agama ini tidak selalu berujung pelik. Namun hal ini bukan berarti pecahnya konflik sosial yang dipicu oleh perbedaan agama tidak ada sama sekali. Karena kenyataanya justru konflik yang dilatari oleh perbedaan agama masih dapat kita temui. Ini semua bermula dari sikap konservatif masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai perbedaan yang ada. Di samping itu, faktor psikologis seperti menganut agama yang sama, juga turut memberikan kontribusi besar atas timbulnya konflik berlatar belakang agama tadi. Karena adanya perasaan menganut agama yang sama tadi seringkali direspon berlebihan. Jika sekelompok orang yang kebetulan merupakan penganut agama A, menindas seseorang atau sekelompok orang lainnya yang menganut agama berbeda, maka perlakuan sewenang-wenang tersebut akan ditanggapi oleh kelompok lain sebagai tindakan yang mencermarkan, menginjak-injak ataupun mencoreng agama dari korban intimidasi tadi. Secara sadar ataupun tidak, hal-hal (perasaan) semacam ini perlahan tumbuh subur dalam masyarakat itu sendiri. Sehingga secara naluriah, adanya hal-hal (kejadian) yang dirasa atau dianggap sebagai sesuatu yang melecehkan agama dan atau keyakinan tertentu akan menimbulkan respon serius oleh penganut agama bersangkutan. Karenanya hal-hal yang berkenaan dengan masalah keagamaan dan atau keyakinan merupakan sesuatu yang bersifat sensitif. Mungkin respon/reaksi yang dilakukan atas aksi yang dianggap mencoreng agama tertentu tadi tidak seketika pada saat itu juga, namun hal yang demikian ini justru akan berlaku sebagai bom waktu bagi masyarakat bersangkutan.

Indonesia? Ya Pancasila
            Untuk mengatasi problem laten itulah yang menyebabkan demokrasi penting dan Pancasila dihadirkan kembali.[4] Pancasila itu adalah Indonesia, dan juga sebaliknya Indonesia itu adalah Pancasila. Maksudnya, segala apapun kondisi negara Indonesia, baik kondisi sosial maupun budaya termaktub di dalam penjelasan tiap sila dalam Pancasila. Melihat Indonesia berarti kita juga otomatis melihat Pancasila. Keberagaman negara Indonesia terinvetaris dengan sangat baik dalam Pancasila.
            Para founding fathers negara ini menciptakan sebuah dasar dan ideologi negara bernama Pancasila bukan tanpa sebab. Dasar negara ini dibuat dengan sangat berhati-hati, teliti, detil agar bisa menjadi sebuah pondasi yang universal bagi bangsa. Kita ambil contoh, sila pertama pada Pancasila. Sila pertama memiliki makna yang sangat dalam bagi kerukunan antar umat beragama. Dalam sila pertama mengamanahkan kepada setiap umat beragama untuk bebas memeluk dan beribadah sesuai dengan keyakinan masing-masing. Oleh karenanya, kenapa sila pertama tidak berbunyi “Ke-Allahan yang Maha Esa”. Hal ini disebabkan di negara ini terdapat bermacam-macam agama dan kepercayaan, tidak hanya muslim. Dan negara ini tidak ada sedikitpun berorientasi membentuk negara Islam (seperti Arab Saudi). Sehingga implementasinya, setiap warga Indonesia sejauh mereka memiliki kepercayaan dalam dirinya dan beribadah sesuai dengan keyakinannya masing-masing negara menjamin keberadaannya.

Penutup
            Di hari ulang tahun yang ke-67 dasar negara RI ini, marilah kita kembali kepada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Inilah Indonesia, inilah yang harus kita syukuri sebagai negara dengan keanekeragaman didalamnya. Pancasila adalah jawaban yang sangat tepat bagi Indonesia. Pancasila adalah alat yang ampuh untuk mempersatukan perbedaan diantara kita. Selamat Hari Lahir Pancasila 1 Juni 1945-1 Juni 2012.

*) Mahasiswa Jurusan
Ilmu Hubungan Internasional
FISIP Universitas Jember



[1]Majelis Permusywaratan Rakyat Republik Indonesia. 2011. Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003. Sekretariat Jenderal MPR RI  
[2]Keadaan tidak bersatu padu; keadaan terpecah belah; hilangnya keutuhan atau persatuan; perpecahan.
[3]Kompas, “Toleransi Kian Terkikis”,  edisi Selasa, 29 Maret 2011
[4]Ali Maskur Musa. 2012. Pancasila dan Negara Kebangsaan.
                 http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/499720/ [1 Juni 2012]